Pagi hari, 24 Desember 2023. Pukul 04.00 WITA Harja (bukan nama sebenarnya), hampir menyelesaikan tugasnya. Harja adalah mekanik tungku smelter peleburan mineral logam di lantai dua gedung departemen feronikel di PT ITSS (Indonesia Tsingshan Stainless Steel). Tungku tersebut merupakan tungku paling penting di departemen feronikel karena dapat menentukan bagian-bagian lain.
PT ITSS merupakan pabrik asal Tiongkok pembuat stainless steel dan pengolahan mineral logam, yang beroperasi di kawasan industri IMIP (Indonesia Morowali Industrial Park) di Morowali Sulawesi Tengah. PT ITSS memperoleh IUP OPK (Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus) dari 15 Oktober 2019 hingga 15 Oktober 2049. Kantor pusatnya di Gedung Wisma Mulia Lantai 41, Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 42, Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.
Menurut Majalah Klaster Edisi 24 Januari 2022 yang diterbitkan oleh IMIP, PT ITSS memiliki kapasitas produksi 600.000 ton Nickel Pig Iron (NPI) dan 1.000.000 ton Stainless Steel.
Pemegang saham PT ITSS antara lain Tsingshan Holding Group Company Limited (50 persen), Ruipu Technology Group Company Limited (20 persen), dan Tsingtuo Group Company Limited, Hanwa Company Limited dan PT IMIP, masing-masing 10 persen.
Tungku smelter merupakan tungku peleburan logam untuk membersihkan dan memurnikan mineral tambang dari kotoran dan material lain. Dengan dilebur maka kandungan logam nikel sebagai bahan baku produk akhir akan meningkat. Proses peleburan dilakukan dengan membakar logam dengan suhu tinggi dan dicampur dengan bahan fluks. Reaksi kimia, akan mengeluarkan karbon monoksida, karbon dioksida, senyawa cair berupa tembaga, besi dan belerang. Proses peleburan tersebut merupakan salah satu potensi bahaya kerja baik dari aspek peralatan maupun bahan kimia. Meskipun produk akhir nikel untuk membuat awet dan ramah lingkungan barang-barang elektronik dan otomotif, proses pembuatan nikel tidak ramah buruh dan membuat nyawa mudah melayang.
Pukul 05.00, Harja bersama kawan-kawan satu sifnya bersiap untuk beristirahat. Harja merebahkan badan di dekat kontainer. Arif (bukan nama sebenarnya) bersandar di kursi. Sedangkan kawan-kawan yang lain memilih tempat beristirahat yang mereka sukai.
Gelap malam ditelan cahaya matahari. Angin pagi yang menyapu dedaunan pohon-pohon di sekitar PT IMIP tidak membuat ruangan tungku menjadi lebih segar. Terlihat beberapa wajah buruh sif satu berdatangan dan berkumpul untuk di-briefing di lantai satu. Mereka diberikan pengarahan mengenai pekerjaan hari itu.
Harja bercerita. Minggu-minggu tersebut para buruh selalu lembur. Bahkan, bagian mekanik dari regu buruh reguler bekerja terus-menerus selama 24 jam, pada 22 Desember. Harja dan kawan-kawannya, merasa badannya ringsek. Namun ia dan kawan-kawannya harus menjalani pekerjaan. Mereka tidak mau disebut buruh pemalas dengan alasan istirahat karena terlalu cape bekerja. Seperti kata-kata mutiara yang sering diungkapkan HRD di perusahaan manapun, “Lebih baik cape bekerja, ketimbang cape nganggur.” Tentu saja HRD mengungkapkan kata-kata tersebut sambil beristirahat.
Selain kesibukan bekerja lembur, seminggu sebelum 24 Desember, departemen feronikel PT ITSS sibuk memperbaiki tungku 3 atau disebut dengan tungku No 41. Mereka harus memperbaiki tungku peleburan secepatnya. Karena pekerjaan lain menunggu, yaitu memperbaiki tungku 1 ferosilikon.
Di PT ITSS terdapat tiga tungku ukuran raksasa. Dua tungku peleburan ferro silicon dan satu tungku untuk feronikel, yang baru saja diperbaiki oleh Harja dan kawan-kawannya.
