Saya Dedeh, biasa dipanggil dengan Ndeh. Cianjur adalah kota kelahiran sekaligus tempat saya dibesarkan. Sebuah wilayah yang di pegunungan dan hamparan pantai di sebelah Selatan. Bisa dibilang masa kecil saya cukup bahagia dengan tinggal bersama dua orang tua dan dua saudara perempuan. Meskipun kami sekeluarga hidup secara sederhana namun saya dan kedua saudara saya bisa menyelesaikan sekolah hingga bekerja di dalam gedung tanpa khawatir kepanasan atau kehujanan.
Keluarga adalah hal terpenting dalam hidup saya, tanpa mereka saya bukan siapa-siapa. Saya tipe orang yang senang mencoba hal baru sehingga kegiatan apapun itu selalu saya coba lakukan. Menjadi orang yang cerdas, bahagia dan sukses adalah mimpi saya. Jika diberikan kesempatan untuk memperoleh apapun di dunia ini maka saya akan memilih sebuah kebahagiaan dan kenyamanan dalam hidup saya.
Pada tahun 2015 saya mendapatkan informasi mengenai lowongan kerja di PT Pou Yuen Indonesia (PYI) dengan memasukkan lamaran via kantor pos terdekat. Saya pun mencoba dengan melampirkan CV dan beberapa berkas yang diperlukan sebagai syarat masuk. Satu bulan kemudian saya menerima panggilan dan melakukan seluruh rangkaian tes. Alhamdulilah saya lulus dan diterima menjadi buruh di PYI. Saya pun bergabung menjadi anggota salah satu serikat di pabrik.
Bekerja di PT PYI tidak selalu mulus, sewaktu saya menjadi asisten pribadi AFL (supervisor produksi) gedung. AFL beberapa kali memindahkan/mutasi buruh ke tempat produksi lain. Buruh yang dimutasi kemudian melapor ke serikat buruh mereka dan akhirnya mereka mendatangi AFL dan saya. Kebetulan di tempat saya bekerja terdapat lebih dari empat serikat buruh. Mereka datang dan mengelilingi kami untuk mengklarifikasi seluruh aktivitas yang berhubungan dengan ketidaknyamanan anggotanya karena mutasi dan di shifting berkali-kali di area kerja kepada AFL.
Banyak hal yang terjadi di dalam pabrik yang tidak semua diketahui oleh masyarakat luar. Tidak bisa dipungkiri bahwa masih ada praktik Kekerasan dan Pelecehan Berbasis Gender (KPBG) di tempat saya bekerja. Hal tersebut memiliki pengaruh yang berbeda pada setiap aktivitas hari-hari buruh. Bisa dikatakan tergantung area kerjanya, ada yang menghiraukan ada pula yang mempraktikkan-ulang KPBG tersebut.
Saya memiliki beberapa pengalaman dalam mengatasi KPBG di tempat kerja, ketika itu ada buruh perempuan yang dilecehkan dan tidak berani speak up karena malu dan takut di-bully karena sudah dilecehkan.
Pengalaman lain adalah ketika saya mengadvokasi kasus untuk melawan pelecehan di tempat kerja. Kami melakukan interogasi kepada pihak yang terkait dan saksi yang melihat dan mendengar. Kami kawal kasusnya agak tidak terulang kembali di area kerja, sebab harasment itu Zero Toleran. Kami tempuh jalur mediasi terlebih dahulu jika jalur mediasi tidak berhasil, kita laporkan sesuai Perjanjian Kerja Bersama (PKB) di tempat kerja.
Tidak hanya itu, kasus lain yang pernah saya tangani adalah tentang aturan pengawas harus semua perempuan, sebab di tempat kerja saya banyak laki-laki dianggap pembangkang. Strategi yang kami lakukan adalah memberikan edukasi kepada pengawas laki-laki bahwa tidak semua pengawas laki-laki berperilaku seenaknya dan membangkang peraturan yang ada.
Semua hal yang saya dan serikat saya lakukan memberikan dampak perubahan yang positif dalam mengurangi KPBG di tempat kerja. Hal tersebut terwujud dengan penyetaraan pekerjaan di lapangan, setiap buruh memiliki inisiatif sehingga tercipta keseimbangan dalam melakukan pekerjaan. Momen lain adalah ketika ilmu dan pendidikan yang diberikan biasanya hanya untuk laki-laki karena perempuan dianggap tidak mampu. Namun sekarang perempuan dapat merasakan pendidikan tersebut.
