Satu bulan terakhir, time line media sosial dan media massa diramaikan dengan pemberitaan pemecatan 1.126 buruh oleh PT Yihong Novatex, sebuah pabrik alas kaki di Cirebon, Jawa Barat. Semua media massa mainstream dan media sosial membuat dua narasiyang sama, yaitu: “Gara-gara mogok 4 hari PT Yihong tutup” dan “Setelah minta tutup dan dikabulkan, buruh menyesal”. Tulisan ini akan membantah dua narasi tidak berdasar tersebut.
PT Yihong Novatex merupakan perusahaan manufaktur Penanaman Modal Asing (PMA) asal Tiongkok yang bergerak di bidang produksi alas kaki dan percetakan umum. Perusahaan ini memiliki beberapa pabrik yang tersebar di berbagai negara, yaitu dua pabrik di Tiongkok, dua pabrik di Vietnam, dan satu pabrik di Indonesia. PT Yihong bukan pabrik ecek-ecek. Tapi perusahaan transnasional. Karena perusahaan raksasa, logis jika perusahaan tersebut memperlakukan buruhnya lebih manusiawi. Namun, nyatanya sebaliknya.
Berdasarkan laman web resminya, PT Yihong Novatex mengerjakan pesanan untuk merek ternama, seperti Brooks, Asics, Puma, Lululemon, Fila, Under Armour, HOKA, dan Saucony. Khusus untuk pabrik di Cirebon, mereka mengerjakan produksi untuk merek Asics, Crocs, New Balance, Brooks, Under Armour, dan On Cloud.
Pekerjaan yang dilakukan oleh buruh di pabrik di Cirebon meliputi menyablon, embos, memotong (cutting), menekan (press), dan mencampur (mixing). Hasil dari pekerjaan tersebut dikirim lagi ke pabrik lain, yaitu ke PT Longrich dan PT Diamond di Cirebon dan Majalengka. Kedua pabrik tersebut juga memproduksi sepatu untuk merek-merek ternama, beberapa di antaranya sama dengan yang dikerjakan PT Yihong Novatex.
Pabrik PT Yihong Novatex Indonesia mulai dibangun pada 2022. Media massa lokal memperlihatkan bahwa sejak pembangunan gedung, pabrik ini bermasalah dengan perizinan. Karena tidak patuh pada hukum warga setempat memprotes perusahaan tersebut (Indomedianews.id, 21/9/2022; Suaraglobal.id, 3/9/2023). Dengan membawa spanduk kain putih dengan tulisan cat semprot “Tutup PT Yihong” sejumlah warga berdemonstrasi di halaman perusahaan. Dalam gambar tersebut massa aksi hanya puluhan orang dengan pakaian kasual (Gelombangnews.com, 21/9/2022). Berbeda dengan aksi massa buruh yang menggunakan seragam merah, pada Maret 2025.
Berikut adalah gambar yang direproduksi oleh media massa dan content creator media sosial untuk mengibliskan pemogokan buruh. Untuk menyalahkan orang lemah yang dibutuhkan adalah keberanian memaki bukan ketelitian dan pikiran jernih.
Tanpa menyebutkan sumber dan penanggalan, foto tersebut telah dipublikasi ulang dan beredar luas. Misalnya diterbitkan oleh CNBCIndonesia.com (8/4/2025) dan oleh berbagai akun media sosial.
Setelah berjalan kurang lebih dua tahun, banyak pihak menyayangkan keputusan perusahaan untuk menghentikan operasional dan memecat seluruh buruhnya. Media massa dan media sosial memfitnah pemogokan buruh selama empat hari sebagai penyebab kerugian perusahaan. Padahal pemogokan hanya terjadi tiga hari. Dan, perusahaan tidak tutup akibat pemogokan.
Saya mencoba menelusuri berbagai sumber untuk mencari informasi seberapa besar kerugian yang diklaim akibat mogok kerja tersebut, yang disebut-sebut mengganggu proses produksi, menyebabkan keterlambatan pengiriman pesanan, hingga pembatalan pesanan. Namun, saya tidak menemukan satu pun artikel yang menyebutkan nominal kerugian yang dialami pabrik.
