Industri elektronik seringkali tampak ramah lingkungan, dengan citra “ruang bersih” dan tanpa cerobong asap. Namun, di balik ponsel pintar dan laptop yang ditenagai oleh chip semikonduktor canggih, tersembunyi realitas yang lebih gelap. Industri ini memiliki sejarah panjang kerusakan lingkungan, pengabaian sistemik, dan bahaya kerja serius, khususnya bagi buruh di tingkat paling bawah rantai pasokan. Buruh elektronik, terutama buruh perempuan migran di seluruh rantai pasokan—mulai dari ruang bersih di Silicon Valley hingga pabrik perakitan di Asia—telah dan masih menghadapi paparan bahan kimia berbahaya secara tidak proporsional.
Selama 50 tahun sejak awal industri di Silicon Valley, bukan hanya insiden-insiden terisolasi yang menyebabkan kerugian bagi buruh dan masyarakat. Sebaliknya, telah muncul pola kegagalan struktural yang meluas di seluruh industri. Ini disebabkan oleh kelalaian perusahaan, kegagalan regulasi, kurangnya transparansi, serta minimnya suara dan kekuatan buruh. Semua faktor ini telah berkontribusi pada krisis kesehatan kerja dan lingkungan global yang melanda industri ini.
Industri Beracun yang Dibangun di Atas Ketidaksetaraan Struktural
Sejak tahun 1970-an, kekhawatiran mengenai risiko kesehatan dari proses produksi dan pabrik semikonduktor mulai disuarakan oleh penduduk dan pendukung kesehatan masyarakat di Silicon Valley. Kekhawatiran ini timbul karena semakin banyaknya bukti bahwa buruh, terutama perempuan muda, jatuh sakit akibat paparan pelarut dan bahan kimia lain yang digunakan dalam produksi. Keguguran, kanker, cacat lahir, dan masalah gangguan fungsi saraf dilaporkan dengan frekuensi yang mengkhawatirkan.
Silicon Valley. Photographed by Coolcaesar
Santa Clara Center for Occupational Health (SCCOSH) dan Silicon Valley Toxics Coalition (SVTC) adalah pihak yang berperan penting dalam mengungkap bahaya di industri elektronik. Mereka membongkar fakta bahwa perusahaan elektronik, yang beroperasi tanpa pengawasan ketat dari peraturan lingkungan dan keselamatan kerja, bertanggung jawab atas pencemaran air tanah dengan bahan kimia beracun di sekitar pabrik. Selain itu, mereka juga sengaja memaparkan buruh pada campuran zat kimia berbahaya.
International Campaign for Responsible Technology (ICRT) didirikan pada tahun 2002 sebagai respons atas masalah global dalam industri elektronik. Saat ini, industri ini mempekerjakan lebih dari 18 juta buruh di seluruh dunia, sebagian besar adalah perempuan usia produktif dan subur. Banyak dari mereka bekerja dengan ratusan, bahkan ribuan, bahan kimia beracun yang dampak jangka panjangnya terhadap kesehatan belum sepenuhnya diungkapkan atau diteliti. Globalisasi industri elektronik pada tahun 2000-an menyebabkan sebagian besar manufaktur dialihdayakan ke Asia, menjadikan masalah ini semakin mendesak.
Dinamika struktural dalam industri elektronik sangat terkait dengan gender dan ras. Perempuan, khususnya di negara-negara Selatan seperti Tiongkok, Filipina, Indonesia, Malaysia, Vietnam, dan Meksiko, sering kali menempati posisi tingkat bawah yang memiliki paparan bahan kimia tinggi dan perlindungan kerja yang minim. Selain itu, buruh migran—banyak yang tidak berdokumen atau dipekerjakan dengan kontrak sementara—menghadapi kerentanan yang lebih besar. Hal ini diperparah oleh hambatan bahasa, ketakutan akan pembalasan dari perusahaan, serta kurangnya akses terhadap perawatan kesehatan atau bantuan hukum.
Sistem regulasi di negara-negara ini seringkali memprioritaskan investasi asing dan pertumbuhan industri, mengesampingkan perlindungan buruh. Banyak pemerintah cenderung memberikan izin beroperasi kepada perusahaan transnasional dengan pengawasan minim. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk menerapkan praktik efisiensi biaya produksi yang berpotensi membahayakan keselamatan buruh dan kesehatan lingkungan.