Tidak ada yang mudah dalam melakukan upaya penghapusan KPBG di tempat kerja, namun bukan berarti tidak bisa. Banyak hal menantang yang harus saya hadapi, dari segi pekerjaan, karakter orang yang beragam, hingga perbedaan perspektif dan perilaku seseorang. Salah satu tantangan terberat saya semasa hidup adalah berhadapan dengan seseorang yang memiliki personality yang unik, yaitu terlalu narsis. Tentu saja sudah banyak hal yang saya lakukan untuk mengatasinya persoalan tersebut. Pada akhirnya saya menemukan satu cara yang membantu saya melewatinya yaitu kesabaran yang luar biasa terhadap orang tersebut.
Di balik semua cerita menantang tersebut, terdapat cerita membahagiakan dan membuat saya bangga. Saya pernah bekerja di sebuah perusahaan outsourcing yakni PT Indonesia Epson Industri di kawasan industry EJIP Cikarang, Bekasi pada tahun 2013. Ketika itu sebanyak 8000 pekerja PT Epson akan habis kontrak dan hanya diberikan kuota sebanyak 30 orang untuk mengikuti tes menjadi buruh tetap. Sebagian besar buruh di sana berstatus kontrak. Dari 30 orang itu saya adalah salah satu kandidat. Setelah hampir satu bulan mengikuti serangkaian tes dan sesi terakhir adalah interview dengan psikolog dan manajer planning yang asal Jepang. Satu minggu berlalu, pengumuman disebarkan secara terbuka bahwa hanya ada tiga orang yang dijadikan buruh tetap. Masing-masing ditempatkan di wilayah yang berbeda, satu di Jawa Timur, satu di jawa Tengah dan satu di Jawa Barat. Yang mengejutkan adalah saya sendiri yang terpilih untuk wilayah Jawa Barat. Di situlah saya merasa bangga ketika menjadi salah satu buruh tetap PT Epson dan melihat orangtua saya tersenyum atas keberhasilan saya.
Segala upaya yang dilakukan tidak hanya untuk diri saya sendiri namun saya berupaya agar juga memberikan dampak baikk bagi orang banyak. Untuk mempertahankan lingkungan kerja yang nyaman, aman dan setara saya bersama serikat perlu untuk melakukan banyak hal. Dengan meng-update pemahaman dan pengetahuan ragam isu, terutama tentang peraturan yang berlaku. Yang tidak kalah penting adalah meningkatkan kepercayaan diri. Tingginya semangat ini juga dipengaruhi oleh seseorang yang menjadi inspirasi saya. Beliau memiliki pemikiran yang sangat luar biasa, serba bisa dan selalu bilang ‘YA’ dalam setiap kesempatan. Meskipun belum tahu apakah bisa atau tidak namun apapun kesempatan itu jangan disia-siakan. Dengan begitu membantu menjadikan pelajaran dan pengembangan diri agar lebih dapat mengeksplorasi dalam mengasah ilmu dan potensi yang di miliki.
Tidak ada hal yang kebetulan, namun semua sudah ditakdirkan untuk menjadi pilihanmu. Maka jangan menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Sama halnya seperti menyuarakan ketidakadilan di tempat kerja, kita harus bersatu dan melawan ketidakadilan. Berangkat dari itu maka suara kita akan didengar. Kekuatan lain saya dapat dari adanya PKB di tempat kerja, bergabung dalam serikat buruh dan Team Penanganan Anti Kekerasan (TPAK). Persoalan tidak akan selesai apabila kita hanya mengeluh, yang diperlukan adalah bergerak, bersatu dan berjuang bersama untuk keadilan bersama.
#Tulisan ini merupakan bagian dari peringatan Hari Pemogokan Perempuan Internasional, yang diperingati tiap 8 Maret, yang disebut dengan HPI (Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day (IWD). HPI bermula dari pemogokan 15.000 buruh perempuan menuntut kenaikan upah dan pengurangan jam kerja di New York Amerika Serikat, pada 1908. Sejak 1910, konferensi perempuan internasional menetapkan setiap 8 Maret sebagai hari peringatan menuntut pemenuhan dan peningkatan hak buruh perempuan di berbagai negara. Kami mengundang para buruh, aktivis maupun pengamat perburuhan menulis dengan bebas dan kreatif seputar pemenuhan dan pemajuan hak-hak perempuan.
Jika Anda menikmati membaca cerita ini, maka kami akan senang jika Anda membagikannya!