MAJALAH SEDANE

Memuat halaman...

Sedane

Majalah Perburuhan

ILO, Penyelesaian Kasus dan 1001 Macam Aksi

Foto: Aksi piket Minggu dan Kamis buruh PT Panarub Dwikarya Benoa di Tangerang Banten merespons teguran Pemerintah Indonesia. (Sumber: PTP SBGTS GSBI PT PDK, 2016)

Foto: Aksi piket Minggu dan Kamis buruh PT Panarub Dwikarya Benoa di Tangerang Banten merespons teguran Pemerintah Indonesia. (Sumber: PTP SBGTS GSBI PT PDK, 2016)
Foto: Aksi piket Minggu dan Kamis buruh PT Panarub Dwikarya Benoa di Tangerang Banten merespons teguran Pemerintah Indonesia. (Sumber: PTP SBGTS GSBI PT PDK, 2016)

Komite Kebebasan Berserikat Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) menyidangkan 33 kasus perburuhan dari 169 kasus yang diajukan, pada 27-29 Oktober dan 4 November 2016, di Jenewa. Sidang telah menyimpulkan 20 kasus dan menunda 13 kasus lainnya.
Kasus 1300 buruh PT Panarub Dwikarya Benoa (PDKB) Tangerang Banten adalah satu dari kasus yang telah mencapai kesimpulan. Kasus buruh PT PDKB diadukan pada 27 Februari 2015 dengan nomor kasus 3124 dan nomor pengaduan 380. Buruh mengadukan tentang pemecatan terhadap pemimpin serikat buruh, pembatasan hak mogok oleh kekuatan polisi dan paramiliter, pemecatan terhadap anggota dan nonanggota serikat buruh karena terlibat mogok, dan intervensi manajemen terhadap pembentukan serikat buruh.
Setelah melakukan penyelidikan sekurangnya setahun, sidang Komite Kebebasan Berserikat merekomendasikan empat hal kepada Pemerintah Indonesia. 1) Pemerintah Indonesia mesti memberikan tanggapan rinci dan melakukan penyelidikan terkait keterlibatan aparat kepolisian dan kekuatan lainnya mengintervensi pemogokan; 2) Pemerintah Indonesia diminta mengambil langkah-langkah agar buruh mendapatkan kompensasi, jika pemulihan seluruh hak buruh tidak dapat dilakukan dengan alasan penutupan perusahaan; 3) Pemerintah Indonesia segera melaporkan dugaan intervensi pengusaha dalam pendirian serikat buruh dan memberikan sanksi agar kejadian yang sama tidak terulang; dan 4) Investigasi yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia semestinya mampu mencerminkan kompleksitas kasus yang dialami buruh PT PDKB dari soal upah, pembentukan serikat  buruh, pembatasan hak mogok, pemecatan, penghalang-halangan partisipasipasi mogok hingga intervensi kegiatan serikat buruh.
Keluarnya Rekomendasi ILO dapat dikatakan sebagai salah satu kemenangan buruh, khususnya buruh di PT PDKB. Kasusnya sendiri mewakili model-model perampasan hak buruh di tempat kerja di bawah rezim hubungan kerja fleksibel. Di sinilah kalimat ‘kejadian yang sama tidak terulang’ dalam Rekomendasi ILO semestinya diperhatikan oleh Pemerintah Indonesia. Selain itu, ternyata tidak semua kasus mesti ditempuh melalui penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang melelahkan dan tidak memberi harapan.
Tergambar dalam Rekomendasi ILO tersebut bahwa makna kebebasan berserikat berlaku menyeluruh; dari mendirikan, menjalankan kegiatan hingga berpartisipasi dalam kegiatan serikat buruh. Bagi kasus Indonesia, penekanan tersebut relevan. Hak berserikat melekat pada setiap buruh, sebelum dan setelah bergabung ke serikat buruh. Termasuk hak menjalankan dan berpartisipasi dalam serikat. Jadi kebebasan berserikat itu bukan setelah serikat buruh tercatat di pemerintah dan bukan untuk pengurus serikat buruh saja.
