Pada 16-17 April 2016 KPBI (Konfederasi Perjuangan Buruh Indonesia) menggelar Konferensi Nasional di Padepokan Pencaksilat Taman Mini Indonesia Indah yang merupakan persiapan Kongres I Nasional KPBI. Acara dibuka dengan seminar yang menghadirkan tiga pembicara yaitu: Dewi Kartika, Wakil Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria, Rachmi Hertanti Direktur Eksekutif IGJ dan Fahmi Panimbang dari ATNC (Asia Transnational Corportations Monitoring Network). Setelah itu dilanjutkan dengan diskusi yang menyusun road map atau peta jalan menuju Kongres I KPBI.
Di kesempatan tersebut tim Majalah Sedane, Azhar Irfansyah, Dina Septi dan Alfian Pelu, berbincang-bincang dengan dua pimpinan KPBI, Ilhamsyah atau Boing dan Michael ‘Oncom’.
Kenapa memilih untuk membangun konfederasi baru?
Oncom: Kita melihat situasi ekonomi sekarang di mana cengkeraman neoliberalisme didukung oleh rezim yang berwatak eksekutor. Ketika Jokowi naik, apa pun yang menjadi kepentingan investor langsung diwujudkan. Ketika dia berkunjung ke negara lain misalnya, dia akan menawarkan Indonesia sebagai tujuan investasi dengan berbagai iming-iming, salah satunya upah buruh murah. JK juga sama. Apa pun yang jadi kebutuhan kaum pengusaha dia yang akan ketuk palu.
Program-program neoliberalisme akhirnya jadi semakin marak belakangan ini. Misalnya MEA yang membuat perpindahan tenaga kerja semakin mudah sehingga banyak tenaga asing masuk ke Indonesia. Kita bukan menolak tenaga kerja asingnya, kita menolak sistem yang menjadikan buruh sebagai komoditas. Pemerintah pun menyesuaikan kebijakan nasionalnya dengan agenda-agenda neoliberal ini. Di sini pemerintah membutuhkan legitimasi dari serikat buruh juga.
Seperti yang kita ketahui, sekarang ada delapan konfederasi serikat buruh yang tercatat di menakertrans. Tapi sebenarnya hanya ada tiga konfederasi yang diakui secara politis oleh pemerintah. Ada KSPI pimpinan Said Iqbal, KSPSI pimpinan Andi Gani, dan KSBSI pimpinan Mudhofir. Hanya tiga ini yang dimintai restu oleh pemerintah kalau ada perubahan kebijakan. Kalau saja salah satu dari tiga konfederasi ini bisa dipegang pemerintah, maka pemerintah akan mudah sekali melakukan penyesuaian regulasi. Maka di sini kita butuh konfederasi alternatif, konfederasi yang akan tetap melawan kalau penyesuaian kebijakan pemerintah tidak pro-buruh. Inilah salah satu alasan kenapa kita membentuk konfederasi sendiri dan tidak melebur dengan konfederasi lain.
Di samping itu kita juga melihat kebutuhan mendesak. Sekarang ini ‘kan pertumbuhan ekonomi anjlok sehingga terjadi PHK massal. Ketika ini terjadi, sebagaimana saya rasakan dengan teman-teman FPBI, kita tidak bisa bertahan sendirian sebagai federasi. Kita harus mempertahankan diri bersama federasi-federasi lain yang senasib. Kalau kita mau memperjuangkan regulasi yang melindungi buruh dari PHK massal ya harus bersama-sama federasi lain. Jadi konfederasi yang hendak kita bangun ini bukan hanya alat pertahanan tapi juga alat perlawanan. Bertahan dari hantaman krisis kapitalisme sekaligus juga melawan kapitalisme itu sendiri.
Boing: Seperti yang sudah disampaikan kawan saya, kita didesak situasi obyektif untuk berjuang bersama-sama. Ada hantaman terhadap gerakan buruh yang menyebabkan banyak federasi kehilangan anggota-anggotanya. Jika hantaman ini tidak ditahan maka akan semakin banyak serikat yang terberangus.