Karena produksi sedang digenjot, semua buruh regu mekanik dari helm kuning hingga foreman bahu membahu menyelesaikan perbaikan tungku. Tidak hanya buruh mekanik dari perusahaan lain pun dikerahkan untuk memperbaiki tungku. Di antaranya adalah buruh mekanik dari PT OSMI (PT Ocean Sky Metal Industry). PT OSMI merupakan salah satu pabrik pembuat feronikel yang beroperasi di kawasan indusri IMIP.
Pinjam-meminjam buruh dari satu pabrik ke pabrik lain merupakan kelumrahan di kawasan industri IMIP. Di IMIP, para buruh mendaftar dan membuat kontrak kerja dengan IMIP. Di klausul perjanjian kerja disebutkan bahwa IMIP berhak memindah-mindahkan buruh dari satu perusahaan ke perusahaan lain di lingkungan IMIP. Dari total 52 perusahaan yang beroperasi, memang beberapa di antaranya dikuasai IMIP, seperti ITSS. Tapi, ada pula perusahaan lain yang tidak dikuasai oleh IMIP, seperti PT Hengjaya Mineralindo, dengan 80 persen sahamnya dikuasai oleh Nickel Mines Australia dan sisanya oleh PT Hengjaya Mineralindo.
Dengan praktik di atas, dapat disebutkan bahwa IMIP tidak hanya memasok nikel murah untuk perusahaan-perusahaan raksasa, tapi menyediakan lahan dan buruh patuh. Tak heran, IMIP pun memiliki tim khusus untuk mendisiplinkan buruh, yang bertugas ‘menegur’ buruh yang dianggap membangkang.
***
Pagi itu, Harja merasakan tubuhnya semakin teruk. Dengan tenang, ia melepaskan kantuk. Pikirannya membayangkan tubuhnya direbahkan di atas tempat tidur di rumah. Harja sayup-sayup mendengar ledakan. Ia tidak peduli. Sejak memutuskan bekerja sebagai mekanik di kawasan IMIP, ledakan adalah hal yang biasa. “Ah, paling tungku di sebelah,” batinnya.
Harja terperanjat, ketika Andi membangunkannya. Andi terlihat panik. Harja masih mengumpulkan ingatan. Andi berusaha menariknya sekuat tenaga dan berteriak, “Kebakaran, kebakaran, ayo… ayo… !” Andi lari terbirit-birit meninggalkan Harja. Harja mengendalikan diri. Seketika, Harja melihat api menjalar disertai ledakan. Dengan cepat, api melumat jendela lantai dan barang-barang di lantai dua. Harja mendengar teriakan berulang-ulang. Ruangan yang tadinya hanya terasa panas dan terdengar suara mesin, kini seperti pasar: ramai.
Kepanikan melanda, Harja dan beberapa temannya menyelamatkan diri ke arah gedung lain. Mereka segera mengenakan helm pelindung kepala yang biasa dipergunakan bekerja. Api melahap semua barang di sekitarnya dengan cepat. Harja dan kawannya menyelamatkan diri.
Harja dan kawan-kawannya selamat. Sayang sekali, kawan-kawan Harja yang lain gagal menyelamatkan diri. Mereka terjebak di lantai dua. Ia melihat salah satu buruh yang dibalut api di tubuhnya dengan helm yang meleleh melompat dari lantai dua.
Ketika api berhasil dipadamkan, Harja menyaksikan kawan-kawannya telah hangus. Pagi itu, hati Harja tersayat-sayat dan marah. Ia tidak dapat berbuat apa-apa. Harja dan kawan-kawannya serta departemen HSE (Health, Safety and Environment) segera membantu para korban.
Beberapa korban meringis kesakitan. Ada pula yang berteriak. Ternyata ambulans terlambat datang. Para buruh berinisiatif menghentikan truk milik kontraktor yang tersedia. Korban diangkut dengan truk untuk dibawa ke rumah sakit.
Sebenarnya, sekitar 10 menit dari lokasi kejadian terdapat klinik perusahaan. Korban tidak dibawa ke klinik karena ambulans tidak sigap. Kondisi korban semakin memburuk. Harja sempat berpikir, “Seandainya ambulans segera datang dan membawa ke klinik, korban tidak akan terlalu banyak.”
Harja menyaksikan manajemen IMIP lambat menangani kecelakaan. Hari itu, ditemukan 13 orang meninggal. Puluhan buruh lainnya yang terkena semburan api harus dibawa ke rumah sakit.
