MAJALAH SEDANE

Memuat halaman...

Sedane

Majalah Perburuhan

Kondisi Kerja Busuk: Dikontrol Rezim Kerja, Dilegitimasi Undang-Undang Cipta Kerja

Pada Oktober 2020, Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020. Pengesahan tersebut menimbulkan sejumlah masalah. Selain pembuatannya yang ugal-ugalan, isinya juga kontroversial, terutama terhadap buruh. Sebanyak 1.203 pasal dari 79 UU yang masuk dalam UUCK dikebut selama 167 hari melalui 64 kali rapat, 2 kali Rapat Kerja, 56 kali Rapat Panitia Kerja, dan enam kali Rapat Tim Perumus/Tim Koordinasi. 

UU Cipta Kerja secara jelas mengurangi hak-hak buruh dan semakin menguntungkan pihak perusahaan. Salah satunya mengenai buruh outsourcing. Sebelumnya, Undang-Undang Ketenagakerjaan mengatur batasan jenis kegiatan yang dapat dikerjakan oleh buruh outsourcing. Misalnya, tidak boleh melaksanakan kegiatan pokok atau berhubungan langsung dengan proses produksi, dengan kata lain buruh outsourcing hanya mengerjakan kegiatan penunjang dari produksi. Namun, dalam UUCK kata outsourcing diganti dengan ‘alih daya’ dan menghapus batasan tersebut, sehingga tidak lagi ada batasan terhadap jenis pekerjaan yang dapat di-outsourcing-kan. Lantas, bagaimana perubahan regulasi ini mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Buruh PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP)? 

Pada akhir 2023, IMIP menjadi sorotan berbagai media dalam dan luar negeri atas kejadian kecelakaan kerja yang diakibatkan dari meledaknya tungku smelter PT ITSS yang beroperasi di IMIP. Kecelakaan kerja yang mengakibatkan 21 buruh meninggal dan 46 mengalami luka bakar dan patah tulang tersebut merupakan dampak tidak langsung dari perubahan regulasi UU Ketenagakerjaan.

***

PT IMIP merupakan perusahaan pengelola kawasan industri yang beroperasi sejak 19 September 2013 di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Dikutip dari website resminya, PT. IMIP mengelola kawasan industri berbasis nikel yang mengelola ore atau bijih nikel menjadi bahan jadi atau setengah jadi. Pabrik-pabrik yang beroperasi di IMIP memproduksi stainless steel dan carbon steel. Sebagai kawasan industri, IMIP memiliki infrastruktur industri pendukung, dari coal power plant, pabrik mangan, silikon, chrome, kapur, kokas, dan lainnya, hingga pelabuhan dan bandara. 

Dari sisi kepemilikan, PT IMIP merupakan kerjasama antara PT Bintang Delapan Group asal Indonesia dengan Tsingshan Steel Group dari Tiongkok. PT IMIP digadang-gadang sebagai kawasan industri pengolahan nikel terbesar di Asia. Sayangnya, PT IMIP kerap menjadi sorotan publik karena tingginya angka kecelakaan kerja. 

Sejak permintaan nikel dunia meningkat, Pulau Sulawesi yang terletak di bagian Timur Indonesia sangat menarik di mata investor pertambangan, karena kaya dengan mineral. Sebuah penelitian mengatakan (Thamsi et al., 2023) bahwa pulau Sulawesi merupakan pulau yang mengandung Kompleks Ofiolit Sulawesi dan memiliki kandungan Kompleks Ofiolit terbesar ketiga di dunia. Dalam bahasa asing Kompleks Ofiolit Sulawesi disebut dengan East Sulawesi Ophiolite Belt (ESOB) atau lajur Ofiolit Sulawesi Timur. Menurut penelitian tersebut Pulau Sulawesi terletak di pertemuan antara tiga lempeng tektonik, lempeng Indo-Australia, lempeng Pasifik dan lempeng Eurasia yang bergerak saling mendekat satu sama lain. 

Kompleks Ofiolit ini mengandung endapan nikel laterit yang begitu kaya di bumi yang dibentuk dari hasil proses pelapukan batuan ultrabasa yang kadar nikelnya mencapai 0,25%. Nikel yang timbul di Kompleks Ofiolit ini memudahkan perusahaan pertambangan untuk mengeruknya. Perusahaan tidak perlu menggali bijih mineral di bawah tanah karena berada di atas permukaan tanah. Artinya untuk mengeruk nikel tersebut cukup mudah, hanya dengan menggunakan peralatan berat seperti excavator.

Nikel yang ditemukan di alam, dalam konteks ini di Pulau Sulawesi, harus diproses lebih dahulu di dalam smelter sehingga menjadi logam yang dapat digunakan untuk berbagai hal. Kemunculan permintaan dunia terhadap nikel seiring dengan pertumbuhan permintaan barang – barang elektronik seperti chip dan baterai berdampak positif bagi perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan nikel menjadi salah satu bahan dasar untuk membuat komponen barang – barang elektronik. 

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2015 mencapai kesepakatan mengenai “The 2030 Agenda for Sustainable Development” dan diikuti oleh seluruh anggota PBB. Pertemuan ini menghasilkan 17 world Sustainable Development Goals (SDG) dengan tujuan perdamaian dan kesejahteraan manusia di bumi. Salah satu kesepakatan dari program ini adalah target bahwa By 2030, ensure universal access to affordable, reliable and modern energy services”. Hal ini membuat setiap negara berlomba – lomba untuk melakukan elektrifikasi. Indonesia sebagai salah satu produsen nikel terbesar juga turut berperan dalam perlombaan ini. Kekayaan alam yang berlimpah di Indonesia di satu sisi merupakan suatu anugrah untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, secara kenyataan kondisi buruh di Indonesia justru semakin miris. 

