Kementerian Ketenagakerjaan, berencana untuk menghapuskan status mitra bagi pengemudi ojek online (ojol) karena tidak memberikan hak-hak ketenagakerjaan dan perlindungan secara penuh. Untuk menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja, Plt Menteri Ketenagakerjaan Airlangga Hartarto akan membuat regulasi berbentuk Peraturan Menteri Ketenagakerjaan bagi perlindungan pekerja platform termasuk taksi online (taksol) dan kurir.
Persoalan status mitra sudah lama diprotes sejak satu dekade oleh pekerja platform baik yang bekerja untuk layanan mengantar penumpang, mengangkut barang dan mengantar makanan. Penulis menilai bahwa hubungan perusahaan platform dengan pekerja platform sebagai bentuk eksploitasi dengan memanipulasi hubungan kerja yang kemudian dikaburkan dengan hubungan kemitraan.
Di sisi lain, peran Kementerian Ketenagakerjaan dalam mengawasi perusahaan platform menjadi dipertanyakan karena mengenai hubungan kerja telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 ayat 15: “Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.”
Dalam pekerjaan yang sehari-hari dijalani oleh pengemudi ojol, hubungan platform dengan pengemudi telah memenuhi syarat sebagai hubungan kerja karena di dalamnya terdapat unsur pekerjaan, perintah dan upah yang melibatkan pengusaha dan pekerja.
Pengusaha dalam hubungan kerja tersebut adalah pengusaha yang menjalankan jasa angkutan penumpang, barang, makanan berbasis online yang mempekerjakan pengemudi dengan membayar upah/imbalan. Pengusaha ini yang biasa disebut sebagai perusahaan platform atau aplikator.
Pekerja dalam hubungan kerja berbasis online adalah pengemudi yang bekerja dalam layanan antar penumpang, barang dan makanan dengan menerima upah/imbalan.
Unsur pekerjaan dalam hubungan antara platform dengan pengemudi terbentuk melalui aplikasi yang dibuat oleh platform. Melalui aplikasi ini terdapat jenis-jenis pekerjaan seperti layanan antar penumpang, barang dan makanan.
Unsur upah atau imbalan dalam hubungan antara platfrom dengan pengemudi dapat dilihat melalui pemberian upah/imbalan dalam bentuk pendapatan yang tertulis di dalam aplikasi pengemudi. Pendapatan tersebut termasuk potongan yang ditetapkan oleh platform dengan potongan sebesar 30%-70%. Potongan yang besar ini pun telah melanggar aturan pemerintah yang menetapkan batas maksimal sebesar 20%.
Unsur perintah dalam hubungan antara platform dengan pengemudi diterapkan melalui perintah-perintah di dalam aplikasi yang dilaksanakan oleh pengemudi. Pengemudi wajib menjalankan perintah atas pekerjaan dan ketentuan lain yang ada dalam aplikasi. Bila pengemudi melanggar perintah dari platform maka akan terkena sanksi suspend dan putus mitra.
Kendali di tangan platform, tidak ada independensi pengemudi
Hubungan kerja yang terbangun antara perusahaan platform dan pengemudi ojol semakin nyata terlihat bahwa platform memiliki kendali atas pengemudi ojol dalam berbagai bentuk sebagai berikut:
Pertama, Manajemen algoritma digunakan platform dalam menentukan order yang diterima pengemudi pada aplikasi. Penggunaan teknologi ini dilakukan secara tertutup (tidak transparan) sehingga rawan penyelewengan, ketidakmerataan order dan rawan diskriminasi.
Kedua, Perintah platform terhadap pengemudi dalam pembelian dan penggunaan atribut perusahaan (helm, seragam, jaket, tas barang/makanan) yang bersifat komersial. Sehingga di setiap mal atau pusat perbelanjaan, pengemudi diwajibkan melepas atribut karena melekat di dalamnya sebuah merk (brand). Pengemudi diwajibkan oleh aplikator untuk menggunakan atribut dalam menjalankan setiap pekerjaan. Apabila perintah tersebut dilanggar, maka pengemudi akan terkena sanksi mulai dari pembekuan akun (suspend) hingga putus mitra.
Ketiga, Kendali total atas pengemudi ada di tangan platfrom melalui aplikasi karena dapat menentukan tarif, persentase potongan platfrom, alokasi order yang diterima pengemudi, tingkat penerimaan dan pembatalan order, sanksi, penilaian (rating) konsumen, dan insentif.
Keempat, Kendali platform terhadap order yang masuk ke aplikasi wajib dijalankan oleh pengemudi. Sehingga pengemudi tidak ada kebebasan untuk memilih order. Bila order dilewatkan atau dibatalkan maka terkena sanksi penurunan rating hingga pembekuan akun. Sehingga rating yang menurun ini akan berdampak pada penerimaan order yang semakin berkurang bahkan tidak ada sama sekali (anyep).
Kelima, Putus Mitra (PM) atau PHK dapat dilakukan perusahaan secara sepihak dan sewaktu-waktu tanpa meminta klarifikasi dari pengemudi. Sekalipun ada mekanisme banding, namun hal ini tidak bisa melindungi pengemudi dari sanksi. Selain itu platform mengenakan denda dengan cara memotong seluruh saldo yang tersisa di dalam aplikasi pengemudi.
Keenam, Platfrom mensyaratkan kendaraan pribadi yang harus disediakan oleh pengemudi ojol. Sekalipun disediakan oleh platform, pengemudi diharuskan membayar biaya sewa per harinya. Begitu pula dengan biaya operasional kerja yang harus ditanggung pengemudi. Pengemudi menanggung banyak biaya seperti biaya pembelian bensin, parkir, biaya servis kendaraan, biaya spare parts, cicilan kendaraan, cicilan handphone, cicilan atribut, pulsa, paket data serta biaya lainnya.
Ketujuh, Penahanan saldo pengemudi dalam aplikasi. Dana yang ada di dalam aplikasi tidak bebas dicairkan. Pengemudi harus mengerjakan order terlebih dahulu sebelum dana bisa dicairkan. Dana inipun hanya bisa dicairkan bila mencapai kumulatif nominal tertentu, bervariasi di rentang Rp. 30.000 hingga Rp. 50.000. Kondisi ini memaksa pengemudi ojol untuk menambah jam kerjanya dalam mendapatkan order yang tidak pasti agar dapat mencairkan dana yang ada di dalam aplikasi.
Kedelapan, Skema utang diberlakukan bila saldo pengemudi tidak cukup untuk mengambil order. Utang ini memaksa pengemudi untuk terus bekerja lebih lama hingga utang lunas. Selain itu tidak ada independensi bagi pengemudi ojol dalam menentukan apakah ia akan mengambil order yang masuk ke aplikasi atau tidak.
Mencermati kondisi penindasan di atas yang dialami oleh pekerja platform seperti pengemudi ojol, taksol dan kurir, maka sudah saatnya Kementerian Ketenagakerjaan segera mensahkan Permenaker yang menetapkan pekerja platform sebagai pekerja tetap. Tuntutan atas status pekerja tetap ini telah bertahun-tahun disuarakan melalui aksi demonstrasi di berbagai kota dan harus dikawal hingga adanya peraturan yang melindungi pekerja platfrom sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Penulis
-
Raymond J. Kusnadi
-
Jika Anda menikmati membaca cerita ini, maka kami akan senang jika Anda membagikannya!