Dampak Jangka Panjang: Beban pada Generasi Mendatang dan Penyangkalan Sistemik
Kegagalan struktural ini telah membebankan biaya yang besar pada buruh dan keluarga mereka, komunitas, serta generasi mendatang. Berbagai studi, laporan anekdotal, dan kesaksian buruh terus-menerus mengemuka, menunjukkan hubungan antara paparan di tempat kerja dengan beragam masalah kesehatan. Masalah-masalah ini berkisar dari keguguran spontan dan infertilitas hingga gangguan perkembangan saraf pada anak-anak buruh.
Yvette bersama putranya, Mark, di rumah mereka di San Jose. Foto oleh Maryam Jameel/Center for Public Integrity
Temuan ini bukan hal baru. Pada tahun 1980-an, kampanye yang dipimpin buruh di Amerika Serikat memicu studi epidemiologi yang didanai industri. Studi tersebut mengungkap tingginya angka keguguran di kalangan perempuan yang bekerja dalam produksi chip/semikonduktor. Respons yang muncul saat itu terfragmentasi, bukan reformasi komprehensif. Beberapa perusahaan memang mengubah praktik tertentu, namun perubahan sistemik di seluruh industri tidak pernah terwujud.
Kurangnya data yang komprehensif memperparah tantangan ini. Di AS, Occupational Safety and Health Administration (OSHA) hanya memperbarui batas paparan untuk tiga bahan kimia dalam 25 tahun terakhir. Lembaga ini menjadi tidak berdaya karena kendala hukum, staf yang tidak memadai, dan kekurangan dana yang kronis. Sementara itu, pengusaha dapat memberikan Lembar Data Keselamatan Bahan (MSDS) yang tidak akurat, tidak lengkap, atau menyesatkan. Seringkali, bahan kimia digunakan dalam kombinasi atau pada suhu yang mengubah sifatnya, membuat peringatan MSDS menjadi usang atau tidak relevan.
Yang lebih mencemaskan adalah adanya standar ganda hukum terkait paparan di tempat kerja. Di bawah hukum AS, batas paparan yang diizinkan (PEL) bagi buruh seringkali jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang diizinkan untuk masyarakat umum. Selain itu, sebuah analisis tahun 2015 oleh Center for Public Integrity menunjukkan bahwa 40% sampel udara di berbagai industri melebihi batas paparan timbal OSHA. Terlebih lagi, ambang batas tersebut sangat usang dan tidak mencerminkan pemahaman ilmiah terkini mengenai toksisitas atau bahaya racun timbal, khususnya terhadap kesehatan reproduksi. Sebagai respons, The American Public Health Association telah mengeluarkan resolusi penting yang menyerukan industri untuk mengadopsi tindakan pencegahan polusi.
Gugatan hukum terhadap IBM Corporation pada akhir 1990-an oleh para buruh yang mengidap kanker dan keluarga mereka menunjukkan luasnya dampak negatif yang ditimbulkan. Ratusan klaim mengaitkan jenis kanker langka, cacat lahir, dan gangguan neurologis dengan paparan di dalam ruang bersih IBM. Meskipun IBM menyangkal bertanggung jawab, sebagian besar kasus diselesaikan. Pola penyangkalan ini terus berlanjut hingga saat ini, di mana tanggung jawab hukum dihindari melalui subkontrak, pengaturan kerja sementara, dan pemindahan lokasi produksi ke berbagai negara. Akibatnya, buruh, terutama yang tidak berserikat, informal, atau migran, jarang menerima informasi lengkap mengenai bahaya yang mereka hadapi, dan kompensasi untuk penyakit akibat kerja di industri elektronik hampir tidak ada.
Upaya Global untuk Perubahan
Perjuangan demi keselamatan buruh di industri elektronik telah mendapatkan dorongan signifikan belakangan ini. Dengan kembalinya manufaktur semikonduktor ke ranah diskusi publik, terutama dipicu oleh inisiatif seperti CHIPS and Science Act AS, berbagai organisasi akar rumput dan jaringan advokasi memanfaatkan kesempatan ini untuk menuntut perlindungan yang lebih kuat demi keadilan buruh.
Pada tahun 2024, koalisi yang terdiri dari serikat buruh, organisasi keadilan lingkungan, dan pendukung kesehatan masyarakat, termasuk ICRT, membentuk CHIPS Communities United (CCU). Tujuan utama koalisi ini adalah untuk memastikan bahwa subsidi publik yang diberikan untuk produksi semikonduktor disertai dengan komitmen yang mengikat mengenai kesehatan dan keselamatan buruh, kualitas pekerjaan, hak serikat buruh, dan keadilan lingkungan. CCU secara aktif mengadvokasi perjanjian manfaat masyarakat (CBA) yang melibatkan pengawasan dari komunitas lokal dan buruh garis depan, demi menjamin transparansi dan akuntabilitas dari produsen yang didanai publik.