Bagi buruh PT PDKB, keluarnya Rekomendasi ILO, membuka kembali harapan penyelesaian kasus yang hampir lima tahun. Lebih dari 135 demonstrasi di pusat-pusat kantor pemerintahan dan halaman perusahaan tidak membuahkan hasil. Untungnya buruh-buruh yang sebagian besar perempuan berkeluarga tersebut tidak patah arang. Mereka melancarkan kampanye internasional, kampanye media sosial, serta aksi piket Kamis dan Minggu. Kasus buruh PDKB sempat diadukan ke kepolisian Kota Tangerang. Gelar perkara yang dilaksanakan kepolisian setempat menyimpulkan bahwa kasus yang diajukan serikat buruh tidak memenuhi unsur penghalang-halangan kegiatan berserikat.[1]
Kasusnya sendiri melewati dua pemerintahan, dari Susilo Bambang Yudhoyono ke Joko Widodo-Jusuf Kalla. Rekomendasi sebelas lembaga negara agar perusahaan segera menyelesaikan permasalahan, sekadar macan kertas. Sebelum PT PDKB ditutup oleh manajemennya, Per November 2012, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnasham) mendesak agar Adidas sebagai salah satu pemesan barang, menyelesaikan kasus yang dialami buruh PT PDKB. Setelah perusahaan ditutup, serikat buruh meminta informasi mengenai perkembangan kasus kepada Komnasham. Komnasham menyarankan agar serikat buruh menyelesaikan kasus Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).[2]
Surat yang dikeluarkan Komnasham ditujukan kepada serikat buruh bukan ke lembaga negara. Ini aneh. Keanehan selanjutnya adalah tentang saran penyelesaian kasus melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Tampaknya, Komnasham tidak ingat bahwa batas pengajuan kasus pemutusan hubungan kerja ke PHI dua tahun.[3] Tidak hanya itu, Komnasham pun lupa bahwa PHI hanya memproses kasus yang bersifat perdata, sementara kasus yang menimpa 1300 buruh berlapis dengan kecenderungan pelanggaran pidana. Barangkali lembaga yang bertugas menghormati dan memajukan hak dasar manusia tersebut tidak mendapatkan informasi yang menyeluruh mengenai efektivitas penyelesaian kasus melalui PHI. Kalangan perburuhan telah menilai bahwa PHI tidak lebih dari ‘lembaga tukang PHK’. Atas dasar alasan-alasan itu pula, sedari awal, para buruh tidak bersedia menempuh jalur PHI, tapi menuntut negara, termasuk Komnasham, mengambil tanggung jawab.
Perubahan sikap pun terjadi di Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Pada masa Ketua Komisi IX DPR Tibka Tjiptaning (2009-2014) menyatakan bersedia membantu menyelesaikan kasus. Setelah terjadi pergantian, Ketua Komisi IX DPR RI 2014-2019 Dede Yusuf menyatakan bahwa kasus telah ditutup. 
Ada pula yang menarik. Para buruh pun mempertanyakan efektivitas kesepakatan yang didaku sebagai keberhasilan, yaitu Protokol Kebebasan Berserikat. Protokol yang disepakati oleh pemasok, pemilik merek dan federasi-federasi serikat buruh tingkat nasional ternyata tak berkutik untuk menyelesaikan persoalan.[4] Adidas sebagai salah satu penandatangan Protokol menolak membahas kasus PT PDKB.[5]
Berita yang menggelikan ketika kasus hendak disidangkan di ILO. Salah satu pejabat Kemnaker menyayangkan, kenapa kasus tidak diselesaikan di dalam negeri. Mendengar kabar tersebut, segera saja para perempuan tersebut membuat poster, berdemonstrasi, dan kampanye media sosial dengan tagar, ‘Waras Pak?!’
Setelah keluar Rekomendasi ILO, Kementrian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemnaker RI) melalui Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja segera memanggil serikat buruh dan manajemen PT PDKB pada 12 Januari 2017. Pertemuan di Kemnaker RI menyepakati bahwa kasus akan diselesaikan selama dua bulan melalui musyawarah mufakat.
Mekanisme Internasional Penyelesaian Kasus