Pasca reformasi banyak serikat muncul di Indonesia baik lokal maupun nasional. Upaya penyatuan memang sudah pernah dilakukan. Tapi masih cukup banyak federasi-federasi yang belum mempunyai wadah konfederasi. Harus ada upaya yang terus-menerus membangun konsolidasi antar federasi agar fragmentasi bisa semakin diminimalisir. Tapi kita tidak hanya berhenti sampai konfederasi. Konsolidasi, bagi saya paling tidak, harus dilakukan hingga antar konfederasi untuk membangun satu wadah yang lebih besar lagi. Kita cari formasi persatuan yang lebih kuat.
Kami juga melihat banyak federasi yang belum punya wadah konfederasi. Federasi-federasi ini bisa jadi sasaran konsolidasi. Ada juga beberapa sektor strategis yang perlu diorganisir. Sektor perkebunan misalnya, belum ada wadah yang cukup kuat secara nasional. Sedangkan gerak modal pembukaan kebun sawit dan perkebunan baru lain sangat massif. Jumlah tenaga kerja yang terserap sangat banyak. Persoalan-persoalannya juga akut. Tapi persoalan-persoalan ini tidak terekspos karena terjadinya bukan di pusat. KPBI pernah bertemu serikat perkebunan di Riau dan menawarkan gagasan konsolidasi sektor perkebunan. Mereka sangat antusias. Maka berikutnya mereka harus membangun federasi, karena memang belum ada federasinya.
Begitu juga pelabuhan sebagai sektor strategis. Pengorganisiran sektor pelabuhan ini kalau hanya dilimpahkan pada FBTPI (Federasi Buruh Transportasi dan Pelabuhan Indonesia) maka akan butuh waktu yang sangat lama. Ini bukannya saya sektarian lantaran saya bagian dari FBTPI. Tapi karena memang Indonesia negara maritim yang rezimnya sedang menggalakkan poros maritim, tol laut misalnya. Gerak modal banyak ke sektor maritim. Sektor ini akan menyerap banyak tenaga kerja. Sektor ini juga vital. Jantungnya kapitalis, ya pelabuhan. Semua bahan baku dan ekspor harus melalui pelabuhan. Tetapi sampai saat ini serikat di sektor pelabuhan juga belum punya posisi tawar yang cukup karena belum ada penyatuan. Ini yang ke depan akan jadi tugas KPBI.
Kenapa tidak bergabung dengan konfederasi yang sudah ada?
Boing: Ada keterbatasan konfederasi-konfederasi yang sudah ada hari ini. Salah satu contohnya, KPBI nanti akan jadi motor konsolidasi baik bagi gerakan buruh di Indonesia maupun regional dan dunia. Watak internasional ini harus diterjemahkan dalam kerja-kerja konkret untuk membangun kekuatan kelas buruh yang tidak ada batasannya. Peran ini tidak ada yang mengambil pada hari ini. Konfederasi-konfederasi yang ada hari ini tidak meletakkan perlawanan gerakan buruh nasional menjadi motor konsolidasi gerakan buruh di negara lain paling tidak Asia. Dalam rekam jejaknya, konfederasi-konfederasi yang sudah ada juga kerap menahan diri. Contohnya pada pertarungan kontrak dan alihdaya. Akar rumput gerakan buruh menginginkan alihdaya dihapus dari UU 13/2003. Tapi bagi beberapa konfederasi, kompromi yang menyisakan lima jenis pekerjaan untuk dialihdayakan itu sudah cukup.
FBTPI sebelumnya sudah menjajaki konfederasi mana yang pas untuk berafiliasi sebagai wadah. Tapi akhirnya kami tak menemukan konfederasi yang pas.
Apa peran yang akan diambil KPBI dalam isu buruh perempuan?
Boing: Di beberapa federasi kami sudah mulai membentuk biro perempuan. Kami juga ada FBLP yang basisnya kebanyakan perempuan. Teman-teman FPBI juga punya divisi perempuan. Bagi kami, KPBI harus bersikap dalam isu perempuan bukan hanya dari kaca mata gender semata, melainkan perempuan sebagai korban dari sistem kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme perempuan lebih rentan menjadi obyek eksploitasi, rentan eksploitasi tubuh atau diskriminasi. Kami melihat problem utamanya adalah sistem kapitalisme dan budaya patriarki. Kami sudah punya rencana untuk membuat biro perempuan di tingkat konfederasi.
