Selain upah atau gaji, Pegawai Negeri Sipil (PNS) juga berhak atas tunjangan kinerja dan tunjangan kemahalan, serta fasilitas yang dapat mendukung pekerjaannya. Begitulah kiranya bunyi pasal 80 ayat 1 dan 2 dalam UU No. 5 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diundangkan pada 15 Januari 2014.
Meskipun UU tersebut mengatakan demikian, faktanya belum tentu mengikuti. Buktinya, selama 4,5 tahun tunjangan kinerja tenaga pengajar atau dosen yang bekerja di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Satuan kerja (Satker) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) belum dibayarkan. Kok bisa?
Dengan memaparkan sejarah keberadaan dosen di kemendikbudristek, artikel ini mencoba mengurai persoalan bagaimana dosen di lingkungan Kemendikbud-ristek belum mendapatkan hak atas tunjangan yang harus dibayarkan oleh negara selama 4,5 tahun.
Pada 11 Desember 2013, Presiden SBY menerbitkan Perpres No. 88 tentang tunjangan kinerja pegawai di lingkungan Kemendikbud. Perpres tersebut menuai protes dari kalangan dosen karena terdapat diskiminasi yang mengecualikan dosen PNS Kemendikbud sebagai penerima tunjangan kinerja. Protes berupa penggalangan petisi tersebut dipelopori oleh Abdul Hamid, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang, Banten. Petisi yang ditandatangani lebih dari 1.579 orang tersebut menuntut agar Presiden RI merevisi Perpres 88 Tahun 2013. (Merdeka.com, 07/01/2014).
Untuk diketahui, sebelum disahkannya UU ASN 2014, dosen berada di bawah kewenangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Menteri Kemendikbud yang menjabat sepanjang periode kedua Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat itu adalah, Mohammad Nuh.
Saat itu, selain dosen PNS dari Kemendikbud, yang tidak berhak atas tunjangan kinerja juga berlaku untuk dosen PNS di bawah Kementerian Agama (Kemenag). Sedangkan dosen PNS kementerian lainnya, seperti dosen PNS di lingkungan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berhak mendapatkan tunjangan kinerja.
Beberapa hari pasca protes atas terbitnya Perpres 88, tepatnya 15 Januari 2014, Presiden SBY mengesahkan UU No. 5 tahun 2014 tentang ASN. Dalam UU tersebut harapan untuk menghapuskan diskriminasi atas tunjangan dosen PNS semakin berkekuatan hukum. Dalam UU ASN tersebut menyebutkan bahwa PNS berhak mendapatkan tunjangan kinerja.
Transisi pemerintahan dari Presiden SBY ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah merombak struktur kewenangan kementerian Kemendikbud. Jika pada masa Pemerintahan SBY dosen berada di bawah kewenangan Kemendikbud, pada Pemerintahan Jokowi, kewenangan dosen tidak lagi di bawah Kemendikbud, melainkan di bawah Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek-dikti) yang saat itu dijabat oleh Muhammad Nasir (Periode 2015-2019). Sehingga ketika Jokowi mengeluarkan kebijakan menaikkan tunjangan kinerja pegawai Kemendikbud melalui Perpres 151 tahun 2015 sebagai bentuk diberlakukannya UU ASN, dosen PNS tidak lagi termasuk di dalamnya.
Sementara peraturan yang berlaku untuk dosen PNS adalah Perpres 138 Tahun 2015, Perpres 32 Tahun 2016, dan Perpres 131 Tahun 2018 yang pada intinya menyatakan dosen di bawah Kemenristek-dikti tidak berhak mendapatkan tunjangan kinerja sebagaimana yang dimaksud UU ASN.
Disahkannya UU 5 Tahun 2014 tentang ASN tidak mengubah kebijakan Pemerintah untuk memberikan tunjangan kinerja kepada dosen PNS, hanya dosen PNS Kemenristekdikti yang dikecualikan untuk mendapatkan tunjangan kinerja. Sedangkan dosen PNS kementerian lainnya yang memiliki jumlah besar seperti Kementerian Agama mulai tahun 2015 berhak mendapatkan tunjangan kinerja sebagaimana Perpres 154 Tahun 2015.
Pada masa kabinet Pemerintahan Presiden Joko Widodo yang kedua, tepatnya Desember 2019, dosen berada pada Organisasi Kemendikbud sampai April 2021, selanjutnya sampai sekarang berubah numenklatur kementerian menjadi Kemendikbudristek dengan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim. Kebijakan yang digunakan untuk mengatur tunjangan kinerja dosen PNS di Kemendikbudristek ini adalah Perpres 136 Tahun 2018 yang diturunkan dalam Permendikbud 49 Tahun 2020. Dimana Pasal 44A Permendikbud 49 Tahun 2020 menyatakan bahwa:
“Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Tunjangan Kinerja bagi pegawai di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang beralih tugas menjadi Pegawai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus berpedoman pada ketentuan Peraturan Menteri ini”.
