Aku adalah ibu rumah tangga, sekaligus perempuan yang bekerja dengan memburuh demi mempertahankan hidup. Namaku Sumiyanti. Saat ini, usiaku 39 tahun. Jika ditotalkan sekitar sepuluh tahun aku bekerja di pabrik garmen.
Sebagai buruh biasa, awalnya aku tidak terlalu antusias untuk berserikat. Aku hanya paham, buruh harus rajin bekerja jangan sampai alfa dari pekerjaan. Dengan cara pikiran tersebut, aku berkeyakinan bahwa akan tetap mendapatkan pekerjaan. Sekali waktu, di tempat kerjaku terjadi pemecatan massal. Ternyata, aku adalah salah satu daftar korban pemecatan tersebut. Saat itu pula keyakinanku runtuh. Ternyata, orang yang patuh pada manajemen dan selalu rajin bekerja tidak selamat dari ancaman pemecatan.
Peristiwa pemecatan tersebut mengantarkanku untuk berkenalan dengan organisasi. Aku pun menemui salah satu kawan yang telah berserikat, yang kebetulan ketua dari serikat buruh tersebut. Namanya Agus Suparlan. Aku menanyakan mengenai prosedur dan mekanisme untuk bergabung dengan serikat buruh.
Ketua serikat buruh yang aku temui jabatannya operator. Jadi tidak terlalu sulit untuk menemuinya. Niatanku untuk bergabung dengan serikat buruh pun disambut dengan baik oleh Agus. Aku pun menceritakan alasan bergabung dengan serikat buruh. Kepada Agus, aku menyebutkan bahwa aku rajin bekerja. Kinerjaku pun tidak ada yang inus. Tapi atasan di tempatku bekerja ternyata tidak dapat membantu menyelamatkan apalagi memperjuangkan pekerjaanku.
Aku pun resmi menjadi anggota serikat buruh.
Seminggu setelah pertemuan dengan Agus, aku dipanggil oleh HRD.
HRD: Teh Sumi tanggal habis kontraknya hari Kamis ya? Ini data yang harus ditanda tangani.
Aku: Oh iya Pak. Tapi nanti saya bicarakan dulu ke Pak ketua.
HRD: Oh Teh Sumi ikut serikat ya; dari kapan, kok di data anggota belum ada. Coba lihat KTA-nya?!
Aku pun memperlihatkan KTA. Tapi hatiku was-was. Khawatir ada hal yang tidak diinginkan. Tapi, bismillah. Aku ikhlas apa pun yang terjadi.
HRD: Ini tolong tanda tangan dulu. Nanti Pak Agus-nya suruh menghadap saya.
Aku: Baik, Pak!
Aku pun menandatangani lembaran kertas yang ada di hadapanku. Jujur, saat itu aku tidak mengerti apapun. Mungkin seperti pada buruh umumnya, jika disodorkan kertas dan diminta tanda tangan, langsung saja ditandatangani, kadang tanpa dibaca terlebih dahulu isi surat tersebut. Begitu pun aku.
Setelah tanda tangan kertas, aku pun keluar ruangan tapi dengan hati semrawut. Hari itu juga aku menemui Agus.
Kepada Agus, aku menceritakan mengenai pemanggilan oleh HRD dan penandatanganan pengakhiran kontrak. Agus pun merespons dengan baik. Dia akan segera mengurus mengenai kontrak kerjaku. Dia mencoba menenangakan, “Mudah-mudahan rezekinya.”
Tibalah pada hari Kamis, di mana kontrak kerjaku berakhir. Hatiku was-was karena tidak ada kepastian perpanjangan kontrak atau berhenti bekerja. Dengan napas memburu aku mendatangi ketua serikat buruh:
Aku: Pak, maaf. Bagaimana ini sudah tanggal habis kontrak. Tapi belum dipanggil kembali?
Agus: Alhamdulilah, Teh. Kemarin saya sudah berdiskusi dan bernegosiasi dengan HRD agar mereka mempertimbangkan kehadiran dan kinerja Teteh untuk tidak diakhiri kontraknya.
Aku: Alhamdulilah ya, Allah. Terima kasih Pak Agus yang sudah berjuang. Mudah-mudahan kebaikannya dibalas oleh Allah SWT.
Agus hanya tersenyum dan mengangguk, melihat tingkahku yang sumringah. Aku pun pamit dan kembali bekerja dengan penuh semangat. Sejak itu, aku pun menguatkan diri untuk mengabdi kepada organisasi dengan lebih aktif terlibat dalam pendidikan dan aksi-aksi massa.
Kebetulan organisasi kami memiliki jadwal kumpulan tiap Sabtu, sepulang kerja. Sekali waktu, kumpulan pendidikan tersebut dilaksanakan di rumah Teh Ita, salah salah staf pendidikan organisasi tingkat cabang. Saat itu, kumpulan pendidikan menghadirkan narasumber dari pabrik lain, yaitu Didit dari PT Gunung Salak Sukabumi dan Sudiyanti dari PT Longvin.
Di kumpulan pendidikan itulah aku berkenalan dengan Sudiyanti: perempuan berkulit putih, berkerudung dengan cara bicaranya yang anggun. Saat itu, aku begitu kagum melihat sosok perempuan cerdas, berani dan tidak judes. Sejak pertemuan itu, aku saling sering menyapa beliau.