Adapun, hal – hal yang menjadi sumber masalah adalah jam kerja yang tidak humanis. Dari cangkangnya, PT IMIP memang tidak melanggar aturan manapun. Akan tetapi, jika kita telusuri lebih dalam, di balik elektrifikasi yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat, terdapat sejumlah orang yang menjadi korban. Salah satu buruh yang bekerja di IMIP berinisial WS menjelaskan bahwa buruh-buruh IMIP bekerja dengan kondisi kerja yang buruk, mereka terpaksa bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 

PT IMIP sebagai pengelola kawasan bekerja sama dengan tenant-tenant memobilisasi buruh asing dan buruh lokal untuk dipekerjakan di setiap rantai produksi nikel. Data terakhir jumlah buruh yang bekerja di IMIP mencapai 90 ribu buruh. Mereka adalah orang-orang yang tinggal di daerah sekitar, orang-orang yang merantau dari daerah lain hingga orang asing yang didatangkan dari China.

Pada praktiknya buruh-buruh di IMIP bekerja dengan jam kerja yang sangat panjang. Sistem poin yang diterapkan oleh manajemen IMIP memaksa para buruh bekerja hingga 12 jam dalam sehari. Menurut data yang diperoleh penulis melalui wawancara dengan peneliti dari Inkrispena yang melakukan penelitian di IMIP, poin di sini menentukan insentif yang diterima buruh yang nilainya dapat mencapai 45-50 persen dari Upah Minimum Provinsi (UMP). Melalui sistem poin ini, jika buruh tidak ikut lembur maka poin akan ditambah dan jika sudah melebihi 100 poin seluruh insentif untuk bulan tersebut akan lenyap. 

Di sisi lain, praktik alih daya yang tidak pasti akibat perubahan UU Ketenagakerjaan menciptakan Labor Market Flexibility. Dalam kasus ini, buruh tidak mempunyai kontrak tetap dengan satu perusahaan. Meskipun mempunyai kontrak kerja dengan satu perusahaan tetapi tenaga kerja tersebut dapat disewakan untuk perusahaan lain. 

Dalam (Burawoy, 1978), Edwards melanjutkan analisis Braverman dan mengidentifikasi munculnya tiga bentuk kontrol yang berurutan secara historis: simple, technical dan bureaucratic. Pada abad ke-19, perusahaan pada umumnya berukuran kecil dan pasarnya kompetitif, sehingga manajemen menerapkan dominasi personalistik dan sewenang-wenang terhadap buruh (simple control). Dengan pertumbuhan industri skala besar abad ke-20, pengendalian yang sederhana membuka jalan bagi bentuk-bentuk baru. Setelah serangkaian percobaan yang gagal, modal berusaha mengatur pekerjaan melalui sistem penggerak dan dengan memasukkan kendali ke dalam teknologi, yang dicontohkan oleh jalur perakitan (technical control). Cara pengendalian ini menghasilkan bentuk perjuangannya sendiri dan, setelah Perang Dunia Kedua, digantikan oleh bureaucratic control, yang mana peraturan digunakan untuk mendefinisikan dan mengevaluasi tugas kerja dan mengatur penerapan sanksi. 

Oleh karena itu, melalui pengumpulan data dari narasumber, penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam konteks IMIP, jam kerja yang panjang menggunakan sistem poin merupakan salah satu manifestasi dari bureaucratic control modern di Indonesia. Pada awalnya buruh tergiur dengan besarnya take home pay. Namun, adanya kekosongan informasi mengenai faktor-faktor pengeluaran dan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) membuat buruh tergesa-gesa dalam mengambil pekerjaan tersebut.

Ketidakpastian kontrak kerja serta kecilnya bargaining space inilah yang menyebabkan kasus kecelakaan di IMIP tinggi. Kontrol buruh melalui sistem point berakibat pada buruh yang kelelahan kerja serta kurangnya standar K3 meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan di smelter. UU Cipta Kerja telah memperparah, bahkan memfasilitasi peningkatan risiko kecelakaan kerja di smelter IMIP.

Rujukan

PT.IMIP. (2024). Tentang Kami. PT Indonesia Morowali Industrial Park. Retrieved June 10, 2024, from https://imip.co.id/page.php?slug=tentang-kami

Burawoy, M. (1983). Between the Labor Process and the State: The Changing Face of Factory Regimes Under Advanced Capitalism. American Sociological Review, 48(5), 587–605. https://doi.org/10.2307/2094921

Indonesia. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Lembaran Negara RI Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran RI Nomor 6573. Sekretariat Negara. Jakarta.

Nugroho, A. (2018). Labor Market Flexibility: Advantages for Workforce or Threat?. Policy & Governance Review, 2(2), 132-147. doi:10.30589/pgr.v2i2.87

Sorongan, T. P. (2023, December 27). Tungku Smelter di Morowali RI Meledak, Pihak China Buka Suara. CNBC Indonesia. Retrieved June 10, 2024, from https://www.cnbcindonesia.com/news/20231227084916-4-500460/tungku-smelter-di-morowali-ri-meledak-pihak-china-buka-suara

Thamsi, A. B., Jafar, N., & Fauzie, A. (2023). Analisis Pengaruh Morfologi pada Pembentukan Nikel Laterit PT Prima Sentosa Alam Lestari. Geosapta, 7(2). http://repository.umi.ac.id/id/eprint/3608United Nations. (2015). Goal 7 | Department of Economic and Social Affairs. Sustainable Development Goals. Retrieved June 10, 2024, from https://sdgs.un.org/goals/goal7