MAJALAH SEDANE

Memuat halaman...

Sedane

Majalah Perburuhan

Poster Indah dari Tangan Kasar: May Day 2024

Waktu menunjukan pukul sepuluh pagi ketika kereta yang saya tumpangi tiba di Stasiun Duri. Tidak seperti biasanya, ketika keluar kereta menuju eskalator biasanya harus berjibaku penumpang lain yang akan melanjutkan perjalanan ke stasiun lain atau keluar dari stasiun. Hari ini saya cukup santai, stasiun Duri agak lengang karena hari ini, hari libur  karena May Day atau hari buruh. Stasiun Duri adalah stasiun transit dari Tangerang menuju ke Bekasi, Cikarang dan Manggarai. 

Alhamdulillah ya, 1 Mei jadi tanggal merah. Jadi seperti lebaran. Semua orang bisa libur dan berkumpul bareng keluarga. 

Saya memperkiraan sampai di Stasiun Gambir sekitar pukul sebelas pagi. Padahal  sesuai kesepakatan dengan teman-teman harusnya kami berkumpul pukul sepuluh. Padahal berangkat dari rumah sekitar pukul delapan pagi. Ternyata jalanan menuju stasiun macet total. Perjalanan terhalang oleh barisan massa buruh berseragam hijau yang melakukan konvoi kendaraan sepeda motor. Jika tebakan saya tidak salah, mereka akan merayakan May Day bersama Disnaker Kota Tangerang. Disnaker Kota Tangerang menggelar perayaan May Day dengan cara senam dan bagi-bagi bunga mawar kepada pengendara di seputaran Tugu Adipura. Mereka menyebutnya aksi simpatik. Entah siapa yang harus simpatik. Toh, salah satu pokok masalah perburuhan ada di tubuh Disnaker. 

Kurang dari lima menit pukul sebelas  saya  tiba  Gambir. Aku memesan Ojek online agar diantarkan ke tempat yang dituju dengan cepat. Kendaraan yang saya tumpangi ternyata tidak bisa langsung ke lokasi. Pengendara muter-muter karena banyak jalan ditutup. Akhirnya saya berhasil menembus salah satu jalan yang diblokade. Itu pun setelah saya mencoba negosiasi dengan aparat kepolisian agar diizinkan melewati jalan depan Patung Kuda yang sudah dipenuhi massa aksi dari Partai Buruh. “Saya juga mau aksi Pak. Tapi, massanya masih nunggu di Gambir. Mereka menunggu. Saya Korlapnya,” saya berkelit untuk meyakinkan agar polisi mengizinkan saya melewati kumpulan massa. “Tidak apa berbohong yang penting lolos,” batinku. Pak Polisi mengizinkan kendaraan yang saya tumpangi melewati jalan yang dipenuhi massa aksi. 

Agar tidak menjadi persoalan dengan massa aksi, sepanjang jalan saya teriak “Hidup Buruh! Numpang lewat Mas. Tikum saya di Gambir.” Peserta aksi massa hanya melihat. Beberapa memicingkan mata. Batinku ngakak. Aku  tahu betul, banyak massa aksi akan merasa tersinggung jika terdapat kendaraan yang bukan bagian massa aksi masuk ke barisan. “Mbak, kok berani sama yang demo, mereka biasanya marah kalau kami nyelonong?” ujar Abang ojol. Saya hanya menjawab dengan tertawa. 

Begitu di lokasi, kabar yang saya terima adalah kawan-kawan dari Serang dan Tangerang tertahan di depan Kelurahan Gambir, karena tidak diberi akses masuk ke jalan Merdeka Barat. Sedangkan kawan-kawan dari Sukabumi tidak bisa parkir di Gambir, karena sudah penuh pemarkir kendaraan. Sehingga mereka mencari parkiran di belakang Kementerian Perhubungan. 