Sebaliknya, Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Cirebon Novi Hendrianto menyebutkan, perusahaan tidak mengalami kebangkrutan atau kondisi keuangan yang mengharuskan pemecatan buruh. “Kami menilai PT Yihong Novatex tidak dalam kondisi pailit. Oleh karena itu, pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan harus dikaji ulang. Perusahaan wajib mematuhi rekomendasi dari pengawas ketenagakerjaan,” ujar Novi pada Selasa, 18 Maret 2025. Namun, rekomendasi tersebut bukanlah jaminan yang dapat mengubah keputusan pabrik untuk mempekerjakan kembali buruhnya. Hingga kini, kasus di PT Yihong Novatex belum terselesaikan. Beredar luas, setelah berhasil memecat buruh, PT Yihong beroperasi kembali.
Menghujat buruh dan serikat buruh
Sikap antiburuh dan antiserikat buruh tidak sama sekali baru, bahkan buruhnya sekalipun lebih suka menyebut diri sebagai karyawan, pegawai atau pekerja. Istilah agak nginggris menyebut diri sebagai freelancer, budakkorporatatau prekariat, sebagai ganti buruh harian lepas dan kuli. Intinya, tidak bersedia disetarakan dengan manusia rendahan. Liputan Jasmine Floretta V.D (Magdalene.co, 26 April 2024) terhadap Gen Z yang menjual tenaga kepada orang lain untuk mendapatkan upah memperlihatkan bahwa mereka bukan buruh. Karena buruh hanya untuk orang yang bekerja kasar atau buruh pabrik.
Kasus penutupan PT Yihong menguatkan kembali sikap antiburuh dan antiserikat buruh tersebut. Para jurnalis media massa mainstream dan content creator malas berpikir menghujat buruh dan serikat buruh sebagai biang kerok penutupan perusahaan. Narasi sok tahu seperti “buruh tidak bersyukur”, “tidak memahami keuangan perusahaan”, “provokator yang menyebabkan pabrik tutup akibat demo”, “tidak mau mengerti keadaan perusahaan”, pun direproduksi dan disebarkan dalam bentuk video, foto dan tulisan. Misalnya, salah satu tulisan yang dibuat oleh jurnalis Beritasatu.com, (9/4/2025), dengan judul Pelajaran dari PT Yihong, Ini Dampak Mogok Kerja bagi Buruh-Perusahaan. Penulisnya menghabiskan waktu untuk menuliskan nasihat tidak berguna bahwa mogok telah merugikan banyak orang. Tentu saja tulisan tersebut mengabaikan fakta bahwa terdapat ratusan perusahaan yang tutup tanpa ada pemogokan, bahkan para buruhnya tidak pernah mengeluh dengan kebijakan perusahaan yang merugikan buruh. Contoh terbaru perusahaan tutup tanpa pemogokan adalah PT Sritex, e-Fishery dan PT Danbi Internasional.
Aksi massa mogok kerja yang dilakukan para buruh sebenarnya didasarkan pada tuntutan yang masuk akal, yaitu kepastian status kerja di pabrik dan pembayaran uang lembur sesuai peraturan yang berlaku di Indonesia. Bayangkan, dari 1.126 buruh, hanya satu operator dan lima pengawas yang berstatus buruh tetap—total hanya enam orang.
Berikut adalah fakta-fakta yang diabaikan mengenai buruh PT Yihong
Tidak ada sosialisasi mengenai peraturan perusahaan
Selama bekerja di PT Yihong para buruh tidak pernah mendapatkan penjelasan mengenai peraturan perusahaan. Manajemen pabrik tidak pernah mensosialisasikan peraturan tersebut. Padahal, menurut Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perusahaan yang mempekerjakan buruh lebih dari 10 orang dan tidak memiliki PKB (Perjanjian Kerja Bersama) wajib memiliki peraturan perusahaan tertulis yang disahkan oleh pemerintah. Peraturan perusahaan tersebut wajib diberitahukan dan dijelaskan serta diberikan kepada para buruh, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 114 UUK Nomor 2003.
