MAJALAH SEDANE

Memuat halaman...

Sedane

Majalah Perburuhan

Kondisi Kerja Buruk, Pemotongan Upah, Kriminalisasi, dan Pemberangusan Serikat Buruh: Fakta-fakta Kasus Buruh PT GNI

Per 4 April 2023, dua orang pimpinan Serikat Pekerja Nasional (SPN) PT Gunbuster Nickel Industry (PT GNI), Amirullah dan Minggu Bulu yang merupakan Ketua dan Wakil Ketua PSP SPN ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Resort Morowali Utara.

Penetapan tersangka tersebut merupakan buntut dari aktivitas keduanya dalam mengadvokasi pelanggaran hak perburuhan dan sejumlah kejahatan korporasi yang dilakukan oleh PT GNI. Keduanya dituduh melakukan tindak pidana penghasutan dalam peristiwa bentrokan antara buruh Tiongkok dengan buruh Indonesia pada 14 Januari 2023 silam.

Penersangkaan pengurus serikat buruh setelah mogok kerja patut dicurigai sebagai upaya kriminalisasi pengurus serikat buruh yang mengarah pada upaya pemberangusan serikat.

Berdasarkan catatan LIPS, dalam sepuluh tahun terakhir terdapat lebih dari 20 orang buruh dan pengurus serikat buruh yang dikriminalisasi setelah melakukan protes menuntut hak dengan cara mogok kerja.

Padahal, mogok kerja merupakan bagian dari hak asasi manusia, yang tidak boleh dihalang-halangi apalagi dicabut, alih-alih dilindungi dan dimajukan. Hak tersebut telah dinyatakan dalam Konvensi ILO Nomor 87 Tahun 1948 dan Konvensi ILO Nomor 98 Tahun 1949. Bukan hanya mogok, Konvensi ILO pun mengakui perundingan sebagai hak buruh yang wajib dipatuhi oleh perusahaan.

Sayangnya, dalam kasus yang terjadi di PT GNI, justru aparat kepolisian-lah yang getol mencari pihak yang dapat dipersalahkan. Bahkan, pihak yang melaporkan para buruh berasal dari kepolisian. Dalam sebuah pernyataan pers dari LBH Makassar, pemeriksaan Amirullah dan Minggu Bulu terdapat kejanggalan. Penyidik terus berupaya mengaitkan bentrokan buruh yang terjadi pada malam hari dengan mogok kerja PSP SPN PT GNI yang telah berakhir pada pukul 17.00 WITA. Padahal mogok kerja yang dilakukan berakhir dengan damai dan dikawal langsung oleh Kapolres dan Kasat Intel Polres Morowali Utara.

Pemersangkaan kedua pengurus SPN PT GNI pun mengabaikan surat Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia). Hasil investigasi Komnas HAM menemukan fakta bahwa latar belakang dari aksi mogok buruh PT GNI karena salah kelola manajemen di dalam PT GNI. Di antara salah kelola manajemen adalah ketidakpatuhan PT GNI terhadap peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia.               

Mogok kerja yang terjadi di PT GNI merupakan bentuk protes buruh atas buruknya kondisi kerja yang menyebabkan banyak kecelakaan kerja. Sayangnya, penyidikan hanya memberikan perhatian pada peristiwa ‘bentrokan dan kerusuhan’ antara buruh Indonesia dengan Tenaga Kerja Asing (TKA) asal Tiongkok. Mereka abai dengan isu yang melatarbelakangi protes dan pemogokan. Yaitu, permasalah-permasalah kecelakaan dan Kesehatan Kerja (K3) yang buruk, pemotongan upah, bahkan soal kebebasan berserikat di PT GNI.

***

Fakta PT GNI: K3 buruk, pemotongan upah, kriminalisasi dan pemberangusan serikat

Nirwana Sele dan Made Detri Hari Jonathan adalah dua buruh PT GNI yang meregang nyawa di dalam kabin crane. Keduanyaterjebak dalam kompartemen crane saat tungku peleburan baja meledak di smelter nikel, pada Kamis, 22 Desember 2022, pukul 03:00 WITA.

