Babak baru dalam bekerja di propinsi Jawa Tengah memberikan pengalaman baru, namun satu nama kembali muncul, sebagaimana di Jawa Barat, ia adalah Better Work Indonesia (BWI). Dalam dua bulan terakhir santer dikabarkan bahwa di perusahaan akan dilakukan audit oleh BWI pada bulan Oktober 2022.
Tentu mengingatkan kembali pada tulisan bulan Februari 2021, dimana saat itu, kritik ditujukan pada laporan di laman website BWI, yang berbanding terbalik dengan kondisi ketenagakerjaan yang kami, buruh, alami sehari-hari.
Dimulai dengan problem upah yang tidak sesuai aturan ketenagakerjaan, yaitu pembayaran upah lembur. Umum diketahui bahwa banyak perusahaan menerapkan model setelah mencapai target, baru diperkenankan pulang. Ada yang menyebutnya dengan istilah skorsing atau disini lebih dikenal dengan istilah “molor”. Di perusahaan ini, pekerjaan dimulai pada pukul 7.30 pagi dan berakhir pada pukul 20.00 dengan hanya 1 jam di bayar lembur, selebihya adalah “molor”.
Di hari Sabtu dan Minggu, apabila diperintahkan, buruh harus bekerja dimulai pukul 07.30 hingga pukul 15.00 dengan dibayar antara 35 ribu hingga 75 ribu saja. Bahkan pernah di suatu waktu, Sabtu, untuk mengejar jadwal ekspor, buruh bekerja hingga pukul 20.00, dengan dibayar sama, 35 ribu hingga 75 ribu saja.
Tentu buruh juga memerlukan istirahat dengan jadwal bekerja sedemikian padat. Namun sayangnya, tidak ada yang memiliki hak cuti, apalagi cuti haid bagi buruh perempuan. Jika anda sakit kemudian berobat dan mendapatkan surat keterangan dokter untuk beristirahat, maka upah akan tetap dipotong. Selaras dengan prinsip “No Work No Pay” yang terjemahannya menjadi, anda tidak bekerja, maka anda tidak dibayar.
Ada cara mudah mengetahui carut marut tersebut, silahkan kunjungi toilet yang disediakan bagi buruh. Anda akan memasuki dunia lain yang pengap, sempit, sangat kotor dan tanpa penerangan. Seakan kita dibawa dalam perjalanan menuju pasar gelap dalam film Star Wars, yang menjadi sarang kriminalitas.
Dan saat kecelakaan kerja terjadi, buruh hanya diobati menggunakan perban dan obat merah di klinik yang disediakan seadanya, tanpa fasilitas memadai. Jika dibutuhkan tindakan medis di rumah sakit, maka buruh harus membiayainya sendiri, seperti seorang kawan yang jari nya terkena mesin pemasang kancing, hari ini.
Jika masih belum cukup, maka tambahkan tindakan pelecehan seksual terhadap buruh perempuan, di daftar menu makan siang anda. Pelecehan seksual, baik secara fisik maupun verbal, sudah menjadi menu sehari-hari bagi buruh perempuan di perusahaan ini. Sayangnya banyak dilakukan oleh mereka yang memiliki jabatan struktural di perusahaan. Bagi mereka yang melawan, pintu gerbang perusahaan, selalu terbuka.
Tulisan ini bukan ditujukan untuk meminta simpati pada pemerintah, melainkan untuk melihat, bagaimana BWI merespon kondisi perusahaan ini. Apakah kritik di bulan Februari 2021 akan selalu terbukti kebenarannya? Jika BWI menyatakan perusahaan ini telah lulus audit, bukankah benar adanya bahwa BWI hanya menjadi alat legitimasi, semacam organisasi yang memungut iuran pada anggotanya agar order bisa masuk? Apakah kesejahteraan buruh, sebagai manusia yang memproduksi langsung merk-merk ternama, semacam GAP, sesungguhnya ada di dalam agenda BWI, sebagaimana mereka nyatakan pada laman website nya? Kami selalu memperhatikan hingga Oktober bertamu kembali tahun ini.
Di Kota Semarang, terdapat beberapa perusahaan yang memproduksi berbagai furnitur berbahan dasar olahan kayu. Hasil produksinya dipasarkan ke berbagai kota di Indonesia, bahkan untuk ekspor ke luar negeri. Produk yang dihasilkan berupa meja, kursi, lemari dengan desain yang tampak mewah, baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun perkantoran. Namun, dibalik kemegahan produk furnitur yang memanjakan mata […]
Begitu banyak petani yang datang dari daerah, mengorbankan biaya dan tenaga sekeluarga demi perjuangan di ibukota. Entah kenapa harus di ibukota. Begitu sedikit dari mereka berorasi dari atas mobil komando, tahta bergerak para raja dan brahmana khas gerakan Nusantara. Dihantam hujan deras dan terik cahaya, datang dari ribuan kilometer jauhnya, hanya untuk berbaris dan duduk […]
Proses penangkapan ikan di Kepulauan Aru dilakukan oleh nelayan tradisional, nelayan lokal, dan kapal-kapal penangkap ikan industrial. Hulu dari proses produksi perikanan di Kepulauan Aru adalah kapal-kapal nelayan tradisional dengan mesin speed yang memiliki kemampuan berlayar lebih dari 12 mil, bahkan hingga mencapai batas negara Indonesia–Australia. Nelayan-nelayan ini beroperasi selama satu hari dan hasil tangkapan […]