Oncom: Bentuk konkretnya, KPBI juga membentuk barisan buruh perempuan. Barisan ini gunanya untuk menyatukan basis-basis federasi KPBI yang perempuan. Dari penyatuan itu nanti menjadi ruang pendidikan soal hak-hak perempuan, buruh perempuan, dan perspektif perempuan. Nanti kalau sudah kongres KPBI kami akan jadikan sebagai divisi atau departemen tersendiri.
Harus ada divisi atau departemen tersendiri karena banyak persoalan hak-hak normatif buruh perempuan yang banyak tidak diberikan atau dilaksanakan perusahaan. Kita akan konsolidasi buruh perempuan, karena banyak juga buruh perempuan yang tidak sadar akan haknya. Selanjutnya akan kita lakukan juga advokasi. Misalnya perusahaan yang tidak memberikan cuti haid, ini akan kami perjuangan agar hak diberikan.
Beberapa isu utama yang akan kita perjuangkan antara lain adalah hak cuti haid, ruang asi, tempat penitipan anak dalam kawasan.
Apa persoalan gerakan buruh yang sekarang ini mendesak dan apa program dari KPBI untuk menyikapinya?
Oncom:Pertama soal politik upah murah. Problem utama buruh kan soal upah murah. Karena upah murah kan buruh nggak punya daya tawar. Kami akan mendorong upah layak nasional. Yang Kedua alihdaya yang membuat buruh tidak punya kepastian bekerja. Kerjanya dibatasi dalam waktu tertentu. Solusi yang kita dorong adanya undang-undang yang melindungi buruh, yang memberikan jaminan sosial.
Boing: Selain yang tadi sudah disebutkan, ada problem sistematis di mana negara tidak menjalankan fungsi dan tugasnya melalui institusi yang bertanggung jawab. Ada kementrian tenaga kerja, ada dinas tenaga kerja, ada sku dinas tenaga kerja. Harusnya kan institusi-institusi ini menjalankan fungsi kontrol dan pelaksanaan undang-undang. Karena fungsi ini tidak berjalan makanya banyak pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di pabrik-pabrik. Sudah upahnya murah tapi masih juga ada yang memberi upah di bawah standar, sudah ada lima jenis kerja yang bisa dialihdaya tapi masih juga ada yang mengalihdayakan jenis pekerjaan inti.
Sistem penyelesian perburuhan juga memakan waktu yang lama. Proses menyelesaikan persoalan PHK saja bisa bertahun-tahun. Banyak buruh yang menyerah karena proses yang berlarut-larut. Di sini buruh posisinya lebih lemah karena tidak mampu berhadapan dengan perusahaan. Sistem peradilan yang ada melepaskan fungsi dan tanggung jawab negara. Buruh disuruh bertarung sendiri melawan perusahaan di peradilan. Padahal banyak buruh yang jangankan menggugat perusahaan, mengajukan laporan ke suku dinas ke tenaga kerja saja tidak bisa. Terlebih lagi posisi buruh yang tidak berserikat.
Problemnya, UU 13 menerapkan neoliberalisasi hukum perburuhan di mana negara lepas tanggung jawab. Beda dengan UU 12 1964 atau UU 22 1957 di mana PHK tidak sah kalau tidak diizinkan P4D. Inilah problem yang paling mendesak sekarang ini. Negara yang mengabdi pada modal pasti akan membuat hukum yang lebih menguntungkan kepentingan pemodal. Negara lebih condong berkampanye agar investor menanam investasi. Bukannya negara yang membangun industrinya sendiri melainkan melalui investor. Dan investor bukan membangun industry untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, melainkan memenuhi kebutuhan pasar global.
Untuk mengatasi persoalan ini adalah dengan menyatukan kekuatan, mendorong adanya konsolidasi besar, mendorong agar konsolidasi besar ini berpikir bahwa persoalan yang ada sekarang adalah persoalan sistem. Makanya kita melalui GBI mendorong untuk membangun kekuatan politik agar kita bisa bertarung mengubah aturan hukum. Ini hanya mungkin kalau kita punya legitimasi, partai, dan perwakilan di parlemen.