Nirwana Sele, seorang buruh perempuan berusia 20 tahun asal Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Anak muda kelahiran tahun 2000-an ini semasa hidupnya, aktif menggunakan media sosial Tiktok dan Instagram. Ia kerap mengunggah video dan foto dirinya saat bekerja sebagai operator crane di PT GNI. Unggahan video dan fotonya pun ditonton jutaan orang. Akun Tiktok-nya diikuti lebih dari 137.000 followers, sementara akun instagramnya memiliki lebih dari 10 ribu followers.

Di akun media sosial tersebut, beberapa unggahan video dan fotonya memperlihatkan Nirwana Sele mengoperasikan crane dari ketinggian lantai lima pabrik. Melalui kemudi crane, ia mengangkat dan memindahkan leadle atau sendok besar berisi logam cair bersuhu 1.300 derajat celcius. Foto dan video tersebut juga memperlihatkan kepulan debu pekat menyelimuti tempat kerjanya. Debu pekat berwarna putih kemerahan itu berasal dari tungku pembakaran bijih nikel. Sepuluh hingga limabelas meter tepat di atas tungku panas dan debu pekat tersebut, Nirwana Sele bekerja. ‘baku sahabat mi deng debu-nya smelter’ (bersahabat dengan debu smelter) tulis Nirwana dalam caption pada foto terakhir yang diunggah ke akun instagramnya tepat dua hari sebelum kecelakaan kerja terjadi. 

Video dan foto Nirwana Sele yang diunggah di media sosial menunjukkan lingkungan kerja di industri pengolahan nikel memiliki risiko kecelakaan dan kesehatan kerja yang fatal. Nirwana Sele dan buruh lainnya –juga buruh asal Tiongkok– bekerja dengan panas, debu beracun dan kebisingan yang amat sangat. Tak hanya itu, posisi kerja yang hampir tak berjarak dengan cairan logam panas, dapat kapan saja melepuhkan kulit mereka. Bahkan, reaksi kimia dari peleburan nikel berpotensi terjadinya ledakan. Bangunan pabrik yang bertingkat pun turut menyumbang potensi kecelakaan kerja, terjatuh dari ketinggian. Sementara di luar pabrik, lalu-lalang kendaraaan dan alat berat yang mengangkut bahan tambang, diburu oleh target ritase. Kejar target memaksa kendaraan melaju dengan kecepatan tinggi mengakibatkan banyak kecelakaan, tertabrak atau ditabrak.

Tiga hari menjelang Natal 2022, Nirwana Sele dan asistennya Made yang berstatus magang diperintahkan kerja lembur hingga dini hari. Saat bekerja, tungku batubara bocor, abu panas dari tungku keluar memicu ledakan. Seketika api menjalar dan membakar area peleburan. Semua buruh berlarian menyelamatkan diri. Sayangnya, Nirwana sele dan Made terjebak dalam kompartemen crane. Pintu tak dapat terbuka karena korsleting listrik akibat kebakaran.

Postingan akun TikTok milik @alfiandipandi memperlihatkan rekaman video detik-detik kecelakaan maut tersebut. Bahkan, terekam jelas suara teriakan Nirwana Sele dan Made dari ruang crane. Keduanya meregang nyawa, terbakar hidup-hidup selama empat jam dalam cabin crane, tubuhnya terpanggang hingga lebur menjadi abu.               

Kecelakaan kerja di PT GNI bukan kali pertama. Data yang dikumpulkan LIPS (Lembaga Informasi Perburuhan Sedane) dari sumber media online menunjukkan sepanjang 2020–2022 terdapat 8 peristiwa kecelakaan kerja di PT GNI yang menyebabkan 10 orang meninggal dunia. Angka tersebut belum termasuk kecelakaan dengan korban luka-luka.

