Manual Perbaikan Gardu Rusak: Taktik Kemenangan Buruh Sektor Energi
Bayangkan sistem perburuhan kita seperti sebuah gardu induk. Seharusnya, gardu itu berfungsi menyalurkan “energi” kesejahteraan kepada para buruh yang merawatnya. Tapi kita semua tahu, gardu kita sedang rusak parah.
Setiap hari kita melihat buktinya: ada korsleting yang menyebabkan kawan kita celaka, ada kelebihan beban yang membuat kita kerja rodi tanpa upah layak, dan banyak komponen abal-abal bernama outsourcing yang dipasang hanya untuk keuntungan segelintir orang.
Buku “Transisi Energi: Privatisasi Listrik, Ketidakadilan, dan Perlawanan Serikat Pekerja“ karya Khamid Istakhori adalah manual perbaikan untuk gardu yang rusak itu. Buku ini membuktikan satu hal yang paling penting: kerusakan ini disengaja, dan bukan salah kita.
Buku ini adalah peta lengkap yang menunjukkan di mana letak komponen-komponen yang rusak itu, dan yang terpenting, bagaimana cara kita memperbaikinya.
Mengapa Gardu Ini Rusak?
Buku ini tidak basa-basi. Ia langsung membongkar instalasi yang salah di Bab III: Problematika Pekerja. Ini adalah cermin dari kerusakan yang kita lihat setiap hari:
- Komponen Abal-abal Bernama Outsourcing: Gardu ini sengaja dibuat tidak stabil. Buku ini mencatat bagaimana di satu Unit Layanan PLN, teknisi tetap hanya 8 orang, sementara 98 lainnya adalah buruh outsourcing. Mereka adalah buruh yang sama, dengan risiko tersetrum yang sama, tapi tanpa jaminan kerja.
- Sekring yang Sengaja Dikecilkan (Upah Murah): Aliran kesejahteraan sengaja dihambat. Upah dibayar harian (jauh di bawah UMK) dan lembur dihitung “jam mati”—istilah mereka untuk upah lembur yang jauh lebih murah dari aturan.
- Tanpa APD, Tanpa Pelindung: Ini adalah bagian paling mematikan. “Cerita 1” dan “Cerita 2” adalah laporan investigasi nyata tentang bagaimana buruh tewas atau cacat permanen karena dipaksa memperbaiki jaringan bertegangan tinggi tanpa perlengkapan keselamatan yang layak.
Buku ini juga menunjukkan siapa dalang di balik kerusakan ini. Jargon indah “Transisi Energi” ternyata hanyalah kedok untuk agenda lama: Privatisasi. Mereka ingin mengambil alih gardu kita—gardu yang, seperti diingatkan oleh Syarif Arifin di bagian epilog buku ini, dulu direbut oleh kakek-nenek kita di serikat buruh dari tangan penjajah.
Manual Perbaikan: Memadamkan Api Sambil Mengambil Alih Gardu
Di sinilah buku ini menjadi manual yang sangat penting. Di tengah kondisi gardu yang berbahaya, kita harus melakukan dua hal sekaligus: memadamkan percikan api agar tidak ada lagi korban, dan membangun kekuatan untuk mengganti komponen yang rusak.
Buku ini menunjukkan kedua taktik itu.
1. Taktik Darurat (Memadamkan Api)
Kita tidak bisa membiarkan kawan kita terbakar. “Cerita 1” adalah contoh taktik pemadaman darurat (advokasi) yang wajib kita kuasai. Saat seorang buruh di Bali, Irawan, cacat permanen akibat kerja dan serikat lokalnya ketakutan, pengorganisir turun tangan. Mereka tidak diam saja. Mereka menggunakan jaringan, melapor ke Kementerian Ketenagakerjaan, dan memastikan Irawan mendapat kompensasi.
Bab IV (“Advokasi”) adalah “kotak perkakas darurat” kita. Menggunakan jalur hukum, melapor ke pengawas, menggandeng media—semua ini penting untuk bertahan hidup dan menyelamatkan kawan kita hari ini.
2. Taktik Jangka Panjang (Mengambil Alih Gardu)
Tapi, kawan, memadamkan api saja tidak cukup. Komponen yang rusak akan terus-menerus korslet.
Solusi sejatinya adalah membangun tim teknisi yang cukup kuat untuk mengambil alih gardu. Dan “Cerita 5: SERBUK PLTU Sumsel 1” adalah cetak biru kemenangan kita.
Ini adalah pelajaran strategi yang sangat mahal. Coba bayangkan:
- Korsleting Pertama (2020): 75 teknisi pemberani mencoba memperbaiki gardu sendirian. Mereka minoritas. 600 teknisi lain tetap bekerja. Hasilnya? Mereka kalah telak, dan diputus kontrak.
- Membangun Tim (2020-2021): Mereka tidak menyerah. Mereka melakukan “gerakan bawah tanah”. Mereka memetakan kawan, merekrut satu per satu di mess, dan membangun tim secara diam-diam.
- Kemenangan Total (2021): Setelah setahun, mereka bukan lagi 75 orang. Mereka sudah menjadi tim solid yang terdiri dari 80% total pekerja. Ini adalah kekuatan mayoritas. Saat mereka mengumumkan akan “mematikan gardu” (mogok), perusahaan panik. Hasilnya? Perusahaan menyerah sebelum perbaikan dimulai. Semua komponen rusak diganti: status pekerja tetap dikantongi, upah lembur dibayar, karantina dihentikan.
Itulah perbedaannya. Taktik pertama (advokasi) memadamkan api. Taktik kedua (pengorganisasian) memperbaiki gardunya secara permanen.
Panggilan Aksi: Saatnya Membaca Manual Perbaikan
Kawan-kawan, buku ini adalah manual perbaikan yang kita butuhkan. Ia menghargai kerja-kerja darurat kita, sekaligus mengingatkan kita bahwa kemenangan sejati hanya datang dari pengorganisasian basis yang disiplin dan sabar.
Membaca “Cerita 5” membuat kita lapar akan strategi. Kita beruntung. Pengetahuan tentang cara membangun tim 80% itu kini sedang diadaptasi ke dalam konteks dan bahasa kita.
Jika Anda menikmati membaca cerita ini, maka kami akan senang jika Anda membagikannya!