Dua hari kemudian, manajemen IMIP merilis jika penyebab ledakan adalah cairan yang terbakar di dalam tungku yang menyambar tabung oksi (tabung berisi oksigen untuk pengelasan). Saat itu sedang dilakukan pemasangan plat untuk memperbaiki tungku yang bocor.
Dan, seperti dilakukan dalam kasus-kasus kecelakaan kerja yang menyebabkan nyawa melayang, perusahaan menyelesaikan kasus dengan memberikan santunan. Bukan merehabilitasi korban serta memastikan ruang kerja, bahan kerja, waktu kerja dan alat kerja dalam kondisi aman untuk buruh.
Korban meninggal dalam tragedi tersebut oleh IMIP diberikan santunan sebesar Rp600 juta untuk yang meninggal dunia. Sementara untuk korban luka–luka mendapatkan santunan sesuai dengan kondisi korban.
Per 31 Desember 2023, jumlah korban meninggal mencapai 18 orang, atau bertambah 5 orang sejak kejadian pada 24 Desember. Tiga orang dari korban tersebut adalah kawan satu divisi dengan Harja.
Bagi Harja dan Andi, ledakan tungku di lantai dua bukan faktor teknis bahan kimia dan kebocoran. Tapi tungku-tungku tersebut memang sudah rusak tapi terus-menerus dipaksakan untuk dipergunakan. Lagi pula, para buruh dalam keadaan lelah karena bekerja ekstra.
“Tungku itu memang sudah retak sebelumnya, sudah tipis dan terasa panasnya, tapi tetap dipaksa produksi. Tungkunya memang bermasalah,” kata Andi.
Menurut Andi dan Harja, tungku tersebut memang sempat dimatikan. Tapi hanya 4 hari. Kemudian diperbaiki dengan cara dibelah dan ditambal dengan plat besi untuk memperkuat kerangkanya. Padahal, idealnya, tungku peleburan mineral logam dibiarkan selama 1 hingga 2 minggu. Syarat perbaikannya pun harus dipastikan tidak ada cairan asiteling yang terbakar. Pembersihan asiteling biasa dilakukan dengan proses tapping atau disedot keluar, untuk dimatikan atau dengan cara ditunggu sekitar 5 hari hingga mendingin.
Harja menduga, manajemen dengan sengaja menggunakan tungku dengan kualitas buruk untuk melebur mineral logam. Karena harganya lebih murah. Dugaan lainnya, manajemen dengan sengaja mengintensifkan kerja buruh mekanik yang tersedia untuk menekan ongkos produksi ketimbang menambah buruh mekanik lebih banyak.
Prosedur perawatan tungku ideal dengan sengaja tidak dijalankan mengejar target produksi. Menurut cerita Maman (bukan nama sebenarnya) salah satu buruh yang bekerja di perusahaan IMIP, hampir seluruh perusahaan menerapkan pola kerja mengejar target produksi dengan mengabaikan keselamatan buruh dan kesiapan alat-alat kerja. “Pengawas-pengawas di smelter selalu meminta kita cepat menyelesaikan perbaikan,” tambah Maman.
Cerita Harja, Andi dan Maman memperlihatkan bahwa standar keselamatan kerja ditundukan pada target produksi. Jadi, kecelakaan kerja di lantai 2 PT ITSS disebabkan penggunaan tungku yang masih dalam perbaikan. Alat tersebut dipaksakan untuk dipergunakan melebur mineral logam.
Faktor selanjutnya, para buruh mekanik yang memperbaiki tungku dalam keadaan lelah dan kehilangan konsentrasi karena terus-menerus dipaksa bekerja lembur dan harus menyelesaikan pekerjaan dengan cepat.
Dampak-dampak buruk peleburan mineral logam, tentu saja diketahui oleh manajemen IMIP. Namun, infrastruktur evakuasi dengan sengaja tidak disediakan. Keselamatan dan kesehatan kerja dibebankan kepada buruh. Dalam kasus ledakan tungku, para buruh menyelamatkan diri dan saling membantu sesama buruh.
Setelah kejadian tersebut Harja mengaku trauma. Ia berharap dapat memiliki pekerjaan lain yang lebih aman. Ia tak sanggup membayangkan kawannya yang dilumat api menimpa dirinya. “Nyawa saya tidak ternilai. Nyawa saya tidak akan dihargai berapapun. Saya mau bekerja untuk menghidupi keluarga sehingga kesehatan dan keselamatan lebih penting dari segalanya.”
Penulis
-
Catur Widi
-
Peneliti Rasamala Hijau Indonesia