Serikat-serikat buruh di Indonesia memiliki sejarah panjang dalam menggalang kampanye internasional. Contoh popular adalah dukungan perjuangan kemerdekaan dari serikat buruh pelabuhan Australia. Peristiwa yang dikenal dengan ‘Black Armada’ tersebut dilakukan dengan cara memboikot pekerjaan bongkar muat untuk kapal-kapal Belanda.[6]
Selain solidaritas internasional, ada pula mekanisme lain, yaitu melalui ILO dan OECD. Salah satu serikat buruh yang mencoba menempuh pengaduan OECD adalah Serikat Buruh Nestle Indonesia Panjang, Lampung.
Sejak menjadi anggota ILO pada 1950, dan Komite Kebebasan Berserikat dibuka, serikat buruh Indonesia turut menggunakan mekanisme tersebut untuk memenangkan tuntutan. Catatan penting dari mekanisme pengaduan ILO adalah kebersediaan negara, baik untuk memberikan informasi, menindaklanjuti Rekomendasi, bahkan meminta bantuan dari ILO untuk melaksanakan Rekomendasi. Tidak semua kasus yang diproses melalui mekanisme ILO ditindaklanjuti.
Contoh kasus yang ditutup dan tanpa kejelasan adalah pengaduan dari Federasi Serikat Buruh Dunia (WFTU), pada 1967. WFTU mengadukan tentang represi terhadap Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), pemenjaraan tanpa pengadilan terhadap 55 ribu orang anggota SOBSI, hukuman mati terhadap Ketua Umum SOBSI dan Wakil Presiden WFTU Nyono, dan penghilangan paksa terhadap Ketua Serikat Buruh Konstruksi dan Perkayuan Internasional dan Federasi Serikat Buruh Konstruksi dan Irigasi Sudarno Heru. Kasus pengaduan WFTU ditutup pada 1971. Alasan yang dikemukakan, informasi yang terkumpul tidak memadai untuk menarik kesimpulan. Permintaan informasi ILO dari Pemerintah Indonesia saat itu tidak dipenuhi.
Sejak 2000 tidak banyak serikat buruh di Indonesia menempuh penyelesaian kasus melalui mekanisme ILO. Dari 2000 hingga 2015 setidaknya terdapat 17 kasus perburuhan yang diadukan ke ILO, 13 kasus sudah ditutup. Beberapa serikat buruh merasa tidak yakin dengan mekanisme ILO. Tapi ada pula serikat buruh yang merasa sulit memahami mekanisme pengaduan melalui ILO. Dalam pemahaman sehari-hari terdapat beberapa federasi serikat buruh mengartikan ILO sebagai organisasi ‘buruh’ tingkat internasional bukan lembaga tripartit di bawah persatuan bangsa-bangsa.
Komite Kebebasan Berserikat merupakan satu badan ILO yang dibuka pada 1951. Komite tersebut melengkapi Komisi Pencari Fakta dan Konsiliasi yang dibentuk pada 1950. Bagi ILO, penghormatan dan perlindungan kebebebasan berserikat merupakan syarat terlaksananya dialog sosial dan tripartisme, sekaligus fondasi keberadaan ILO.[7]
Per 1998, ILO kembali menegaskan kebebasan berserikat sebagai salah satu unsur penting dari empat hak di tempat kerja yang harus dihormati. Tiga lainnya adalah perundingan bersama, tempat kerja yang bebas dari pekerja anak, bebas dari kerja paksa dan nondiskriminasi. Semua negara anggota ILO terikat oleh prinsip tersebut terlepas telah atau belum meratifikasi konvensi-konvensi inti ILO.
ILO merupakan organisasi yang didirikan pada 1919, setelah Perang Dunia I. Acuannya Traktat Versailles. Tujuan berdirinya ILO adalah menciptakan tatanan dunia yang lebih adil dan damai. Saat ini kantor pusat ILO di Jenewa Swiss. Dibantu oleh kantor ILO di tiap negara anggota, ILO bertugas mengawasi pelaksanaan standar perburuhan. Keanggotaan ILO setiap tahunnya terus bertambah. Pada  2016, jumlah anggota ILO mencapai 187 negara meningkat dari 181 negara pada 2008.