Bagaimana KPBI akan membesarkan organisasinya di tengah-tengah surutnya gerakan buruh?
Boing: Saya melihat satu periode maju-mundurnya gerakan buruh itu tidak pendek. Meskipun gerakan buruh sempat terpukul mundur dalam periode tertentu, tapi dalam hitungan satu atau dua tahun ke depan akan berakumulasi. Gerakan buruh pada 2001 itu dipukul habis-habisan hingga terjadi bentrok di jalan-jalan. Tapi pada 2005 bangkit kembali dalam bentuk penolakan UU 13, mulai terjadi aksi sweeping. 2005 sampai 2010 itu gerakan buruh bangkit dalam aksi-aksi massa. Hampir setiap Mayday terjadi sweeping di kawasan-kawasan industri. 2010 sampai 2015 mulai terjadi aksi-aksi pemogokan nasional, tidak hanya di satu kawasan.
Pukulan balik sebetulnya mulai terjadi pada 2013, setelah pemogokan nasional kedua. 2014 mengalami kemunduran tapi pada 2015 sempat meningkat lagi. Inilah makanya periode gerakan buruh tidak bisa dilihat dalam jangka waktu pendek. Dalam upaya untuk membangkitkan gerakan buruh lagi ya tidak bisa sendiri. Itulah makanya kita mendorong terbentuknya GBI. Dengan bergerak bersama konfederasi lain, gerakan buruh bisa membangun kembali dinamika gerakan buruh. Kalau kami hanya satu konfederasi saja tidak akan sanggup.
Ketika gerakan buruh terpukul, dalam waktu tertentu mungin akan mereda. Tapi kemudian akan bangkit lagi dan kebangkitannya berkali lipat. Dari tahun ini hingga 2020 nanti pasti akan ada momentum kebangkitan buruh yang lebih dahsyat dari pemogokan nasional pertama, kedua dan ketiga. Ini karena hukum sejarah terus bergerak ke sana. Selagi masih ada yang terus konsisten untuk mendorong gerakan buruh. Beberapa konfederasi mungkin menahan diri, makanya kita butuh konfederasi alternatif yang terus konsisten.
Terobosan bentuk konsolidasi internasional seperti apa yang dijalankan KPBI?
Boing: Kerja-kerja internasional selama ini lebih mengikuti ritme gerakan internasional. Ada banyak juga yang hubungan kerja sama internasionalnya hanya dalam kerangka pendanaan. Ada yang lebih maju dengan menentukan afiliasi internasional. Kita tidak menafikkan bentuk-bentuk konsolidasi internasional sebelumnya. Tapi yang lebih penting, kita yang gerakan buruhnya sedang bangkit harusnya bisa menjadi poros konsolidasi. Kita tidak bisa menjadikan Eropa dan Amerika sebagai acuan gerakan buruh. Eropa dan Amerika mungkin sudah selesai dengan persoalan normatif. Kondisi mereka lebih nyaman.
Indonesia bisa mempengaruhi konstelasi ekonomi dunia, maka itu gerakan buruhnya jika terhubung dengan negara-negara lain di Asia akan dapat mempengaruhi dinamika gerakan buruh dunia. Asia ini penting karena kita terhubung secara regional. Kan sekarang ini banyak kesepakatan-kesepakatan perdagangan bebas regional, makanya menjadi strategis untuk membangun konsolidasi regional. Hal konkret bisa dilakukan dengan bersolidaritas jika terjadi gerakan buruh di negara lain. Jika terjadi gerakan di Myanmar terjadi gerakan buruh, maka gerakan buruh di Indonesia harus bersolidaritas. Mulai saja dari hal-hal kecil.
Kita butuh konsolidasi yang lebih strategis di tingkat regional Asia yang problem-problemnya hampir sama. Dalam menghadapi dan mengantisipasi gerak modal yang semakin cepat, harus dilawan juga gerakan buruh yang levelnya internasional.
