MAJALAH SEDANE

Memuat halaman...

Sedane

Majalah Perburuhan

‘Driver’ Ojol: ‘Order’ Ku Kejar, Celaka Ku Dapat

http://assets.kompasiana.com/items/album/2020/11/08/ojol-food-5fa7a0208ede4836b71dc012.jpg

Memperluas kerentanan

Transportasi umum di kota-kota besar makin beragam. Jalanan, tidak saja dihiasi oleh kendaraan pribadi dan transportasi umum seperti bus, angkot, bajai, ojek pangkalan, dan beberapa angkutan umum konvensional darat. Pemain baru yang menghiasi jalanan adalah transportasi berbasis aplikasi dengan seragam khas: hijau muda, hijau tua, kuning dan oranye.

Pada dasarnya transportasi online hampir sama dengan transportasi konvensional. Dalam transportasi konvensional pengguna dan pengemudi dihubungkan oleh trayek. Perkembangan selanjutnya, ketika telepon umum tersebar, pengguna dan pengemudi diperantarai oleh call center.

Transportasi berbasis aplikasi tumbuh dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Gawai, internet dan kuota data menghubungkan pengemudi dan pengguna diperantarai oleh aplikasi. Aplikator pun menyediakan fitur uang digital. Sehingga pengguna seolah diberikan kebebasan memilih pembayaran tunai atau nontunai.

Sebelum dikenal Ojol, pada 1970-an, masyarakat Indonesia mengenal ojek konvensional yang beroperasi di gang atau pasar di perdesaan di Jawa. Mulanya Ojek  menggunakan sepeda tanpa mesin. Ojek membawa orang atau titipan barang. Alat untuk mengojek pun berubah menjadi sepeda motor ketika modal Jepang masuk ke Indonesia dan memperkenalkan sepeda motor.

Pada Juli 1974, diberitakan terdapat orang kaya Jakarta yang membeli duapuluh sepeda motor untuk disewakan ke pengemudi. Dia membuka usaha ojek di kawasan Ancol. Sejak itu, ada tiga jenis usaha ojek: sepeda motor milik seorang tuan, motor tetangga atau ojek dengan sepeda motor milik pribadi. Sepeda motor milik tuan ojek pendapatannya berdasarkan sistem setoran. Sedangkan sepeda motor milik tetangga keuntungan dibagi dua berdasarkan kesepakatan.

Tukang ojek pun kerap disebut sebagai opang (ojek pangkalan). Karena tukang ojek menempati sebuah tempat dan hanya beroperasi di wilayah dengan jarak tertentu. Ojek konvensional maupun online tidak diakui sebagai alat angkut transportasi umum.

Meski kendaraan Ojol tidak diakui sebagai kendaraan angkutan dan perusahaan aplikator tidak dikategorikan sebagai perusahaan transportasi, negara melalui kementerian perhubungan mengatur tarif Ojol. Sedangkan Kementerian Ketenagakerjaan menyebut hubungan Ojol dan aplikator merupakan kemitraan. Kondisi tersebut menjadikan Ojol rentan secara struktural. Bukan hanya jenis pekerjaannya yang berbahaya tapi aktor-aktor yang bertanggung jawab pun sekadar meraup untung dari kehadiran Ojol.

Pangkalan-pangkalan ojek biasanya dikelola oleh paguyuban, perangkat desa atau preman setempat. Di beberapa daerah, setiap tukang ojek baru akan diminta biaya administrasi sebagai tanda keanggotaan oleh pemilik lapak.

Sebelum mengembangkan aplikasi Go-Jek, Nadiem Makarim memulai usaha ojek pada 2010. Saat itu, dia memiliki 20 sepeda motor dengan mempekerjakan pengemudi. Bisnis ini mirip dengan bisnis taksi semacam Blue Bird atau Express. Saat itu, Nadiem Makarim mengandalkan telepon rumah sebagai penghubung antara penumpang dengan pengemudi.

Pada 2014, Nadiem Makarim mendapatkan tawaran pendanaan atau investasi. pada 7 Januari 2015, Go-Jek akhirnya berhasil meluncurkan aplikasi yang dapat di-install di telepon genggam Android dan iOS. Sistem pemesanan menggunakan call center pun tidak lagi digunakan.

Sejak itu, istilah-istilah seputar ojek berubah: tukang ojek menjadi driver, mangkal dan menunggu penumpang menjadi On Bid, sepi penumpang menjadi anyep, dapat sewa menjadi order, selalu menerima pesanan menjadi gacor dan sebagainya.

Tidak diketahui dengan pasti berapa jumlah pengemudi Ojol di Indonesia. Jumlah unduhan di playstore pada 2019 aplikasi Go-Ride lebih dari 5 juta, aplikasi GoCar lebih dari 1 juta unduhan dan aplikasi Grab Driver lebih dari 10 juta kali. Unduhan aplikasi driver Grab dan Gojek menembus 16 juta kali atau setara 6,1 persen dari populasi jumlah penduduk Indonesia pada 2018 yang mencapai 258,7 juta jiwa.

Memang jumlah unduhan di playstore tidak merepresentasikan jumlah pengemudi Ojol dan taksi online secara riil. Karena bisa saja aplikasi tidak dipergunakan: tidak mendaftar, mendaftar tapi tidak aktif atau mendaftar aktif tapi berhenti.

Angka-angka unduhan driver Go-Ride dan Go-Car, setidaknya, memperlihatkan tingkat pengetahuan, bahkan minat masyarakat menjadi driver berbasis daring. Bagi aplikator jumlah unduhan merupakan informasi yang dapat diolah menjadi data. Data tersebut dapat ditawarkan ke pihak lain untuk berinvestasi atau memasang iklan korporasi. Aplikasi adalah papan iklan yang lebih strategis dalam menjangkau konsumen.

Penulis

Lukman Ainul Hakim
Lembaga Informasi Perburuhan Sedane
# ojol