Tabel kecelakaan kerja di PT GNI 2020-2022

NoTanggal PeristiwaWaktuKorbanStatusPenyebab
111 April 202002.00 WITA1 orangTKITertimpa tiang pancang saat bekerja subuh dini hari.
28 Juni 202020.00 WITA1 orangTKITertimbun longsor bersama alat berat selama 2 hari.
323 Mei 20221 orangTKAGantung diri di area PLTU PT GNI
415 Juni 20221 orangTKAGantung diri di area PLTU PT GNI
524 Juni 202222:00 WITA1 orangTKITerseret material longsor bersama dozer masuk ke laut.
630 Juni 202202.:00 WITA1 orangTKITertimpa besi.
76 Juli 202202:00 WITA2 orangTKATerjatuh dan tertimbun sleg panas di area tungku.
822 Desember 202203:00 WITA2 orangTKITerbakar, terjebak dalam crane saat kebakaran yang diakibatkan dari tungku yang meledak.
Sumber: Kliping media online tetang K3 LIPS

Tak cukup di situ, sebulan setelah kecelakaan kerja terakhir, daftar buruh meninggal akibat kecelakaan kerja di PT GNI bertambah. Pada 29 Januari 2023, Nelgi Rukka yang bekerja sebagai pengemudi dump truck meninggal setelah kendaraan yang dikemudikannya tergelincir akibat jalan licin di area PT GNI. Parahnya, kecelakaan itu terjadi limabelas hari setelah aksi mogok buruh menuntut perusahaan memperbaiki kondisi kerja di PT GNI.

Aksi massa mogok bukan tanpa sebab. Selain respons atas kecelakaan yang merenggut nyawa dua operator crane terakhir, juga karena pihak manajeman PT GNI selalu menghindar ketika serikat buruh mengajak berunding untuk membicarakan persoalan K3. Dalam surat tuntutan aksi mogok pada 10 Januari 2023, terdapat duabelas tuntutan. Dari soal prosedur penerapan K3 yang buruk, pembiaran mesin rusak yang berisiko mengancam keselamatan buruh, pemotongan upah secara sewenang-wenang, hingga aturan perusahaan tentang pemberian Surat Peringatan (SP) yang dilakukan secara brutal, diskriminatif dan kejam.

Tak hanya itu, sejak buruh mulai berserikat dan secara resmi mencatatkan SPN PT GNI  di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Morowali Utara pada 23 Mei 2022, pihak perusahaan diduga telah melakukan upaya-upaya pemberangusan serikat. Perusahaan sempat mengirimkan surat kepada Disnakertrans Kabupaten Morowali Utara yang isinya meminta untuk mencabut surat pencatatan SPN di PT GNI.

Sikap antiserikat buruh manajemen PT GNI juga ditunjukkan ketika SPN melakukan sosialisasi tentang serikat buruh. Dari total 4000 buruh yang mengisi formulir pendaftaran sebagai anggota SPN, hanya ratusan saja yang mendaftar ke SPN. Pihak manajemen melalui supervisor mengancam, jika para buruh bergabung dengan SPN maka kontrak kerjanya tidak  diperpanjang oleh perusahaan. Benar saja, buruh yang bergabung ke SPN pun satu per satu dipecat dengan alasan habis kontrak. Sialnya, tiga orang pengurus SPN pun turut dipecat, termasuk ketua serikat.

Perusahaan juga sengaja mengabaikan hak berunding serikat buruh. Setidaknya sudah dua kali secara resmi SPN mengirimkan surat kepada manajemen untuk permintaan perundingan bipartit terkait pemecatan pengurus serikat dan persoalan kondisi kerja. Surat pertama tertanggal 28 Juli 2022 diabaikan oleh perusahaan. Pada surat kedua tertanggal 14 September 2022, perusahaan membalas, namun menyatakan menolak untuk berunding dengan alasan perusahaan tidak mengakui keberadaan SPN. Sampai di sini, dapat dikatakan bahwa manajemen PT GNI tidak menunaikan kewajibannya untuk berunding, sekaligus merampas hak berunding.

Puncak kemarahan para buruh terjadi setelah kecelakaan kerja yang menewaskan Nirwana Sele dan Made. Pasalnya, perusahaan telah menghina nyawa manusia dengan sekadar memberikan santunan kepada keluarga korban, sementara penyebab kecelakaan kerja tidak pernah diusut dan menjadi perhatian perusahaan. Di sisi lain, ketika serikat buruh mengajak berunding terkait persoalan K3, perusahaan selalu menolak. Karena hak berunding diabaikan, mogok kerja menjadi jalan satu-satunya yang ditempuh serikat.