Sekitar pukul duabelas kurang duapuluh menit kawan-kawan dari Jaringan Serikat Ojol (JSO) memulai aksi di depan Kedutaan Amerika Serikat. Jaringan Serikat Ojol (JSO) adalah aliansi Serikat Ojol dari tiga wilayah yaitu Serang, Kota Tangerang dan Sukabumi. Hari itu mereka akan melakukan demonstrasi memperingati May Day dengan mengangkat persoalan Ojol, masalah rakyat dan bersolidaritas terhadap rakyat Palestina. Uh, gagah sekali mereka ini. 

Foto: Massa Aksi JSO melakukan aksi solidaritas untuk rakyat Palestina di Depan Kedubes AS (Dokumentasi LIPS 2024)

Aksi dimulai dengan pembacaan tuntutan oleh Korlap. Kemudian dilanjutkan dengan orasi-orasi dari pimpinan tiap serikat Ojol. Di tengah memperhatikan orasi dari salah seorang pimpinan Serikat Ojol dari Serang, saya lihat massa aksi berseragam hitam. Tidak terlalu jelas dari arah mana mereka massa dari KSPI menuju parkiran di Gambir. 

Penasaran dengan situasi Patung Kuda, saya jalan kaki menuju Patung Kuda. Di depan Balai Kota, massa beserta mobil komando dari SPSI berseragam biru konvoi menuju Gambir. Dari mobil komando terdengar korlap memanggil massanya, “Kawan-kawan KSPSI harap mengikuti mobil komando. Setelah ini kita akan melanjutkan dengan May Day Fiesta di Gelora Bung Karno”. Rupanya KSPSI dan KSPI akan melangsungkan May Day Fiesta di GBK. 

Di Patung Kuda hanya terlihat massa aksi dari FSebumi (Federasi Serikat Buruh Militan), yang melangsungkan teatrikal. Mereka dikelilingi beberapa jurnalis yang meliput. Sekitar lima orang massa FSebumi aksi dengan mengunakan kaos bergaris putih hitam, celana hitam, sarung tangan bergaya pantomim lengkap dengan riasan wajah seperti badut. 

Foto: Massa Aksi FSebumi melakukan aksi teatrikal pada May Day 2024 di Jakarta. (Dokumentasi LIPS 2024)

Selain spanduk bertuliskan “Buruh dan rakyat melawan PHK dan Kenaikan Harga Pangan”, mereka juga membawa poster tuntutan bertuliskan “Hukum ketenagakerjaan hanya dagelan”, “Bongkar mafia ketenakerjaan”, dan tuntutan lainnya. 

Untuk saya,  hari itu jakarta tidak terlalu panas seperti dua hari sebelumnya. Walaupun tidak terlalu menyengat, baju yang saya kenankan lepek dengan keringat. Sambill menunggu kawan-kawan JSO menuju Patung Kuda, saya duduk-duduk di samping bapak penjual air minum. “Satu Mei sekarang kok sepi yah Mbak. Gak seperti tahun-tahun sebelumnya,” ujarnya sambil menghitung uang.

“ Iya ya Pak. Biasanya Patung Kuda nih penuh sama yang aksi,” jawab saya.

Tidak salah yang disampaikan bapak penjual minuman, entah berapa puluh kali saya mengikuti aksi May Day tidak pernah sesepi tahun ini. Tengah hari biasanya Patung Kuda penuh. Hari itu, selain massa FSebumi yang jumlahnya kurang dari seratus orang, saya hanya melihat massa dari KSBSI yang sedang orasi di depan kantor kementrian ESDM. Jumlah mereka pun kurang dari tiga ratus orang.

Sekitar pukul dua siang massa Jaringan Serikat Ojol (JSO) tiba di Patung Kuda, massa dengan jaket dengan ciri dan logo aplikator  berbaris di depan kantor Indosat. Ada sekitar empat spanduk berisi tuntuan, tiga bendera organisasi dan poster-poster dari karton dan kardus air mineral dengan tulisan tangan. 

Poster-poster jadul. Ya, saya menyebut poster tulisan tangan adalah poster jadul. Yang mungkin sebentar lagi akan hilang digantikan dengan poster yang dicetak dengan tulisan indah dan desain ‘aduhai’. 