Hubungan kerja waktu tertentu untuk jenis pekerjaan yang terus menerus
Sebanyak 617 buruh menyandang status harian lepas tanpa perjanjian kerja tertulis, padahal mereka telah bekerja rata-rata lebih dari 21 hari atau lebih dari tiga bulan berturut-turut. Karena buruh bekerja secara terus-menerus dan lebih dari 21 hari seharusnya menjadi buruh tetap. Tindakan perusahaan yang mempekerjakan buruh harian lepas tersebut melanggar Pasal 10 ayat (4) PP No. 35 Tahun 2021.
Tanpa Perjanjian Kerja Tertulis, PKWT, dan Pemutusan Kontrak Tanpa Kompensasi
Lebih aneh lagi, perusahaan yang beroperasi di beberapa negara dan bekerja sama dengan merek-merek ternama ini memperlakukan sebagian besar buruhnya sebagai buruh paruh waktu. Sebanyak 617 pekerja berstatus paruh waktu seharusnya diangkat menjadi buruh tetap. Selain itu, jika habis kontrak perusahaan tidak memberikan uang kompensasi kepada buruh yang mengalami pemutusan kontrak kerja, sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (1) PP No. 35 Tahun 2021 juncto Pasal 61 A UU No. 6 Tahun 2023.
Membayar upah buruh di bawah UMK tanpa uang lembur
Akun Instagram @lyana.lukito menyebutkan bahwa para buruh PT Yihong menerima upah Rp4,8 juta ditambah dengan lembur totalnya jadi Rp6,5 juta (Pikiran-Rakyat.com, 4 April 2025). Keterangan yang tidak dikonfirmasi kepada buruh tersebut diterbitkan ulang oleh media online AyoBandung.com (8 April 2025) dan digandakan oleh pihak lain dalam berbagai platform media sosial. Padahal UMK Cirebon hanya Rp2,6 juta. Sialnya, pernyataan tidak masuk akal tersebut dipercaya.
Diketahui umum, rata-rata pabrik garmen, tekstil dan sepatu terbilang pelit, apalagi pabrik yang baru beroperasi. Mereka tidak sungkan membayar upah buruh di bawah upah minimum. Seandainya, buruh dibayar sesuai upah minimum maka jam kerjanya di luar jam normal tanpa diperhitungkan upah lembur. Sebelum kejadian pemogokan, para buruh hanya dibayar Rp2 juta. Selain itu, perusahaan tidak membayar upah lembur untuk jam kerja wajib selama dua jam per hari.
Balas Dendam Pengusaha dan Ketidapatuhan terhadap Hukum Ketenagakerjaan
Para buruh tidak pernah menuntut perusahaan tutup. Mereka sadar betul bahwa pemogokan adalah ‘senjata’, yang tidak boleh sembarangan dipergunakan. Sejak awal para buruh menuntut agar perusahaan mematuhi hukum ketenagakerjaan seperti diterangkan di atas. Karena sejak awal berdiri perusahaan melanggar hukum ketenagakerjaan, para buruh melaporkan perusahaan ke UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) Pengawas Ketenagakerjaan Wilayah III Cirebon, pada 31 Januari.
Pengawas Ketenagakerjaan Wilayah III pun memeriksa perusahaan dan menemukan empat jenis pelanggaran, yaitu pembayaran uang kompensasi PKWT, hutang jam kerja, status karyawan part time dan sosialisasi peraturan perusahaan.
Pengawas Ketenagakerjaan III Cirebon pun memerintahkan agar perusahaan memperbaiki situasi ketenagakerjaan di PT Yihong.
Merespons nota pemeriksaan tersebut, PT Yihong malah memecat buruh dalam tiga gelombang, yaitu 20 orang dan 60 orang. Puncaknya adalah pemecatan terhadap 3 orang. Pemecatan terhadap 3 orang itulah yang membuat para buruh marah dan mogok.
Merespons pemogokan buruh, perusahaan bukannya sadar diri malah membalas dengan menutup perusahaan dan membuat berita bohong bahwa perusahaan mengalami pembatalan order karena pemogokan.
