Setelah tenaganya dirampas di tempat kerja, buruh terjerat judi online dan pinjaman online. Bagaimana sistem judi online mengeruk sisa tenaga, waktu dan pendapatan buruh melanggengkan proses penumpukan dan mengontrol kekayaan para konglomerat?
Najhan, 27 tahun, bukan nama sebenarnya, buruh retail di Kota Tangerang Banten. Terjerat judi online danpinjaman online (Pinjol).
Mulanya, Najhan iseng bermain judi online. Ia memasangRp10 ribu dan menang. Tiga kali main, selalu menang. Putaran keempat dan kelima, kalah. Putaran keenam, menang. Sejak itu, Najhan terus bermain. Najhan keranjingan dengan judi online.
Setelah upahnya, yang setara upah minimum, harus dicukup-cukupkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang terus melonjak, kini harus disisihkan untuk depo—menyimpan uang di akun judi online.
Petaka dimulai ketika Najhan memutuskan deposit dengan cara meminjam uang melalui aplikasi pinjaman yang terdaftar di OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Untuk menutup kebutuhan sehari-hari, depo dan membayar utang ke Pinjol, Najhan menambah pinjaman ke aplikasi pinjaman lain. Selanjutnya, ia pun menggunakan paylater di akun aplikasi toko online untuk deposit. Tidak hanya itu, Najhan pun ngagalaksak aplikasi paylater teman kerjanya. Sementara putaran judi terus berlangsung: kalah-menang, utang Najhan membengkak.
Sekali waktu, Najhan menggondol kemenangan Rp10 juta dengan taruhan Rp100 ribu. Najhan merasa berhasil melawan tipu muslihat bandar. Najhan berkeyakinan, sekali waktu bandar judi pasti akan bertekuk lutut. Najhan lupa, ketika dirinya menang, berarti ada penjudi lain, yang seperti dirinya: pinjam sana-sini! Dari sekian putaran judi yang diikutinya, kebanyakan kalah ketimbang menang. Najhan tidak kapok.
Singkat cerita, utang Najhan mencapai ratusan juta rupiah. Debt collector, termasuk teman-temannya dengan militan menagih utang kepada Najhan. Akhirnya, Najhan keluar dari pekerjaan dan menggunakan pesangonnya untuk bayar utang. Barang-barang pribadinya pun dijual. Namun, tidak semua utangnya terbayar. Sekarang, Najhan pengangguran. Hari-harinya diisi bermain judi online.
Cerita pelaku judi online yang jatuh semakin miskin dan terjerat utang, seperti Najhan, bertebaran di tengah masyarakat. Ada yang berhasil keluar dari candu online dan melunasi utangnya. Tapi, banyak pula yang masih menghabiskan sisa waktunya untuk berjudi online. Sementara itu, para pemilik judi bergelimang harta.
Salah satu pemilik judi online adalah Putra Sampoerna, konglomerat Indonesia yang menguasai jaringan bisnis perkebunan, keuangan hingga retail. Putra Sampoerna menguasai judi online melalui Mansion Group, sejak 2006. Beroperasi di Gibraltar, Mansion Group mengoperasikan casino.com dan MansionCasino (Theguardian.com, 5 Maret 2006). Situs judi online lain yang dikelola Mansion adalah Mansion 88, bandar judi terbesar di Asia Tenggara. M88 pun bekerjasama dengan banyak klub sepak bola besar dan terkenal di dunia, seperti Manchester City dan Tottenham Hotspur di Liga Inggris (Intisari.id, 13 Mei 2023). Mansion Group pun merupakan sponsor utama grup basket West Bandits Solo dalam Indonesia Basketball League (IBL) 2023 (Detik.com, 17 Desember 2022). Melalui Bank Sampoerna, Putera Sampoerna, mengembakan keuangan digital seperti Mekar, Julo, Indodana, Kredivo, Akulaku, Xendit, Instamoney, Safecash, dan Dhasatra (Investor.id, 17 Mei 2022)
Sementara, Denise Coates, perempuan asal Inggris pemilik judi online Bet365. Dari usaha judinya, kekayaan Denise mencapai Rp77,5 triliun. Ia dinobatkan sebagai salah satu perempuan terkaya di dunia (Wartaekonomi.co.id, 22 Maret 2022). Orangtua Denise, Peter Coates adalah Ketua klub sepakbola Stoke City. Bet365 adalah sponsor Stoke City.
Di Inggris, Bet365 merupakan perusahaan resmi, bahkan melantai di bursa saham. Pemerintah Inggris tidak mengharamkan judi. Sebaliknya, bisnis judi dikenai pajak sebagai sumber anggaran negara. Bahkan, sejumlah fasilitas umum di Inggris didanai dari duit judi. Bet365 merupakan satu dari sepuluh situs judi online internasional yang paling banyak diakses oleh penjudi di Indonesia (Viva.co.id, 11 Juli 2012). Dengan kata lain, orang-orang miskin di Indonesia, secara tidak langsung membangun fasilitas umum di Inggris.