Saya sendiri mempunyai kenangan indah dengan poster-poster tulisan tangan itu. Dua belas tahun lalu, sewaktu saya dan kawan-kawan melawan pemecatan ilegal oleh manajemen Panarub Dwikarya, kami selalu membuat poster dengan tulisan tangan di atas kertas karton. Kami, buruh pembuat sepatu dengan latar belakang pendidikan sekolah menengah pertama dan atas, menulis poster dan spanduk semampu kami. Tidak sedikit kawan yang memiliki talenta membuat gambar. Poster-poster itu masih tersimpan di sekre kami. 

Setiap persiapan aksi massa, sekre selalu ramai oleh kawan-kawan yang akan membuat poster dan spanduk. Sekarang, ketika ramai persiapan aksi massa, yang ramai bukan sekre serikat buruh, tapi percetakan. 

Bagi saya, aksi massa bukan sekadar aksi tapi ada kebersamaan dan kerja sama untuk merumuskan pernak-pernik aksi. Pengalaman lebih dari 200 aksi buruh PDK, membuatku jatuh cinta dengan poster-poster jadul. Ketika masih bersama kawan-kawan PDK, H-7 kami sudah siapkan semua yang berhubungan dengan kebutuhan aksi. Poster, teatrikal, spanduk, selebaran, rilis sampai orator-orator. 

Menyadari kalau keuangan kami sangat terbatas, pembuatan poster dan spanduk harus kami akali agar tidak mengeluarkan biaya tidak terlalu banyak. Kami pernah membuat spanduk dari plastik pembungkus (plastik kresek) warna hitam yang disambung-sambung. Tulisannya memakai kertas HVS bekas yang digunting. Lalu, kertas HVS itu di tempel dan direkatkan dengan lakban. Dengan biaya empat puluh ribu rupiah kami sudah bisa membuat spanduk. Jika tutorial singkat ini terlalu sulit, bisa saya ajarkan. Yang penting perlengkapan aksi dibuat bersama dengan biaya yang hemat.  

Begitu juga dengan poster, kami jarang mengunakan spidol dengan alasan pengiritan. Kami biasa mengunakan crayon yang harganya lebih murah dan awet. Kebetulan poster-poster kasus PDK selalu kami buat semenarik mungkin. “Poster centil” istilah kami. Kalau organisasi lain membuat poster segarang mungkin, poster emak-emak PDK seperti warna-warna pelangi, begitu pula gambar-gambarnya. 

Di saat persiapan aksi, kami berkumpul, sambil ngeteh, ngopi, dan ngemil diiringi lagu dari speaker aktif. Ada yang sambil tengkurap mewarnai poster, ada yang serius menulis dengan mengeluarkan kemampuan terbaiknya agar hasil tulisannya indah. Begitulah kebersamaan yang rutin kami lakukan ketika menuju aksi-aksi kasus PDK. Melalui tulisan ini, saya ingin menyapa kalian yang pernah berjuang bersama, “Love you full!” 

Kembali ke aksi JSO. Saya melihat beberapa poster tuntutan bagi pengemudi perempuan menarik perhatian saya seperti: “Resiko lady ojol: Keguguran, Pelecehan, Kekerasan. Negara Lindungi Kami”, “Lady Ojol cuti melahirkan, akun kena suspen/anyep. Oh.No.” “Aplikator berikan jaminan keselamatan lady ojol dari pelecehan dan kekerasan”, “Berikan hak reproduksi dan jaminan kesehatan bagi lady ojol”. 

Foto-foto massa aksi dari JSO membawa poster tentang kondisi kerja Lady Ojol saat Aksi May Day di Jakarta (Dokumentasi LIPS 2024)

Lady Ojol adalah istilah yang umum digunakan oleh para pengemudi Ojol kepada Ojol perempuan. Saya tidak tahu persis kenapa mereka sebutan mereka menggunakan bahasa Inggris. 