Secara global, organisasi advokasi seperti ICRT dan GoodElectronics Network terus berupaya meningkatkan standar. Pada tahun 2015, mereka meluncurkan Chemical Challenge yang didukung oleh lebih dari 200 LSM dan serikat buruh, menuntut merek dan pemasok elektronik untuk:
Mengungkapkan seluruh bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi.
Membuktikan klaim keamanan dengan studi ilmiah independen.
Beralih ke alternatif yang lebih aman.
Memberikan kompensasi dan pemulihan bagi pihak yang dirugikan.
Inisiatif global PBB, Strategic Approach to International Chemicals Management (SAICM), telah menjadi dasar upaya ini dengan mendorong kepatuhan industri secara sukarela dan dialog multi-pemangku kepentingan. Meskipun kemajuan yang dicapai lambat, kampanye ini semakin dikenal seiring dengan meningkatnya kesadaran konsumen dan perhatian terhadap regulasi.
Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) telah memajukan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sebagai hak kerja esensial. Hal ini diwujudkan melalui Konvensi No. 155 (1981), No. 161 (1985), dan No. 187 (2006) yang menggarisbawahi pentingnya kerangka K3 nasional yang kokoh, akses buruh terhadap layanan kesehatan, dan integrasi aspek keselamatan dalam kebijakan industri. Meskipun konvensi-konvensi ini memberikan landasan hukum dan moral untuk reformasi di tingkat negara, implementasi dan penegakannya masih belum konsisten.
Menuju Perubahan Struktural: Prinsip untuk Industri Elektronik yang Lebih Adil
Industri elektronik perlu melakukan perombakan struktural yang mendalam, berlandaskan keadilan, transparansi, dan akuntabilitas. Hal ini penting karena selama ini industri tersebut cenderung menghindari akuntabilitas yang telah menjadi standar bagi rantai pasokan lainnya.
Beberapa prinsip utama yang harus diterapkan meliputi:
Pengungkapan Kimia Wajib: Semua bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi wajib diungkapkan secara transparan.
Hak untuk Tahu: Buruh dan masyarakat harus memiliki akses informasi mengenai bahan kimia tersebut.
Pemantauan Kesehatan Independen: Pemantauan kesehatan buruh secara teratur dan independen, khususnya bagi mereka yang rentan atau bekerja di posisi berisiko tinggi, harus dilaksanakan.
Mandat Hukum Penggantian Zat Beracun: Diperlukan regulasi yang mewajibkan penggantian zat beracun dengan alternatif yang lebih aman.
Investasi publik, seperti CHIPS Act, harus dikaitkan dengan perjanjian manfaat komunitas yang dapat ditegakkan untuk melindungi buruh dan lingkungan. Merek global harus bertanggung jawab atas keselamatan buruh dan standar lingkungan di seluruh rantai pasok mereka, meliputi pertambangan, manufaktur, dan limbah elektronik. Hak untuk berorganisasi dan berunding kolektif harus dilindungi, terutama di area berisiko tinggi. Keselamatan kerja harus diintegrasikan ke dalam semua kebijakan perdagangan, industri, dan investasi melalui mekanisme yang mengikat.
Kesimpulan: Titik Balik Akuntabilitas dan Keadilan
Kita berada di titik krusial. Pemerintah menginvestasikan miliaran untuk menghidupkan kembali produksi chip/semikonduktor di dalam negeri, sementara konsumen semakin menuntut rantai pasokan yang etis. Bersamaan dengan itu, generasi advokat baru muncul untuk menantang pengabaian yang telah berlangsung puluhan tahun.
Untuk memanfaatkan momentum ini, kita harus melampaui reformasi inkremental. Penting untuk membangun industri elektronik yang adil dan berkelanjutan, berdasarkan transparansi, pemberdayaan buruh, dan keadilan lingkungan. Masa depan yang benar-benar bersih, hijau, dan adil hanya dapat terwujud dengan mengakui sepenuhnya dampak era teknologi dan menempatkan suara mereka yang telah menanggung beban ini sebagai intinya.
Catatan Editor:Artikel ini sebelumnya diterbitkan The Asian Network for the Rights Of Occupational and Environmental Victims (ANROEV) dengan judul Worker and Community Health & Safety in the Electronics Industry. Untuk kepentingan pendidikan, Majalah Sedane menerbitkan dengan versi bahasa yang diterjemahkan oleh Fahmi Panimbang.