Playing victim aparat negara
Menurut Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, perkara perjudian offline maupun online setiap tahunnya meningkat. Per 2022, judi offline sebanyak 2.378 perkara meningkat 23,2 persen dari periode 2021. Sedangkan judi online sebanyak 1.154 perkara, meningkat 99,3 persen dari periode 2021 sebanyak 579 kasus (Merdeka.com, 1 Januari 2023).
Menghadapi kasus judi online, aparat negara seperti gelagapan. Mereka seolah makhluk polos yang menjadi korban kebiadaban pihak-pihak dengan moral bejat. Negara memang ahlinya dalam memainkan drama playing victim. Sementara sebagian politisi berpura-pura berputus asa—mungkin juga karena mendapatkan untung, mengusulkan legalisasi judi online.
Sejak 2018, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengklaim telah memblokir satu juta situs judi online yang beredar di dunia maya Indonesia. Namun, diakui Kominfo, meski sudah diblokir situs judi online terus bermunculan, bahkan situs tersebut berhasil meretas situs pemerintah (CNN Indonesia, 23 Agustus 2023). Kominfo pun menyebutkan nilai transaksi judi online sejak 2017 hingga 2022 dapat mencapai Rp200 triliun. Sementara itu, kerugian masyarakat per tahun ditaksir mencapai Rp27 triliun (CNN Indonesia, 5 Oktober 2023).
Kamus Besar Bahasa Indonesia daring mendefinisikan judi sebagai permainan dengan memakai uang atau barang berharga sebagai taruhan (seperti main dadu, kartu). Peraturan perundangan menyebut perjudian sebagai tindakan kriminal. Pelakunya dapat dijerat pasal pencucian uang dan penjudian dengan hukum penjara dan pidana. Sebagian ahli sosiologi mengategorikan perjudian salah satu penyakit masyarakat (Kartono, 2009). Agama Islam melarang perjudian karena menimbulkan kerugian dan ketidakadilan.
Umum diketahui, penjudi online maupun offline, dicap sebagai pihak yang bergaya konsumtif, tidak bermoral, ingin mendapat keuntungan cepat dengan cara mudah, tergiur kemenangan, tidak dapat mengontrol diri dan salah pergaulan.
Mengikuti negara lain, beberapa politis menganjurkan legalisasi perjudian. Di Eropa dan Amerika Serikat, normalisasi dan legalisasi perjudian dimulai di periode 1970 ketika krisis ekonomi melanda, pengangguran meningkat, para pengusaha dan orang kaya menolak membayar pajak, sementara negara membutuhkan mobilisasi dana segar. Dalam konteks mengeruk dana masyarakat miskin, sekaligus memberikan kenyamanan bagi orang kaya, perjudian di Amerika Serikat dan di Eropa dilegalkan (Avery, 2013).
Rezim Soeharto pernah melegalkan judi di periode 1980-an. Waktu itu, perjudian bentuk undian, yaitu Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah (SDSB), Pekan Olahraga dan Ketangkasan (Porkas), dan Kupon Sumbangan Olahraga Berhadiah (KSOB). Sebagian besar pendapatan penyelenggara judi-judi tersebut dipakai untuk bantuan sosial dan menyelenggarakan event olahraga akbar seperti SEA Games dan PON. Pada 1993, perjudian diilegalkan (Vice.com, 20 Juli 2020).
Kontrol perjudian
Di Indonesia, bisnis judi dikriminalkan, bahkan diharamkan. Praktiknya membumi di tengah masyarakat. Umumnya, yang diperjudikan adalah peristiwa langka atau permainan. Yang dipertaruhkan tidak melulu berbentuk uang. Ada yang bertaruh dengan sebungkus rokok, mentraktir teman, melakukan push up atau sekadar coret-coretan muka. Misalnya, taruhan pemilihan kepala desa, taruhan pemilihan presiden, main gaple, lomba 17 Agustusan, adu ayam, adu domba, taruhan merpati, taruhan main bola serta jenis peristiwa dan permainan lainnya. Bagi pemain judi, apapun bisa jadi ajang pertaruhan.
Riset Clifford Geertz (1973) mengenai sabung ayam di Bali memperlihatkan bahwa perjudian sabung ayam telah berlangsung sejak abad ke-10. Menurutnya, sabung ayam tidak hanya perjudian, tapi memperlihatkan dimensi maskulitas, pertahanan kekuasaan dan ritual keagamaan. Unsur-unsur yang diceritakan Geertz dapat ditemukan pula dalam perjudian lainnya, seperti pemilihan kepala desa, adu kicau burung, adu domba dan adu merpati.
Di zaman Belanda, tuan kebun Belanda menghidupkan perjudian dan pinjaman. Tujuannya, agar buruh perkebunan rajin bekerja dan tidak melarikan diri dari perkebunan (Breman, 1987).