Aksi Massa Online
Buruh-buruh dan serikat buruh PT Yihong Novatex mengajarkan kepada kita bahwa perusahaan angkuh dan rakus harus terus dilawan. Dan, perbaikan kondisi kerja dan memulihkan harkat martabat sebagai manusia bisa direbut oleh kekuatan kolektif.
Ketika buruh melakukan pemogokan dan perusahaan membalas pemogokan dengan menutup pabrik, media massa dan media sosial ramai menyalahkan buruh, serikat buruh dan metode pemogokan. Para content creator memanfaatkan situasi tersebut untuk meningkatkan engagement akun mereka. Kelas komentariat di media sosial tidak berhenti mengulang-ulang kalimat: gara-gara mogok perusahaan tutup. Jangan salah, sepenelusuran saya, beberapa dari kelas komentariat yang menyerang pemogokan tersebut adalah yang tidak berhenti mengampanyekan menolak UU TNI.
Apa artinya? Untuk memenangkan tuntutan serikat buruh perlu memenangkan opini di berbagai lini media. Ingat! Bukan menyewa influencer tapi mendorong anggota agar terlibat dalam pertarungan opini di media sosial. Kita pun tidak bisa berpuas diri jika informasi dan berita dari serikat buruh jika ditayangkan di media massa mainstream sebagai keberhasilan. Karena setiap media massa memiliki ideologinya sendiri. Tidak ada media massa yang benar-benar netral. Seperti dikatakan oleh Nyoto (2001), rumus “anjing menggigit orang bukan berita, orang menggigit anjing baru berita”, yang menganggap kesakitan orang yang digigit anjing sebagai berita dan disukai pembaca. Jelas model berita demikian, hanya mengaduk-aduk sensasionalisme para pembaca tidak memajukan kesadaran.
Barangkali penting untuk menengok kembali yang dikatakan oleh Semaoen dalam karyanya Penoentoen Kaoem Boeroeh. Dalam buku tersebut, Semaoen menekankan bahwa serikat buruh harus memiliki media sendiri agar dapat meningkatkan kepercayaan diri anggota dan buruh secara umum. Saat ini, rata-rata buruh melek teknologi. Mereka adalah pengguna aktif media sosial. Karena itu, sudah waktunya serikat buruh pun memanfaatkan media sosial sebagai media propaganda. Kita menyadari berbagai kekalahan opini di media sosial turut melemahkan moral perjuangan buruh. Kita pun menyaksikan beberapa kali aksi massa besar di Indonesia, seperti aksi massa RUU Pilkada dan UU TNI, berawal dari kemenangan mengorganisir opini di media sosial.
Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan organisasi manapun. Sehari sebelum Mayday 2025, salah satu kawan bertanya pada saya melalui WhatsApp “Kamu ke Monas atau ke DPR?” Saya merasa, ini pertanyaan yang sangat tricky karena jawaban saya selanjutnya dapat memberikan persepsi bagi kawan saya tersebut apakah saya bersama dia atau tidak. Jawaban […]
1 Mei 2025 siang hari. Hawa panas Jakarta sungguh berlebihan dan tidak biasa. Partisipan massa aksi sudah datang memenuhi gerbang pintu DPR. Beberapa dari mereka sedang berorasi dalam rangka merayakan Hari Buruh. Dari poster yang saya dapati aksi massa memang sudah berlangsung dari jam 8.00 pagi. Diawali dengan aksi massa perempuan pekerja rumah tangga menuntut […]
Elit serikat buruh Indonesia beraliansi dengan tentara dan polisi demi perbaikan kondisi perburuhan dengan menggulingkan rezim. Setelah berhasil menggulingkan Soekarno dan menghancurkan gerakan buruh militan, elit serikat buruh ditinggalkan, dibatasi ruang geraknya dan kondisi perburuhan makin memburuk. Tanggal 1 Mei 1966 dan 1 Mei 1967 berwarna merah di kalender. Tandanya hari libur. Di Indonesia, hari […]