ANROEV & International Campaign for Responsible Technology. (2024). Biomonitoring of solvent and heavy metal exposure in Batam electronics workers. Laporan internal.
International Labour Organization. (1981). Occupational Safety and Health Convention, 1981 (No. 155) and its Protocol of 2002. Diperoleh dari https://www.ilo.org/
International Labour Organization. (1985). Occupational Health Services Convention, 1985 (No. 161). Diperoleh dari https://www.ilo.org/
International Labour Organization. (2006). Promotional Framework for Occupational Safety and Health Convention, 2006 (No. 187). Diperoleh dari https://www.ilo.org/
Silicon Valley Toxics Coalition. (n.d.). About SVTC. Diperoleh dari https://svtc.org/
Tentang Penulis
Mandy Hawes
Mandy Hawes, seorang pengacara dengan pengalaman lebih dari empat dekade, berdedikasi untuk memperjuangkan hak kesehatan buruh elektronik dan keluarga mereka. Ia adalah salah satu pendiri Santa Clara Center for Occupational Safety and Health (1977) dan mantan presiden Worksafe. Mandy telah sukses menangani berbagai kasus terkait dampak kesehatan dari paparan bahan kimia di industri elektronik global, serta berhasil mendorong peningkatan standar paparan dan penghapusan zat beracun reproduksi. Beliau juga mendirikan Safe Jobs Healthy Families, sebuah proyek dari International Campaign for Responsible Technology. Hawes merupakan lulusan Wellesley College dan Harvard Law School.
Sanjiv Pandita
Sanjiv Pandita adalah seorang pakar kesehatan dan lingkungan kerja terkemuka dengan pengalaman puluhan tahun memperjuangkan hak-hak buruh di industri elektronik. Beliau adalah pendiri Asian Network for the Rights of Occupational and Environmental Victims (ANROEV) dan telah berkolaborasi dengan berbagai kelompok akar rumput di Asia. Fokus kerjanya meliputi bahaya rantai pasokan, pengorganisasian buruh, dan pelatihan K3. Atas dedikasinya, Sanjiv telah menerima berbagai penghargaan internasional, termasuk dari Silicon Valley Toxics Coalition. Pada tahun 2008, ia dinobatkan sebagai salah satu dari 50 pemimpin Kesehatan, Keselamatan, dan Lingkungan paling berpengaruh. Saat ini, ia juga menjabat sebagai Penasihat Senior Program Asia di Solidarity Center.
Ted Smith
Ted Smith, salah satu pendiri Silicon Valley Toxics Coalition dan International Campaign for Responsible Technology (ICRT) —sebuah jaringan global yang berfokus pada teknologi berkelanjutan dan bebas polusi— telah berperan aktif dalam isu lingkungan dan keadilan. Ia menjabat sebagai penasihat untuk inisiatif lingkungan EPA di sektor elektronik, serta berbagai kelompok keadilan lingkungan dan hak-hak buruh. Ted juga merupakan salah satu penulis dan co-editor buku “Challenging the Chip: Labor Rights and Environmental Justice in the Global Electronics Industry”, serta anggota tim desain Clean Electronics Production Network (CEPN).
Refleksi Kemerdekaan dan Demokrasi yang Belum Tuntas Agustus selalu punya aroma yang khas. Bendera merah putih berkibar di sudut-sudut jalan, pengeras suara di balai warga memutar lagu kebangsaan, dan spanduk bertuliskan “Dirgahayu Republik Indonesia” membentang di mana-mana. Tapi di balik gegap gempita itu, saya menyimpan satu pertanyaan yang terus mengganjal: sudahkah kita benar-benar merdeka. Bukan […]
Mengungkap Realitas Pahit PRT yang Sering Terabaikan Pekerjaan merupakan kebutuhan dasar setiap individu, guna menunjang kebutuhan dan keberlangsungan hidup sehari-hari. Pekerjaan formal dalam hal ini mencakup pekerjaan yang terstruktur secara hukum dan institusional, seperti pegawai negeri, buruh di perusahaan swasta maupun di BUMN, serta tenaga profesional. Di luar itu, pekerjaan yang dianggap kecil, tidak secara […]
Terungkapnya skandal dugaan pemerasan pengurusan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kemenaker pada Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, membuka luka lama kaum buruh. Kasus yang menyeret Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer alias Noel tersebut, tentu saja memantik kemarahan buruh. Mengingat, kasus-kasus kecelakaan kerja yang terus meningkat setiap tahun dan menambah daftar korbannya. Kasus […]