“Apakah kita bisa meneruskan ini?” terang Sekretaris Serdadu (Serikat Angkutan Roda Dua) Kodriyana. “Kalau Kopdar (Kopi Darat) udah diundur. Nanti ada rencana untuk audiensi dengan Disdik (Dinas Pendidikan),” lanjut Kodriyana mengisyaratkan bahwa para pengurus Serdadu mampu melanjutkan rencana telah disepakati bersama.
Serdadu merupakan serikat buruh yang dibentuk oleh ojol dan kurir dari berbagai aplikasi di Serang Banten pada 2023. Pada 1 Mei 2024, mereka mendeklarasikan bahwa ojol dan kurir adalah buruh, bukan mitra. Mereka juga menuntut kepastian pendapatan, perlindungan perempuan ojol, jaminan sosial dan pemenuhan hak-hak perburuhan kepada perusahaan platform dan penyelenggara negara. Jum’at, 28 Juni 2024, Serdadu menyebarkan undangan konsolidasi akbar ke seluruh komunitas ojol di Banten, yang akan dilaksanakan pada Minggu, 30 Juni 2024.
“Kita bersedih. Bukan hanya karena kehilangan almarhum. Tapi rencana dia banyak sekali, yang harus diteruskan.” Ewok, panggilan Kodriyana, terkekeh mendengar pernyataan saya yang menyebalkan.
Dengan pandangan tajam, dia menggandeng saya. Kemudian mendekatkan mulutnya ke telinga saya dan berbisik. “Jangan lupa bawa kresek. Kalau mabuk perjalanan nanti ditangkap polisi.” Ia pun membalikkan badan berlari kecil meninggalkan saya, yang pamit pulang. Ewok tahu betul perjalanan 116 kilometer dari Serang ke Bogor cukup melelahkan.
Langit mendung seperti bersedih. Tanah, daun, atap rumah dan jalan masih basah setelah diguyur hujan tiga jam sebelumnya. Lebih dari sepuluh sepeda motor terparkir. Duapuluh langkah dari parkir sepeda motor, sebuah tenda terpasang di depan rumah tipe 36 di Perumahan Bumi Ciruas Permai Serang Banten. Tiga kelompok manusia yang terdiri dari 3 hingga 6 orang berkerumun di tempat terpisah. Mereka sedang melayat keluarga Triono. Satu dari tiga kerumunan tersebut tampak serius membicarakan hak asuransi Triono.
Sabtu, 29 Juni 2024, menjelang Subuh, Triono (48 tahun) menghembuskan napas terakhirnya setelah mengalami kecelakaan kerja di Cipocok Kota Serang. Triono, yang pagi itu sedang membawa penumpang tertabrak mobil losbak. Sepeda motor yang ditumpangi Triono hancur: ban belakangnya terlepas dan spakbornya berantakan. Triono sempat dibawa ke rumah sakit, sementara penumpangnya tewas di tempat. Cuplies, salah satu pengurus Serdadu menyebutkan, sopir losbak mengendari mobil dalam keadaan mabuk.
Tentu saja negara maupun aplikator tidak sudi menyebut Triono mengalami kecelakaan kerja. Lumrah disebut sebagai Lakalantas alias kecelakaan lalu lintas, yang berarti peristiwa yang tidak diinginkan akibat keteledoran para pengendara jalan. Lagi pula waktu dan tempat kematian merupakan bagian dari misteri hidup. Namun, sistem transportasi dan lapangan kerja yang buruk telah mengondisikan pengemudi jalan dalam keadaan mengancam nyawa.
Ini bukan soal pengendara yang ugal-ugalan dan tidak memperhatikan keselamatan di jalan, tapi soal tanggung jawab negara menyediakan sistem transportasi umum yang aman. Triono dan ribuan orang pengemudi ojol-lah yang menggerakan ekonomi daerah, melalui pengantaran orang, barang dan makanan dari satu titik ke titik yang lain. Salah satu kewajiban negara menyediakan transportasi massal telah ditanggung Triono dan para pengemudi ojol.
Sistem transportasi tanpa penerangan yang memadai, tanpa trotoar dan berlubang adalah ciri khas dari jalan umum yang disediakan negara untuk rakyatnya. Karena infrastruktur jalan hanya diperbaiki dan dirawat demi melancarkan sirkulasi kapital. Perusahaan platform penyedia jasa transportasi hanya membutuhkan pembaruan data dari para pengemudi ojol untuk dijual ke pengiklan, negara hanya butuh pajak STNK (Surat Tanda Kendaraan Bermotor), dan pajak kendaraan bermotor serta pajak pengguna listrik yang didaku untuk perawatan dan penerangan jalan.
Delapan tahun lalu, Triono memutuskan menjadi pengemudi ojol. Menurutnya, dengan usianya menuju kepala empat, sangat sulit mendapat pekerjaan baru. Satu-satunya jenis pekerjaan yang tersedia adalah menjadi ojol, seperti lumrah dialami calon-calon buruh yang dieliminasi oleh sistem kerja fleksibel.
Sejak order semakin sulit didapat alias anyep, pada 2020, Triono memutuskan ngalong, yaitu mengaktifkan akun di malam hari. Asumsinya, di malam hari jumlah pengemudi ojol tidak sebanyak siang hari maka kesempatan mendapatkan order lebih banyak.
Triono, lelaki keturunan keluarga Jawa. Ia terlempar-lempar dari satu tempat ke tempat lain. Ketika Jakarta diserbu investor manufaktur asal Korea Selatan, ia terlempar ke Citeureup Bogor. Setelah lulus sekolah menengah atas, ia tersedot bersama ribuan buruh dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Palembang di pabrik pembuat sepatu merek Adidas, Nike, Asics dan Puma di PT Nikomas Gemilang Serang Banten.
Dari pabrik milik Taiwan tersebut, ia terlempar lagi ke pabrik pembuat sepatu merek Asics asal Jepang, PT Woojin Sepatu di Serang Banten. Ia pun disingkirkan ketika pabrik tersebut dijual ke perusahaan lain, yaitu PT Best Footwear. Kemudian, Triono terlempar ke Karawang di pabrik asal Taiwan pembuat sepatu merek Nike, PT Dean Shoes. Di semua tempat, ia tidak berhenti mengajak buruh berorganisasi dan berjuang.
Kurang lebih empat tahun, Triono bolak-balik Karawang-Serang. Ketika pabrik tersebut memindahkan pabriknya ke Cirebon, Triono kembali ke Serang Banten. Sejak itu, ia mengajak para pengemudi ojol membangun serikat buruh.
Juni lalu, saya bertemu dengan Triono. Ia menceritakan pergerakan ojol harus diperkuat dengan pengorganisasian dan pendidikan. Sebagai buruh yang pernah bekerja di pabrik dan mengalami langsung sistem keserikatburuhan di pabrik, ia mengkritik cara kerja serikat buruh pabrik, yang hanya memikirkan upah minimum. Menurutnya, “Bentuk organisasi ojol harus lebih baik daripada serikat buruh pabrik.”
Jika Anda menikmati membaca cerita ini, maka kami akan senang jika Anda membagikannya!