Menurut peraturan perundangan, di antaranya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, THR keagamaan merupakan hak buruh. Pengusaha wajib membayarkan THR keagamaan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan, tidak boleh dicicil dan harus dalam bentuk uang rupiah. Pengabaian terhadap hak THR memiliki konsekuensi hukum berupa sanksi administratif dan atau denda.
THR merupakan salah satu jenis upah buruh, yang disebut dengan pendapatan nonupah. Meskipun pembayarannya bersifat wajib serta diancam sanksi dan denda, tak jarang pengusaha dengan sengaja tidak membayarkan THR. Cara menghindar membayar THR beragam dari mengganti pembayaran uang menjadi barang, mencicil THR, mengurangi jumlah THR dari peraturan perundangan hingga sama sekali tidak membayar THR.
Siasat untuk tidak membayar THR umumnya dilakukan dengan cara memecat buruh atau tidak mengakui hubungan kerja perburuhan. Di sektor transportasi dari para pemilik aplikasi menolak hubungan kerja perburuhan dengan Ojol dan tidak bersedia membayarkan THR.
Pengemplangan THR bersifat struktural: pengusaha tidak membayarkan THR dan pemerintah membiarkan tindakan tersebut.
Bagi buruh yang beragama Islam, THR memiliki makna penting untuk membiayai kebutuhan sehari-hari, membahagiakan keluarga dan melaksanakan salah satu perintah wajib dalam agama, yaitu zakat fitrah. Karena menjelang, selama hingga akhir Ramadan, harga-harga kebutuhan pokok bertambah dan meningkat. Tingkat konsumsi masyarakat pun relatif tinggi dan cenderung stabil. Apalagi hari raya keagamaan agama lain jatuh pula di awal tahun ini, yaitu Imlek, Paskah dan Nyepi. Salah satu harga meningkat adalah harga beras, yang mencapai Rp 17.000 – Rp 20.000 per kilogram.
Pengeluaran rutin selama Ramadan, selain makanan dan minuman adalah pembelian pakaian baru dan membayar zakat fitrah adalah biaya mudik dan pengeluaran uang selama di tempat mudik. Jamak diketahui, ketika pulang kampung para buruh akan membagikan uang lebaran kepada para sanak saudara di kampung. Biaya transportasi selama Ramadan pun dinaikkan oleh para pengusaha transportasi.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kenaikan umum harga pada Februari 2024 sebesar 2,75 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 105,58. Sedangkan inflasi tahunan mencapai 8,47 persen (Bisnis.com, 1 Maret 2024). Inflasi year on year terbesar terjadi di kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesari 6,36 persen, kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 3,09 persen, kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 2,38 persen dan kelompok kesehatan sebesar 1,95 persen (BPS, 2024).
Buruh merupakan kelas sosial di tengah masyarakat yang menjual tenaganya kepada pemilik modal. Buruh tidak memiliki modal dan tidak memiliki kekuasaan. Mereka adalah orang-orang yang dilemahkan (mustad’afin). Karena itu ketika harga-harga kebutuhan pokok meroket, kelas buruh tidak dapat berbuat apapun, selain menggunakan ulang tenaga kerja yang tersedia untuk mempertahankan hidupnya.
Dengan tenaga dan sedikit peralatan yang dimilikinya, para buruh bekerja di kantor, di pabrik, di media massa, menyediakan keamanan di perumahan, menyediakan layanan transportasi, atau mengirimkan barang dan sebagainya. Upah yang mereka dapatkan dipergunakan untuk memulihkan tenaga agar dapat bekerja lagi dan menafkahi keluarganya. Dari hasil kerja buruh di berbagai sektor, masyarakat umum dapat menikmati berbagai barang dan jasa di pasar. Tentu saja, barang dan jasa yang tersedia di pasar tidak disebut sebagai hasil karya buruh tapi disematkan ke pemilik modal.
Penjualan tenaga buruh kepada pemodal tidak dibayarkan tunai tapi ditangguhkan setelah buruh mengerjakan proses produksi. Biasanya dibayarkan per dua minggu atau per bulan. Namun, perlu diingat, dalam sistem akuntansi keuangan perusahaan harga biaya tenaga kerja telah dicantumkan sebelum barang diproduksi, bahkan sebelum barang dipasarkan. Jadi, upah tenaga kerja tidak memiliki hubungan langsung dengan laku tidaknya barang di pasar. Dalam konteks itulah dapat dipahami idiom: jika upah buruh naik maka harga barang pasti naik, namun jika barang naik, upah buruh belum tentu naik.
Sebaliknya, ketika buruh selesai bekerja dan upahnya tidak dibayar maka pengusaha dapat dikategorikan sebagai orang yang berutang kepada buruh. Makanya, peraturan perundangan melarang pengusaha menunda pembayaran upah buruh. Nabi SAW pun menyebutkan, menunda pembayaran upah merupakan tindakan zalim. Para ulama fikih mengartikan larangan menunda pembayaran upah sebagai tindakan haram. Jadi, haram bagi pengusaha menunda pembayaran upah buruh.
Jangan serakah
Kitab klasik Sulam Taufiq menyebutkan, sifat serakah, mengakumulasi kekayaan dan tindakan mengambil hak orang lain merupakan tiga perbuatan dosa. Banyak ayat Qur’an dan hadis yang melarang sifat serakah, mengakumulasi kekayaan dan mengambil hak orang lain. Misalnya, dalam QS al-Humazah ayat 1 dan 2 Allah SWT mengecam dan mengancam orang yang suka mengakumulasi kekayaan.
Celakalah setiap pengumpat lagi pencela, yang mengakumulasikan kekayaan dan menghitung-hitungnya.