Selanjutnya Pasal 44B menyatakan:
“Ketentuan mengenai Tunjangan Kinerja bagi pegawai di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang beralih tugas menjadi Pegawai di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 145), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku”.
Kedua pasal ini sama pentingnya sebagai pasal kemerdekaan, di mana dosen ASN di Kemendikbudristek berhak mendapatkan tunjangan kinerja. Disahkannya Permendikbud 49 Tahun 2020 ini, seharusnya diiringi dengan penentuan kelas jabatan dosen berdasarkan jabatan fungsioanal.
Penentuan kelas jabatan dosen sudah diatur dalam Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 5 Tahun 2021. Dalam peraturan tersebut disebutkan dosen pada instansi Kemendikbud dengan jabatan fungsional Asisten ahli kelas jabatan 9, Lektor kelas jabatan 11, Lektor Kepala kelas jabatan 13, dan Guru Besar kelas jabatan 15. Lamanya tunjangan kinerja tidak dibayarkan terhitung sejak dosen pada Organisasi Kemendikbud pada Pemerintahan periode kedua Presiden Jokowi yaitu mulai Januari 2020 hingga sekarang.
Gaji Dosen PNS PTN Satker di Kemendikbudristek
Gaji dosen PNS, terutama bagi PTN Satker yang tidak memiliki hak pengelolaan keuangan berkisar antara Rp3 juta hingga Rp4 juta per bulan yang dirasakan sekitar 6 tahun pertama sebagai dosen. Karena hanya mendapatkan gaji pokok, tidak ada tambahan penghasilan seperti tunjangan kinerja maupun remunerasi. Setelah 6 tahun bekerja, gaji dosen PNS mulai naik menjadi Rp6 juta hingga Rp7 juta per bulan karena mendapatkan tunjangan profesi jika dinyatakan lulus. Selisih penghasilan dosen PNS Kementerian lainnya dan Kemendikbudristek dihitung dari besaran tunjangan kinerja yang dihitung dari tunjangan kinerja kelas jabatan dikurangi dengan tunjangan profesi.
Besaran tunjangan kinerja yang berlaku sekarang kelas jabatan 11 adalah Rp8.757.600 dikurangi tunjangan profesi sebesar Rp3.426.000 adalah Rp5.331.600. Dengan demikian, setiap bulan gaji dosen PNS Kemendikbudristek lebih rendah jika dibandingkan dengan dosen Kemenperin yang mencapai Rp5.331.600. Jika dihitung sudah berlangsung selama puluhan tahun, selisih penghasilan dosen PNS PTN Satker Kemendikbudristek dibandingkan dosen PNS Kemenperin mencapai 500 juta.
Kenaikan Gaji dan Tunjangan
Di bawah ini merupakan tabel perbandingan kenaikan gaji pokok PNS dengan masa kerja 8 tahun jabatan fungsional Lektor dan tunjangan-tunjangan yang merupakan komponen gaji dosen PNS.
Dari tabel di atas terlihat bahwa kenaikan gaji PNS dari tahun 2012 sampai tahun 2024 hanya sebesar Rp903.500, sedangkan kenaikan tunjangan kinerja dari tahun 2012 kemudian tahun 2018 dan sampai sekarang adalah sebesar Rp4.902.600. Kenaikan tunjangan kinerja sangat cepat dan jauh lebih besar dibandingkan gaji pokok PNS. Sedangkan untuk tunjangan fungsional untuk jabatan fungsional Lektor mengacu pada Perpres Nomor 65 Tahun 2007, yaitu sebesar Rp700.000.
Besaran Tunjangan Kinerja yang Harus dibayar oleh Negara
Mengacu pada Perpres 136 Tahun 2018 dan Permendikbud 49 Tahun 2020, besaran tunjangan kinerja dosen disamakan untuk ASN lainnya, yaitu 100 persen dari besaran kelas jabatan. Hal ini karena Perpres 136 Tahun 2018 menghapus pasal pembayaran tunjangan kinerja berdasarkan selisih antara besaran tunjangan kelas jabatan dengan tunjangan profesi sebagaimana sebelumnya termuat pada Perpres 151 Tahun 2015.
Tabel berikut adalah rincian masing-masing berdasarkan jabatan fungsional dihitung dari Januari 2020 sampai Agustus 2024 atau selama 56 bulan.
Jumlah dosen ASN berdasarkan data dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada Statistik ASN untuk Desember 2023 sebanyak 999.065 orang yang tersebar di seluruh kementerian. Jumlah Dosen ASN di Kemendikbudristek merupakan terbanyak dibandingkan kementerian lainnya. Sehingga untuk membayarkan rapelan tunjangan kinerja dosen PTN Satker termasuk juga dosen PNS yang dipekerjakan pada perguruan tinggi swasta (PNS Dpk) diperkirakan mencapai puluhan triliun.
Penulis
-
Fatimah
-
Dosen PNS PTN di Kemendikbudristek, anggota Serikat Pekerja Kampus