Oncom: Konsolidasi internasional yang akan kita bangun ini bertahap. Kita melihat persamaan teritori dulu. Situasi ekonomi sekarang kan penetrasi modal banyak masuk ke Asia. Inilah kenapa banyak kesepakatan perdagangan bebas banyak terbentuk di Asia. Di sini kita melihat potensi konsolidasi antar gerakan buruh, karena keterhubungannya sudah ada. Makanya sebisa mungkin kita konsolidasi dengan serikat-serikat buruh di Asia untuk melawan kebijakan-kebijakan regional yang merugikan buruh seperti MEA dan TPP. Kebijakan-kebijakan ini ancaman tapi di sisi lain berpotensi mempersatukan gerakan-gerakan buruh di Asia.
Bagaimana KPBI melihat potensi membentuk partai politik?
Boing: Kami menyadari problem ekonomi buruh sumbernya adalah kebijakan politik. Kita sudah bertahun-tahun berkomunikasi soal perlunya alat politik untuk mengubah keadaan, sementara kan serikat buruh punya keterbatasan. Sekarang gagasan alat politik ini mulai diterima. Kami dengan konfederasi lain sudah bersikap untuk membangun alat politik. KPBI hanya jadi bagian kecil dari konsolidasi alat politik yang sedang digagas. Ada KSPI, ada KSPSI Andi Gani, dan kawan-kawan federasi lain. Di luar gerakan buruh kita juga sudah berkomunikasi dengan organisasi pemuda, petani, dan kelompok-kelompok lain. Responsnya saya kira cukup positif. Artinya banyak juga yang membutuhkan, mengharapkan, dan menunggu gagasan alat politik ini.
Kalau belum apa-apa kita sudah takut perpecahan, maka kita tidak akan bisa membuat apa-apa. Jangan takut terhadap apa-apa yang belum terjadi, kalau pun terjadi kita jangan putus asa dalam membangun persatuan. Kita harus belajar kenapa selama ini persatuan-persatuan tidak bertahan lama. Kita pun membangun konfederasi banyak mengambil pelajaran dari kegagalan ABM dan Sekber Buruh. Kita kan tahu bahwa dinamika pasti akan banyak terjadi, bukan mulus-mulus saja. Tapi seperti dikatakan Said Iqbal, kalau pun ada perbedaan jangan cepat mutung. Jangan memaksakan kehendak karena merasa paling benar. Persatuan itu kan kompromi mencari titik tengah. Kalau kita tidak mau kompromi maka persatuan tak mungkin terjadi. Kompromi di sini dalam batasan-batasan yang tidak melanggar prinsip. Kan tidak mungkin dalam satu tahap langsung semua sama. Proses dinamika ini memang harus dilalui bersama-sama.
KPBI nanti tergabung dalam GBI sebagai konsolidasi gerakan buruh. Melalui GBI nanti diinisiasi ormas, begitu juga dengan gerakan tani, nelayan, masyarakat adat, dan lain lain nanti berkonsoldiasi dalam bentuk ormas. Konsoldasi ini nanti yang membentuk partai. Kita menghindari serikat buruh langsung membentuk partai.
Pada 2004 pemerintah mengeluarkan kebijakan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004. Kebijakan tersebut untuk memberikan jaminan sosial kepada seluruh warga negara yang sebelumnya hanya diakses oleh beberapa golongan seperti PNS, POLRI, TNI dan pekerja formal. Serikat buruh dan masyarakat sipil yang tergabung dalam KAJS (Komite Aksi Jaminan […]
Hari ini, Selasa 05 Juni 2018, buruh PT. Arnott’s Indonesia melakukan demonstrasi di depan kantor pusat perusahaan di Plaza Oleos di Jalan T.B. Simatupang, Jakarta. Aksi ini mereka lakukan untuk menolak PHK sepihak yang dilancarkan oleh perusahaan terhadap ratusan buruh semenjak 8 Mei lalu.XSebelum aksi ke Jakarta, buruh Arnott’s yang bergabung dalam Federasi Perjuangan Buruh […]
Berikut adalah kutipan wawancara yang dilakukan Majalah Sedane bersama Asep Idris, disela-sela perjalanan mereka menuju Istana Negara, pada Jumat (20/10/17). Asep Idris adalah salah satu peserta aksi longmarch Zombie AMT dan awak mobil tangki yang dipecat oleh PPN. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi dalam perjalanan longmarch Bandung-Jakarta, bagaimana kondisi keluarga mereka ketika ditinggalkan lebih dari […]