Komite Kebebasan Berserikat adalah mekanisme khusus, yang melengkapi prosedur-prosedur umum bagi pengawasan standar-standar ILO, yaitu Komisi Pencari Fakta dan Konsiliasi Kebebasan Berserikat. Melalui Komite Kebebasan Berserikat setiap negara anggota ILO atau anggota PBB tanpa menjadi anggota ILO dapat mengajukan pengaduan mengenai pelanggaran hak dasar serikat buruh baik telah maupun belum meratifikasi konvensi inti ILO. Pengaduan dugaan pelanggaran hak berserikat dilakukan kepada Kantor Perburuhan Internasional ILO atau melalui Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Komite Kebebasan Berserikat terdiri dari sembilan anggota, delapan utusan pemerintah, utusan serikat buruh dan serikat pengusaha dari Badan Pimpinan ILO. Komite Kebebasan Berserikat mengadakan pertemuan tiga kali setahun. Tugasnya, memeriksa pengaduan dan mengeluarkan rekomendasi kepada Badan Pimpinan untuk diteruskan ke pemerintah-pemerintah negara anggota ILO atau PBB.
Penggunaan istilah ‘rekomendasi’ di ILO memiliki konsekuensi berbeda antara negara-negara yang telah dan belum meratifikasi konvensi inti ILO. Selain dipermalukan di dunia internasional, negara-negara yang telah meratifikasi konvensi ILO akan mendapatkan penanganan khusus dari badan PBB tersebut.
Indonesia adalah salah satu negara di Asia yang telah meratifikasi delapan konvensi inti ILO. Pada 2004, 2008 dan 2012 diratifikasi pula tiga konvensi, yaitu tentang pengawas ketenagakerjaan, tentang dokumen identitas pelaut, dan tentang perlindungan hak buruh migran beserta anggota keluarganya. Di banding negara Asia lain seperti Kamboja dan Malaysia, hukum perburuhan Indonesia dapat dikatakan lebih baik. Peraturan perburuhan yang relatif baik tidak secara otomatis menjadi jaminan perlindungan dan penghormatan hak-hak buruh.
Melampaui menang-kalah
Pada dasarnya, penanganan kasus merupakan bagian dari kerja-kerja advokasi. Pegiat perburuhan mengenal dua pendekatan advokasi, yaitu pendekatan litigasi atau melalui jalur pengadilan dan nonlitigasi di luar pengadilan. Tak jarang serikat buruh menggunakan dua pendekatan tersebut secara bersamaan.
Sejauh ini serikat-serikat buruh semakin akrab dengan berbagai metode penanganan kasus. Tentu saja tujuan utama penanganan kasus adalah memenangkan kasus. Setiap orang berharap bahwa kasus dapat diselesaikan dengan cepat dan adil.  Umum pula diketahui, ketika satu kasus perburuhan terungkap akan terbuka deretan kasus-kasus lainnya. Ironisnya kejadian yang mirip dapat terulang, bahkan kepada korban yang sama, walau di tempat dan waktu yang berbeda.
Penanganan kasus seyogyanya dapat diletakkan dalam kerja-kerja mengubah keadaan menjadi lebih adil serta menjadikan buruh kian terdidik dan terorganisasi. Tampaknya prinsip dasar itulah yang jarang sekali terpenuhi. Pada kenyataannya, mekanisme apapun yang dipilih menyaratkan kesepakatan bersama dengan korban, pengorganisasian data dan fakta, pengorganisasian anggota dan penguatan jaringan.
Enam belas tahun setelah kebebasan berserikat dikumandangkan, tantangan serikat buruh kian berat. Peluang-peluang hukum yang tersedia tidak dapat menaklukkan watak dasar modal. Di tengah kesulitan-kesulitan itu pula berbagai para pengurus serikat buruh perlu berpikir keras mencari terobosan-terobosan advokasi yang melampaui pemenuhan hak-hak normatif. Misalnya, ketika terjadi akuisisi perusahaan, relokasi perusahaan, atau perusahaan mengeluarkan kebijakan mengurangi jumlah buruh, apakah para pengurus serikat buruh akan tetap berpandangan bahwa hal tersebut merupakan ‘hak perusahaan’ dan menghabiskan waktu menghitung jumlah pesangon ataukah ada metode lain?
Mengakhiri tulisan ini saya mengutip pidato Sekretaris Jenderal Dewan Nasional Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), Njono.

