Hari Buruh Internasional diperingati secara rutin pada tanggal 01 Mei merupakan bentuk rasa hormat dan mengingat banyaknya perjuangan dari para buruh sebagai kelompok marjinal yang kerap hak-haknya dilanggar. Padahal hak-hak para buruh diakui dalam konstitusi internasional, undang-undang dan regulasi nasional secara gamblang. Namun, masih saja banyak kejadian dan fenomena yang terjadi, khususnya di Indonesia, kaitannya dengan pengabaian hak-hak buruh dalam dunia kerja.
Selain dirayakan oleh buruh, Hari Buruh juga ikut dirayakan oleh beberapa elemen masyarakat dengan cara mendengarkan lagu.
Susunan kata-kata dibentuk menjadi kalimat lalu menjadi lirik. Beberapa lirik disusun menjadi bait. Rangkaian beberapa bait ditambah melodi lalu menjadi sebuah lagu. Lagu yang dibuat tentu pasti memiliki makna, arti atau representasi dari sebuah fenomena. Pemilihan diksi, struktur kalimat, serta gaya bahasa bisa mengungkapkan maksud dan tujuan dari pembuat lagu. Lagu sendiri dapat menjadi media bagi penciptanya, bisa berupa ungkapan rasa cinta, sakit hati, ataupun kritik. Kritik yang disampaikan dapat berupa kritik terhadap sebuah fenomena atau kondisi, sebagai kritik sosial.
Kritik sosial adalah sindiran maupun tanggapan yang ditujukan pada sesuatu yang terjadi dalam masyarakat. Kritik sosial muncul sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap realitas kehidupan yang dinilai tidak selaras (Marzuki, Rumaf, & Al Jumroh, 2020). Lagu sebagai media kritik sosial sudah dilakukan oleh banyak musisi. Salah satu contoh adalah grup musik Efek Rumah Kaca, gencar menggunakan musik sebagai media untuk menyuarakan aspirasi serta kritik terhadap fenomena sosial.
Kritik sosial dalam lirik lagu album Sinestesia karya band Efek Rumah Kaca meliputi beberapa aspek, yaitu kritik sosial terhadap politik, kritik sosial terhadap industri kreatif, kritik sosial terhadap HAM (hak asasi manusia, kritik sosial terhadap media dan pers, kritik sosial terhadap kehidupan dan kematian, kritik sosial terhadap agama dan kepercayaan, dan kritik sosial terhadap demokrasi (Prasetyani, 2012).
Sehingga, musik dapat media yang memiliki kekuatan untuk menyampaikan aspirasi, saran, maupun kritik. Bagaimana lirik pada lagu dapat menjadi media untuk menyampaikan kritik sosial sebagai salah satu bentuk perlawanan atau ketidakpahaman individu atau kelompok terhadap realitas yang terjadi di dalam sebuah kelompok masyarakat dan banyak musisi yang mengungkapkan keresahannya akan fenomena yang terjadi dan menyampaikannya lewat lirik lagu (Qusairi, 2017)
Selain itu, kaitannya dengan Hari Buruh pada tanggal 1 Mei, terdapat sebuah lagu yang berjudul “Karyawan Kontrak” yang dinyanyikan oleh grup musik bernama “Bite”. Lagu yang dibawakan dengan riang, namun terasa sedih ketika membaca liriknya. Lagu ini membawakan tema tentang pengabaian status buruh kontrak yang berlanjut kontrak tanpa perubahan status menjadi buruh tetap. Lagu itu pun menyiratkan mengenai jam kerja panjang dari malam hingga pagi dan dari pagi hingga malam.
Dilansir dari halaman web Genius.com (nd), berikut petikan dari lirik lagu “Karyawan Kontrak” dari grup musik Bite:
Lagu yang bertemakan tentang kontrak karyawan yang terus lanjut tanpa ada kepastian status pengangkatan menjadi buruh tetap dengan jam kerja panjang ini menarik untuk dapat diteliti lebih lanjut. Salah satunya adalah menggunakan teknik analisis wacana kritis.
Wacana dipahami sebagai praktis sosial yang mengarahkan fokusnya untuk mengalisis institusi, organisasi, relasi kelompok, struktur, proses sosial-politik untuk dipelajari pada tingkat wacana, komunikasi serta interaksi. Analisis wacana kritis menggabungkan dan menjelaskan hubungan di antara kedua ruang lingkup studi itu, termasuk persinggungan lokal dan global; serta struktur wacana dan struktur dari tatanan sosial bermasyarakat. Relasi atau hubungan itu merupakan bagian dari proses semiosis. Dengan perhitungan terhadap proses semiosis itu, menurut Fariclough, analisis kritis wacana (AWK) harus memperhatikan tiga dimensinya: teks, praktik diskursif dan praksis sosial (Haryatmoko, 2022).
Lagu merupakan termasuk dalam teks yang mana bisa diketahui maknanya dalam bingkai wacana atau diskursus. Lagu yang berjudul “Karyawan Kontrak” dengan teks, praktik diskursif dan praksis sosial dapat dikaitkan dengan fenomena yang terjadi dalam dunia kerja, yaitu bagaimana penerapan buruh kontrak atau PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja Pasal 8 ayat (1).
Menjadi pertanyaan lanjutan bagaimana protes terhadap buruh kontrak berulang dan bertahun-tahun diungkapkan dengan berbagai cara, termasuk melalui musik, dapat menjadi dorongan untuk mengubah keadaan?
Penulis
Gigih Miftasari
Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana Jakarta.
Terik hawa Jakarta menyambar di pelipis kepala. Tepat pada pukul 11.00 siang Rabu 1 Mei 2024, ruas jalan Gambir hingga Monas terlihat lengang. Udara masih bergumul dengan polusi, angin terasa lebih khidmat dari biasanya. Tidak ada bunyi klakson atau bising mesin kendaraan yang lalu-lalang. Jakarta hari itu seperti kehilangan ruhnya. Dalam cuaca panas itu, saya […]
Waktu menunjukan pukul sepuluh pagi ketika kereta yang saya tumpangi tiba di Stasiun Duri. Tidak seperti biasanya, ketika keluar kereta menuju eskalator biasanya harus berjibaku penumpang lain yang akan melanjutkan perjalanan ke stasiun lain atau keluar dari stasiun. Hari ini saya cukup santai, stasiun Duri agak lengang karena hari ini, hari libur karena May Day […]
Hari Buruh Internasional diperingati setiap 1 Mei atau disebut May day, yang merupakan hari solidaritas internasional. Berbagai organisasi buruh, mahasiswa, miskin kota dan petani berbondong-bondong turut serta dalam aksi massa. Mereka turun ke jalan menyuarakan tuntutan. Ragam poster, spanduk, selebaran hingga kostum yang digunakan sebagai media untuk menyampaikan tuntutan kepada negara dan pemilik modal. Aksi […]