Sekali waktu, organisasi di tempat kerja terdapat salah satu pengurus yang mengundurkan diri karena pindah tempat kerja. Maka organisasi pun mengadakan pemilihan untuk mengganti pengurus. Ternyata, namaku muncul sebagai salah satu kandidat yang akan menggantikan pengurus tersebut. Ketika diadakan pemilihan, aku mendapat suara terbanyak. Aku pun ditetapkan sebagai pengurus.
Sebetulnya, aku tidak terlalu siap untuk mengurus organisasi. Aku merasa tidak memiliki kemampuan. Tapi kawan-kawan berhasil meyakinkanku. Lagi pula aku telah berjanji untuk mengabdi kepada organisasi. Aku pun menerima amanah tersebut.
Beberapa bulan kemudian terjadi Konferensi Cabang. Aku adalah salah satu dari empat delegasi dari organisasi tingkat pabrik. Aku kembali bertemu dengan Sudiyanti.
Sudiyanti: Sumi kamu bawa apa aja?
Aku: Ini bu, ATK saja. Sumi juga masih belajar. Karena baru di organisasi. Mohon dibantu ya.
Sudiyanti: Iya nanti saya bantu. Saya juga masih belajar kok.
Salah satu yang khas dari Sudiyanti, jika berbicara selalu sambil tersenyum. Kalau bicara nadanya rendah dan pelan.
Acara Konfercab selesai. Program umum, program kerja dan pelaksana harian organisasi telah dipilih dan ditetapkan. Kali ini aku menyimpan nomor handphone Sudiyanti.
Sekali waktu, aku pernah bertanya mengenai diskriminasi di tempat kerja dan bagaimana mengatasinya. Ternyata, Sudiyanti menjawab dengan antusias. Dia menjawab dengan rinci berbagai bentuk dan jenis kekerasan di tempat kerja. Aku masih ingat ketika, dia bilang, “Sumi kamu harus bisa melawan jika ada perlakuan tidak menyenangkan dari atasan. Jangan takut karena kita dilindungi oleh organisasi dan undang-undang.”
Sekali waktu, organisasi kami mengadakan program sekolah buruh perempuan. Kegiatan ini diorganisir oleh organisasi tingkat pusat hingga tingkat pabrik. Aku adalah salah satu peserta yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Dalam kegiatan ini, aku kembali melihat Sudiyanti sebagai organisator handal dan tidak pernah menyerah dalam menyelenggarakan kegiatan sekolah buruh perempuan. Ia begitu tekun menghubungi dan menghadiri kegiatan sekolah buruh perempuan.
Desember 2024, kami bertemu kembali dalam sebuah acara pernikahan salah satu anggota. Aku bertemu kembali dengan Sudiyanti dan beberapa pengurus organisasi tingkat cabang. Saat itu, dia tidak terlalu banyak berbicara tentang organisasi dan perjuangan. Tapi lebih banyak membicarakan keluarganya. Ia menceritakan mengenai liburan bersama adiknya. Ia pun menekankan akan sulit bersama dengan adiknya karena sibuk bekerja. Ia seperti mengungkapkan kerinduannya kepada kampung halamannya.
8 Januari 2025, aku mendengar Sudiyanti dirawat di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta. Aku hanya berpikir, mungkin sakitnya serius sehingga membutuhkan perawatan di Jakarta. Enam hari kemudian, aku masih mengirimkan pesan singkat:
Saya: Lekas sembuh ya, Bun
Sudiyanti: Amin.
14 Januari 2025 aku mendapatkan kabar, kalau Sudiyanti membutuhkan donor darah golongan B. Kami dari organisasi berembug dan mencari pendonor. Kami pun mendapatkan pendonor. Namun, hemoglobinnya rendah.
Tuhan telah berencana dan berkendak. 15 Januari 2025, kurang lebih pukul 6 sore, saya mendapat kabar Sudiyanti menghembuskan napas terakhirnya. Sudiyanti telah menunaikan tugas sucinya. Amal perjuangannya akan selalu dikenang oleh buruh-buruh di Sukabumi. Aku dan kawan-kawan berduka, kehilangan sosok yang begitu telaten mengumpulkan buruh dalam pendidikan. Sosok perempuan yang selalu bersabar menghadapi kesulitan mengorganisir para buruh perempuan. Selamat jalan, Bu. Alfatihah.
#Tulisan ini merupakan bagian dari peringatan Hari Pemogokan Perempuan Internasional, yang diperingati tiap 8 Maret, yang disebut dengan HPI (Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day (IWD). HPI bermula dari pemogokan 15.000 buruh perempuan menuntut kenaikan upah dan pengurangan jam kerja di New York Amerika Serikat, pada 1908. Sejak 1910, konferensi perempuan internasional menetapkan setiap 8 Maret sebagai hari peringatan menuntut pemenuhan dan peningkatan hak buruh perempuan di berbagai negara. Kami mengundang para buruh, aktivis maupun pengamat perburuhan menulis dengan bebas dan kreatif seputar pemenuhan dan pemajuan hak-hak perempuan.