Meskipun perjudian dapat menghasilan uang, dalam perjudian tidak ada barang yang dihasilkan. Karenanya, judi bukan ekonomi produktif. Meskipun tulang punggung perjudian adalah ekonomi riil, tapi dasar hitungnya adalah spekulasi. Perjudian menyaratkan pemainnya memiliki barang yang dipertaruhkan. Di saat bersamaan, perjudian makin melambungkan atau menjatuhkan harga jual dari nilai yang sebenarnya. Misalnya, biaya sebenarnya burung kicau Rp100 ribu. Harga burung bisa menjadi Rp2 juta setelah memenangkan pertandingan. Perjudian bola offline maupun online semakin menjauhkan hak-hak buruh yang telah memproduksi pakaian dan peralatan olahraga.
Saat ini, bentuk judi merambah ke bentuk online. Beberapa wujud judi online merupakan modifikasi dari judi offline, seperti pacuan kuda, e-sports, live kasino, sabung ayam, tembak ikan, poker, slot dan togel. Dalam bisnis judi online, pebisnis judi online menggunakan strategi pemasaran yang tidak jauh berbeda dengan toko online, seperti promo, bonus, hadiah dan diskon untuk setiap pemain. Topangan utama perjudian online adalah koneksi internet, telepon pintar dan para pelanggan setia. Bisnis judi semakin meluas, bahkan mengalami pencanggihan dengan ditemukannya inovasi teknologi dan ragam pemasaran (Courtwright, 2014).
Yang menonjol dari permainan judi online adalah jumlah depo yang relatif murah dari Rp5000 hingga Rp10 ribu, dapat diakses secara pribadi, tampilan gambar yang menarik, dan untuk beberapa jenis judi diiklankan oleh perempuan. Karakter demikian, memperlihatkan bahwa sasaran utama judi online adalah masyarakat berpenghasilan rendah dan kebanyakan dimainkan oleh laki-laki. Menurut penelusuran PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) dari 2,7 juta orang yang mengikuti permainan judi online, 2,1 juta di antaranya berasal dari kalangan berpendapatan rendah (Tirto.id, 27 September 2023). Martin Young (2017) menyebutkan, bisnis judi merupakan eksploitasi sekunder yang ditopang oleh konsentrasi dan finansialisasi pasar keuangan dan diperkuat oleh sistem kredit konsumen. Karena itu, rerata situs judi dapat terhubung dengan bank dan dompet elektronik.
Seperti permainan pada umumnya, dalam batas-batas tertentu, judi sekadar mengisi waktu luang untuk bersenang-senang. Itulah waktu yang dirampas oleh untuk kepentingan kapital. Judi menjadi bencana ketika si pemain kalah, nilai kekalahannya menghabiskan seluruh aset dan tabungannya, menghabiskan waktu untuk berjudi hingga merugikan pihak lain. Inilah perampasan di tingkat kedua. Di saat bersamaan pemilik bisnis judi bergelimang harta dari pemiskinan orang-orang miskin.
Di Kabupaten Serang Banten, karena terdesak untuk melakukan depo, buruh pengolahan besi membobol warung kelontong (BantenNews.co.id, 23 Maret 2023). Di Bandung Jawa Barat buruh rokok membobol uang perusahaan Rp150 juta untuk bayar utang setelah kecanduan judi online (Kompas.com, 18 Januari 2023). Di Kota Tangerang Banten buruh bunuh diri karena terjebak utang setelah terlibat judi online (Detik.com, 20 September 2022). Di Purwakarta Jawa Barat, buruh retail menggasak duit perusahaan sebanyak Rp2,5 miliar untuk bermain judi, membayar utang dan main trading (Detik.com, 21 September 2023). Di Jakarta Selatan, buruh tekstil berani menggelapkan barang perusahaan senilai Rp100 juta karena terlilit utang setelah bermain judi online (CNN Indonesia, 30 Agustus 2023).
Namun, menurut Natasha Schüll (2012), bandar judi mendesain bisnis dan organisasi perjudian sedemikian rupa. Desain judi online dibuat semenarik mungkin dan dapat menjangkau setiap individu di berbagai belahan dunia. Setiap orang; laki-laki dan perempuan dapat berparitisipasi dalam perjudian tanpa saling mengenal, bahkan dapat menyamarkan nama mereka. Seluruh desain tersebut seperti memanggil para pemain agar betah bermain. Para penjudi rela menghabiskan waktu, energi dan pendapatannya tidak semata untuk menang. Menang dalam berjudi hanya cara untuk tetap bertahan di zona permainan. Dalam konteks itulah, semua jenis judi online selalu menghadirkan fitur terbaru dari promo, bonus, hadiah, diskon, kemudahan melakukan isi ulang depo dan beragam desain agar para penjudi tidak meninggalkan permainan. Karena semakin banyak pengguna, nilai aplikasi dan potensi keuntungan akan berlimpah.[]
Penulis
-
Syarif Arifin
-
Lembaga Informasi Perburuhan Sedane