Di tahun ini, asosiasi-asosiasi pengusaha semakin terbuka memperlihatkan dan menyampaikan tuntutannya. Menurut para pengusaha, pemerintah harus mengeluarkan peraturan ‘no work no pay’ agar buruh tidak kehilangan pekerjaan. Jika di periode penangguhan upah 2013, pendesakan upah padat karya 2017 dan upah minimum khusus 2019, Asosiasi pengusaha Korea (KOGA/Korean Garment Association) dan Asosiasi Pengusaha Sepatu Korea (KOFA/Korea Footwear Association) relatif samar perannya, tahun ini dua asosiasi perusahaan Korea tersebut tampak menonjol sebagai organisasi kampanye dan lobi untuk memenangkan peraturan ‘no work no pay’. Langkah-langkah para pengusaha mengarah pendalaman dan perluasan fleksibilisasi, di mana penjegalan kenaikan upah minimum termasuk di dalamnya.
Istilah ‘no work no pay’ alias tidak bekerja tidak dibayar merupakan praktik usang. Dengan skema ‘no work no pay’ seolah-olah buruh dibayar sesuai hasil pekerjaanya. Padahal waktu kerja, jumlah barang, kualitas hasil pekerjaan dan harga setiap barang tidak ditentukan oleh buruh tapi oleh pemilik modal.
Konsep utama pasar kerja fleksibel adalah membiarkan mekanisme pasar tanpa intervensi negara dan serikat buruh agar modal bebas bergerak dan berpindah sekehendak pemiliknya. Untuk menjamin praktik tersebut, peran serikat buruh dan negara harus dikurangi, bahkan didesak agar berpihak terhadap kepentingan pemilik modal (Douglas, 2000). Dalam wacana sehari-hari akomodasi serikat buruh terhadap kepentingan modal dapat ditemukan dalam ungkapan, ‘pabrik adalah sawah ladang kita, harus kita jaga bersama’, ‘serikat buruh jangan hanya memikirkan kenaikan upah tapi pikirkan juga kepentingan perusahaan’. Tentu saja, tugas serikat buruh adalah melindungi dan memajukan hak buruh. Karena memikirkan kepentingan perusahaan adalah tugas pimpinan perusahaan.
Praktik ‘no work no pay’ dapat ditelusuri di awal-awal revolusi industri di Abad ke-18. Di Indonesia, praktik ‘no work no pay’ terjadi di pertambangan dan perkebunan di awal Abad ke-19. Praktik keji tersebut berhasil dihentikan oleh gerakan buruh di berbagai negara dalam bentuk gerakan pembebasan nasional. Setelah itu, Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) mengadopsi konvensi tentang jam kerja pada 1919 dan konvensi-konvensi pengupahan, hak berserikat dan berunding kolektif pada akhir 1948.
Kurun 1980-an, konsep fleksibilisasi pasar kerja ditawarkan oleh lembaga-lembaga keuangan internasional untuk mengatasi krisis minyak dunia. Tujuannya untuk memfasilitasi ekspansi modal dan mengintegrasikan pasar Asia sebagai bagian dari pasar internasional.
Di Indonesia, asas utama pasar kerja fleksibel mewujud dalam bentuk ‘no work no pay’ dan fleksibilisasi hubungan kerja. Keduanya diterapkan secara terpisah dan telah berlangsung lama. Asas ‘no work no pay’ diterapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah. Peraturan tersebut menyebutkan, “upah tidak dibayar bila buruh tidak melakukan pekerjaan”. Aturan pelaksananya mengatakan, kenaikan upah minimum setiap dua tahun sekali. Sedangkan asas hubungan kerja fleksibel muncul pada kurun 1985 dan 1993 dengan skala terbatas di perusahaan tertentu. Di periode ini pemerintah membuat peraturan setingkat menteri mengenai buruh harian lepas dan buruh kontrak. Peraturan tersebut diangkat derajatnya sebagai peraturan yang berlaku umum dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 (Arifin, 2011).
Di periode 2003-2006, praktik fleksibilisasi hubungan kerja bentuk kontrak dan outsourcing berhasil menggerus keberadaan serikat buruh. Serikat buruh diakui namun jumlah anggotanya terus menurun dari 30 hingga 50 persen (Nugroho dan Tjandraningsih, 2007).
Periode selanjutnya, fungsi serikat buruh dijadikan sebagai ‘tukang stempel’ untuk membenarkan praktik pengurangan hak-hak buruh. Peraturan perundangan mengakui serikat buruh, namun hak serikat buruh untuk berunding kolektif secara bebas dan adil. Pemberangusan fungsi-fungsi serikat buruh setidaknya terlihat dalam penentuan upah minimum yang diambil alih oleh pemerintah pusat dan pengurangan peranan serikat buruh dalam dewan pengupahan. Ketentuan terbaru terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Pasal 24 ayat 2 menyebutkan, “Upah bagi Pekerja/Buruh dengan masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih berpedoman pada struktur dan skala Upah.” Sementara struktur skala upah merupakan kewajiban perusahaan yang tidak membutuhkan perundingan dengan serikat buruh (Pasal 21 PP 36/2021).
Sementara ini, asas ‘no work no pay’ masih dalam pembatasan. Misalnya, asas tersebut tidak berlaku jika buruh tidak bekerja karena halangan melakukan kegiatan lain, seperti cuti atau menjalankan kegiatan serikat buruh. Sedangkan, jika buruh tidak melaksanakan pekerjaan karena ‘kesalahan pengusaha’ maka berhak atas upah penuh. Namun, gelombang ‘kesalahan perusahaan’ ditimpakan kepada buruh dengan pemotongan upah inilah yang menjalar sepanjang Semester II 2022 di pabrik-pabrik garmen, tekstil dan sepatu. Butuh strategi komprehensif agar gerakan buruh dapat menghadang rezim perluasan dan pendalaman fleksibilisasi.
Dalih Lapangan Kerja 1. Intro2. Dalih Resesi Global3. Dalih Lapangan Kerja4. Pabrik-pabrik yang Menerapkan No Work No Pay Di Kota Semarang, terdapat beberapa perusahaan yang memproduksi berbagai furnitur berbahan dasar olahan kayu. Hasil produksinya dipasarkan ke berbagai kota di Indonesia, bahkan untuk ekspor ke luar negeri. Produk yang dihasilkan berupa meja, kursi, lemari dengan desain […]
Dalih Lapangan Kerja 1. Intro2. Dalih Resesi Global3. Dalih Lapangan Kerja4. Pabrik-pabrik yang Menerapkan No Work No Pay Begitu banyak petani yang datang dari daerah, mengorbankan biaya dan tenaga sekeluarga demi perjuangan di ibukota. Entah kenapa harus di ibukota. Begitu sedikit dari mereka berorasi dari atas mobil komando, tahta bergerak para raja dan brahmana khas […]
Dalih Lapangan Kerja 1. Intro2. Dalih Resesi Global3. Dalih Lapangan Kerja4. Pabrik-pabrik yang Menerapkan No Work No Pay Proses penangkapan ikan di Kepulauan Aru dilakukan oleh nelayan tradisional, nelayan lokal, dan kapal-kapal penangkap ikan industrial. Hulu dari proses produksi perikanan di Kepulauan Aru adalah kapal-kapal nelayan tradisional dengan mesin speed yang memiliki kemampuan berlayar lebih […]