Bergantian peserta aksi menyampaikan orasi atau unek-uneknya, dari sekitar 50-an massa aksi JSO ada tiga orang lady Ojol. Ketiganya menyampaikan orasi mengenai keluhan dan tuntutannya. Ida salah seorang lady ojol menyampaikan resiko pelecehan yang didapat dari penumpang. Lina, lady ojol dari Sukabumi menyampaikan beratnya menjadi lady ojol ketika sedang datang bulan, di saat hormon estrogen naik turun yang menyebabkan mood memburuk harus berhadapan dengan penumpang dan dituntut tetap baik memperlakukan penumpang yang kadang menyebalkan. 

Selama aksi berlangsung, saya melihat kawan-kawan lady ojol diwawancara beberapa media. “Semoga setelah aksi may day ini isu lady ojol bisa naik, selama ini kementrian perempuan tidak terdengar suaranya,” ujar saya kepada  kawan di sebelahku.

Di tengah asik ngobrol sambil memperhatikan aksi, di depan saya berdiri rombongan laki-laki berbadan tegap berkaos polo putih, rata-rata memakai tas selempang. Tidak seperti kebanyakan orang yang berlalu lalang di sekitar Patung Kuda, kulit mereka bersih. 

Kedatangan lelaki berbadan tegap tersebut beriringan dengan massa Gebrak. Mereka datang lebih dulu. 

“Mereka dari mana? Buruh bukan ya,” tanyaku . 

“Gak tahu kayaknya bukan euy, kalau melihat tampilannya,” jawab kawan sebelahku. 

Penasaran, saya perhatikan satu-satu dari sekitar 9 orang tersebut.Rata-rata memakai sepatu brand internasional. Satu di antara mereka mengenakan sepatu merek Nike invincible yang harganya di atas UMK Jawa Tengah tahun ini.

Selidik punya selidik, ternyata mereka adalah tim TBC. Mereka adalah pasukan TBC (Turn Back Crime). Di kalangan buruh pasukan TBC sulit dilupakan. Mereka populer karena berhasil menggebuk massa aksi menolak PP 78 di depan Istana Negara. Beberapa kawan kami ditangkap serta disikat dan salah satu Mokom dirusak. Dulu mereka mengenakan kaos polo biru dongker bertuliskan ‘Turn Back Crime’ di dada kanan.

TBC merupakan bagian program International Criminal Police Organization alias Interpol sejak 2014. Tugas mereka adalah memerangi dan melawan kejahatan terorganisir. Mengapa mereka bergerombol di sekitar massa aksi? Apakah mungkin massa buruh yang ceking dan kekurangan gizi karena upah murah ini sedang merencanakan kejahatan terorganisir? Entahlah. 

Sekitar setengah empat massa JSO membubarkan diri, ada yang langsung pulang ada yang menuju Bundaran HI ikut gabung dengan massa Gebrak dan AASB. 

Aksi may day kali ini adalah aksi pertama JSO juga aksi pertama dari kawan-kawan lady ojol. 

Selepas aksi saya sempat menanyakan kesan mereka. “Asli seru banget, keren aku nanti mau cerita sama bebep orasiku tadi” , “Aku pengen kayak orang-orang ih lantang ngomongnya depan orang banyak”, “Aku tadi malu-maluin ih. Gak ada suaranya” . Begitu komentar mereka. Semua mengakui kalau mereka senang terlibat dalam aksi May day, 

Menutup tulisan singkat pengalaman mengikuti aksi bersama kawan-kawan ojol, apresiasi dengan keterlibatan kawan-kawan ojol dalam aksi May Day kemarin. Seharian mengikuti aksi, mereka tidak mengaktifkan akun atau ngebid. Itu artinya satu hari itu mereka tidak mempunyai pemasukan. 

Aksi massa May Day bisa menjadi bagian dari pendidikan, di mana massa anggota belajar menyampaikan keluhannya di depan massa banyak. Percayalah bagi anggota biasa berorasi di aksi besar, seperti May Day dan bertempat di Jakarta adalah pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan. Walaupun berorasi dengan terbata-bata tapi yang disampaikan adalah pengalaman, keluhan yang dialami sehari-hari.[]