Kecaman terhadap orang-orang yang mengakumulasi kekayaan terdapat pula dalam QS at-Taubah ayat 34-35. Dalam surat tersebut dikatakan bahwa para penimbun harta akan mendapatkan azab di akhirat kelak. Bahkan, harta yang mereka akumulasikan dan lipatgandakan akan menjadi alat untuk menyiksa para pengumpul harta.
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang mengambil hak orang lain walau hanya sejengkal tanah, akan dikalungkan ke lehernya (pada hari kiamat nanti) seberat tujuh lapis bumi.” (HR Bukhari dan Muslim).
Selain melanggar peraturan perundangan, tidak membayarkan upah buruh, termasuk THR keagamaan tentu saja merupakan dosa besar, zalim dan diancam dengan siksa yang sangat pedih.
Masih dalam kitab Sulam Taufiq disebutkan bahwa di antara dosa yang dilakukan oleh tangan adalah tidak membayarkan upah kepada buruh. Syekh Nawawi al-Bantani memberikan penjelasan bahwa dosa tidak membayarkan upah sesuai dengan sabda Nabi SAW, yang menyebutkan bahwa terdapat tiga golongan yang akan menjadi musuh Nabi di hari kiamat. Yaitu, orang yang ingkar janji, orang yang menikmati hasil dari perdagangan manusia (trafficking) dan orang yang tidak membayar upah buruh. Dengan demikian, orang-orang yang akumulasikan kekayaan dengan cara merampas hak buruh dipastikan tidak akan mendapat syafa’at Nabi SAW di akhirat kelak.
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda:
Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah saw bersabda: “Berikanlah upah kepada buruh sebelum kering keringatnya” (HR Ibnu Majah dan at-Thabrani).
Sebagai kelas yang dilemahkan (mustad’afin), kelas buruh tidak memiliki modal dan kekuasaan. Ketika hak mereka ditangguhkan, bahkan tidak dibayarkan, buruh tidak dapat berbuat apapun, kecuali menggunakan tenaga dan solidaritas sesama buruh. Karena itu, buruh dan sesama kelas tertindas merupakan saudara yang harus membangun persatuan. Sebagaimana dikatakan dalam QS Ali’ Imran ayat 103:
Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai.
Tafsir terhadap ayat di atas dapat pula dikatakan bahwa sesama kelas tertindas harus saling menjaga dan bersolidaritas dengan visi bersama, yaitu menghentikan praktik curang mengakumulasikan kekayaan dengan merampas hak buruh. Kelas buruh tidak dapat membiarkan praktik curang tersebut karena akan menyalahi perintah agama. Agama memerintahkan bahwa setiap kezaliman dan kemungkaran harus dilawan.
Menurut sebuah riwayat, sepanjang hidupnya Nabi SAW hanya ada dua orang yang pernah dicium tangannya oleh Nabi SAW, yaitu yaitu Sa’ad bin Mu’az dan Fatimah Az-Zahra. Saat mencium tangan Sa’ad bin Mu’az Nabi berkata: “Inilah tangan yang tak akan disentuh api neraka selamanya”. Nabi mencium tangan Sa’ad bin Mu’az karena tangannya yang kasar dan melepuh karena sehari-hari bekerja sebagai kuli pemecah batu.
Dalam literatur fikih, mencium tangan dengan maksud memuliakan dan menghormati orang yang berilmu dan orang yang hidup sederhana hukumnya sunnah. Namun, tidak boleh bahkan haram mencium tangan karena jabatan yang lebih tinggi dan kekayaan seseorang.
Dalam QS al-Qashash ayat 5 dikatakan:
Kami berkehendak untuk memberi karunia kepada orang-orang tertindas di bumi itu, menjadikan mereka sebagai pemimpin, dan menjadikan mereka sebagai orang-orang yang mewarisi (bumi).
Ayat di atas menjelaskan mengenai Bani Israil yang mengalami penindasan berlapis oleh Firaun. Dalam kitab tafsir At-Thabari dikatakan bahwa salah satu tindakan jahat Firaun adalah memecah belah manusia. Di ayat tersebut ditegaskan jika kelas tertindas bersatu maka dapat mengalahkan firaunisme.[]
Proses penangkapan ikan di Kepulauan Aru dilakukan oleh nelayan tradisional, nelayan lokal, dan kapal-kapal penangkap ikan industrial. Hulu dari proses produksi perikanan di Kepulauan Aru adalah kapal-kapal nelayan tradisional dengan mesin speed yang memiliki kemampuan berlayar lebih dari 12 mil, bahkan hingga mencapai batas negara Indonesia–Australia. Nelayan-nelayan ini beroperasi selama satu hari dan hasil tangkapan […]
Minggu pertama Agustus 2024, saya mengunjungi salah satu perkebunan sawit ternama di Kalimantan Barat. Perusahaan sawit ini memiliki nama prestisius karena dipandang lebih baik dalam aspek penyediaan fasilitas dan pemenuhan hak normatif, ketimbang perusahaan sawit lainnya di Kalimantan Barat. Ya, setidaknya begitulah pandangan buruh-buruh yang bekerja di perusahaan tersebut. Di perkebunan sawit ini, beberapa kebutuhan […]
Gerakan massa ‘Peringatan Darurat’ berhasil membatalkan revisi RUU Pilkada. Demonstrasi ‘Peringatan Darurat’ mengingatkan kembali mengenai pentingnya aksi massa, kampanye kreatif, pengorganisasian yang luwes dan pendidikan yang telaten. KAMIS 22 AGUSTUS 2024, Pukul 19.15. Lelaki kurus usia 60-an berkaos oranye-biru belel. Ia menggerakkan kakinya yang dibungkus sepatu bot dengan cepat. Lelaki itu menghampiri dan berbisik kepada […]