Per 11 Januari 2023 para buruh melakukan pemogokan. Mogok kerja yang direncanakan tiga hari pun diketahui oleh pihak kepolisian melalui surat pemberitahuan aksi mogok dari serikat. Bukannya memberikan perlindungan pada massa, pada hari kedua mogok kerja pihak kepolisian malah menawarkan diri menjadi mediator. Tentu saja, bukan kapasitas kepolisian menjadi mediator kasus perburuhan. Tapi mediasi yang diperantarai kepolisian pun terjadi pada 13 Januari 2023. Mediasi tidak mencapai hasil, pihak perusahaan hanya menyatakan akan merealisasikan tuntutan tanpa disertai dengan Perjanjian Bersama (PB) secara tertulis antara kedua pihak yang memiliki kekuatan hukum. Perundingan deadlock, pemogokan pun dilanjutkan.

Seruan mogok menyebar semakin luas ke setiap lini produksi. Banyak buruh yang meninggalkan pekerjaan dan mematikan mesin produksi untuk terlibat pemogokan. Para buruh bukan terprovokasi sebagaimana yang disiarkan oleh banyak media. Mereka justru seperti menemukan momentum untuk menyuarakan persoalan buruknya kondisi kerja yang mereka alami. Jika selama ini para buruh diam tak bersuara, itu karena rezim pabrik yang kuat dan ancaman pemecatan. Pada momen pemogokan, sebagian besar buruh saling dukung untuk memperjuangkan nasib mereka. Mereka satu suara: memprotes kondisi kerja yang buruk dan perlakuan yang semena-mena perusahaan terhadap buruh.

Ketika pemogokan semakin membesar, aksi saling serang antara buruh Indonesia dan buruh Tiongkok pun terjadi. Sayangnya pihak kepolisian yang ditugaskan untuk mengamankan pemogokan tidak berhasil mengatasinya dan berujung pada keributan besar. Para buruh tersulut kemarahaan atas diskriminasi yang sengaja dibuat oleh perusahaan antara buruh Indonesia dan buruh asal Tiongkok. Diduga kuat aksi saling serang tersebut disulut oleh pihak-pihak yang mendukung perusahaan untuk menggagalkan pemogokan dengan mengunakan isu rasisme. Aksi saling serang tersebut menurut beberapa media memakan dua korban. Namun, tak satu pun media menjelaskan identitas korban hingga tulisan ini diterbitkan. Media hanya menyebutkan dua korban tersebut satu TKI (Tenaga Kerja Indonesia) dan satu lagi (Tenaga Kerja Asing).

Isu pemogokan menuntut perbaikan kondisi kerja berubah menjadi isu sara, TKI versus TKA. Pihak kepolisan mengerahkan lebih banyak personil untuk pengamanan sembari menangkap 71 orang buruh Indonesia yang dituduh sebagai provokator. Hampir semua media mengabarkan kejadian di PT GNI dengan narasi yang cenderung menyudutkan buruh yang melakukan pemogokan sebagai provokator kerusuhan.

Jika ditelusuri, narasi kerusuhan akibat pemogokan bersumber dari pernyataan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo ketika melakukan konferensi pers pada 16 Januari 2023. “Bentrokan yang terjadi di perusahaan smelter GNI, ini dipicu karena adanya provokasi yang muncul karena ada ajakan mogok kerja”, ungkap Listyo. Kapolri secara serampangan menggunakan frase provokasi, yang mengaburkan persoalan pemenuhan hak buruh. 

Ketika tulisan ini dibuat Minggu Bulu, Amirullah dan enam buruh lainnya ditahan ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di lapas Poso. Mereka adalah para pejuang yang menuntut hukum ketenagakerjaan ditegakan seadil-adilnya, namun malah menjadi kriminal. Jika tidak dilawan bersama, kejadian yang menimpa buruh PT GNI akan menjadi kabar buruk bagi kebebasan berorganisasi dan berunding yang telah diperjuangankan dengan darah dan air mata.[]