“Menciptakan seribu satu macam bentuk aksi bukan merupakan satu pekerjaan yang dapat diselesaikan dalam waktu satu hari satu malam, tetapi merupakan satu pekerjaan yang membutuhkan banyak latihan dan pengalaman, satu pekerjaan yang memerlukan banyak inisiatif, satu pekerjaan yang bersifat rumit dan sulit.

… [S]upaya aksi-aksi massa dikembangkan dalam macam-macam bentuk, timbullah satu kompetisi untuk menimbulkan 1001 macam aksi, malahan ada yang sanggup membikinnya sampai 2001 macam.”

Bacaan
Kebebasan Berserikat: Intisari Keputusan-keputusan dan Prinsip-prinsip Komite Kebebasan Berserikat Badan Pimpinan ILO. Kantor Perburuhan Internasional Jakarta. 2006
Syarif Arifin. ILO, Proses Produksi Global, dan Solidaritas Internasional. https://majalahsedane.org/2016/07/ilo-proses-produksi-global-dan-solidaritas-internasional/
International Labour Organization. Definitive Report – Report No 122, 1971. http://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=1000:50002:0::NO:50002:P50002_COMPLAINT_TEXT_ID:2899133[02/02/2017
Jenny Suziani dan Syarif Arifin. Keadilan Buruh di PHI?. https://majalahsedane.org/2016/08/keadilan-buruh-di-phi/
Pidato Kawan Njono (Sekretaris Jendral Dewan Nasional SOBSI). Bintang Merah Nomor Special Jilid II, Dokumen-Dokumen Kongres Nasional Ke-VI Partai Komunis Indonesia, 7-14 September 1959. Yayasan Pembaruan, Jakarta 1960. Diunduh: https://www.marxists.org/indonesia/indones/KongresPKIke6/PidatoNjono.htm
____________________
[1] Diskusi dengan Ketua Serikat Buruh Garmen Tekstil dan Sepatu Gabungan Serikat Buruh Indonesia (SBGTS GSBI) Kokom Komawalati, Januari 2017.
[2] Surat Komisi Hak Asasi Manusia Republik Indonesia kepada Kokom Komalawati (Ketua Umum Pimpinan Tingkat Perusahaan Serikat Buruh Garmen Tekstil dan Sepatu Gabungan Serikat Buruh Indonesia PT Panarub Dwikarya), 18 Juli 2016
[3] Diskusi tentang daluarsa kasus PHK dapat dilihat di sini: http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt51c1388307656/jangka-waktu-pengajuan-perkara-ke-pengadilan-hubungan-industrial
[4] Protokol Kebebasan Berserikat diorganisasikan oleh Playfair Alliance Indonesia, yang melibatkan pemilik merek seperti Adidas, Asics, New Balance, Nike, Pentland, Puma, dan lain-lain serta beberapa pemasoknya di Indonesia. Serikat buruh yang terlibat di antaranya Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Federasi Serikat Pekerja Tekstil dan Sandang (FSPTSK), Serikat Pekerja Nasional (SPN), Federasi Serikat Buruh Garmen dan Tekstil Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (FSB Garteks KSBSI). Protokol Kebebasan Berserikat ditandatangani pada Juni 2011.
[5] Kronologi Kasus Panarub Dwikarya. Dokumen SBGTS GSBI PT Panarub Dwikarya, 2014.
[6] Peristiwa ‘Black Armada’ Bukti Dukungan Warga Australia di Awal Kemerdekaan RI. Unduh di sini: http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2015-08-23/peristiwa-black-armada-bukti-dukungan-warga-australia-di-awal-kemerdekaan-ri/1484750
[7] Mekanisme lain di ILO dapat dilihat di sini. ILO, Proses Produksi Global, dan Solidaritas Internasional. Diunduh di sini: https://majalahsedane.org/ilo-proses-produksi-global-dan-solidaritas-internasional/

Penulis

Syarif Arifin
Lembaga Informasi Perburuhan Sedane