MAJALAH SEDANE

Memuat halaman...

Sedane

Majalah Perburuhan

Robotisasi, Generasi Buruh Kontrak dan Pencabutan ‘Order’ Nike dari Indonesia?

Demonstrasi buruh PT HASI dan NASA, yang mencabut order pada 2007. Foto: http://www.gresnews.com/berita/sosial/64000-nike-bayar-uang-lembur-us1-juta-untuk-buruh-banten/#

Demonstrasi buruh PT HASI dan NASA, yang mencabut order pada 2007. Foto: http://www.gresnews.com/berita/sosial/64000-nike-bayar-uang-lembur-us1-juta-untuk-buruh-banten/#

“Bertahun-tahun saya rela masuk kerja lebih awal. Jam 6 pagi sudah bekerja padahal masuknya jam 7 pagi,” kata N, perempuan 41 tahun. Sembilan belas tahun N bekerja di PT Kaho 2 Bekasi Jawa Barat. “Apa balasan dari perusahaan?!,” nada N meninggi.

Line saya mengerjakan Nike,” cerita N bahwa dirinya bekerja di bagian sewing. “Pernah membuat celana pendek perempuan. Sejam harus selesai 200 potong. Kalau sehari bisa menyelesaikan 1800 sampai 2000 potong. Kalau membuat celana klub olahraga bisa mencapai 500 potong sehari. Kerjaanya keteter”. N mengetahui bahwa pakaian yang dibuatnya berharga mahal karena itu perusahaan dan Nike mendapat untung besar dari hasil kerja kerasnya.

“Kalau bagian sewing, selalu dikejar target,” teman N, T menimpali. “Kalau jam istirahat, hanya sempat makan. Kadang belum waktunya salat, udah salat duluan. Kata teman-teman, walaupun belum waktunya salat, ya gak apa-apa, kan Tuhan Maha Mengetahui. ” tutur T, perempuan 37 tahun, yang sudah duapuluh tahun bekerja.

“Kalau tidak mencapai target dimaki-maki dengan kata-kata kasar,” kata seorang buruh perempuan lainnya. “Pada 2014, satu line tidak mencapai target semua buruhnya dijemur sampai empat jam,” ungkapnya.

“Kalau bagian saya (printing) kerjaannya normal,” sambut R, perempuan 39 tahun. “Tapi pernah sekali waktu masuk jam 6 pagi dengan alasan mau ekspor. Itu tidak dihitung lembur. Kami anggap tidak masalah, asal perusahaan maju dan kami tetap bekerja.” R tujuh belas tahun bekerja. Sejak suaminya dipecat dari PT Gunung Garuda, R menjadi tulang punggung keluarga.

N, T dan R tidak menolak jika pekerjaanya dapat menopang penghidupan keluarga, meski upah yang didapat tidak mencukupi seluruh kebutuhannya. “Saya single parent. Anak saya kuliah, sebentar lagi lulus. Alhamdulillah. Tapi kalau tidak bekerja darimana penghasilan saya?!,” keluh N sembari menjelaskan bahwa selama bekerja pun ia berjualan. “Kalau mengandalkan upah tidak akan cukup.”

“Saya juga berjualan (melalui media) online,” sambut T. Meski suaminya bekerja, penghasilannya tidak cukup untuk menghidupi dua anaknya. “Untuk menambah penghasilan, suami saya jadi sopir grab. Tapi kalau perusahaan tutup, gimana dong?!”

2 Juli 2018 Manajemen PT Kaho 2 mengumumkan akan menutup produksi pada Oktober 2018. Produksi akan dipindah ke PT Kaho di KBN (Kawasan Berikat Nusantara) Cakung Jakarta. Di surat tersebut, buruh diberi pilihan: mengundurkan diri atau melanjutkan bekerja di PT Kaho.

“Kita selama ini tidak pernah nuntut macam-macam. Kenapa sekarang kita diperlakukan seperti ini,” gugat R. R merasa disepelekan.  PT Kaho 2 pun tercatat melakukan penangguhan upah minimum dua tahun berturut-turut, pada 2013 dan 2014.

PT Kaho 2, sebelumnya bernama PT Karwell Indonesia, perusahaan pakaian jadi. Pada 2006, seluruh saham PT Karwell diakuisi oleh Kaho. Di tahun itu pula, PT Kaho 2 mendapat pesanan pembuatan pakaian olahraga merek Nike. Total pesanan Nike mencapai 80 persen dari total produksi. Sisanya mengerjakan merek Magistic dan Fantastics.

Tidak terlalu lama setelah pengumuman tersebut, mesin di lini printing, sample, embroidery dan packing dipindahkan ke KBN. Sekitar 300 buruh diminta mengundurkan diri. Sampai September 2018, jumlah buruh yang mengundurkan diri mencapai 1500 orang. Kemudian, buruh yang telah mengundurkan diri ditawari kembali bekerja di bagian lain dengan status masa percobaan. Saat ini buruh tetap yang tersisa sekitar 500 orang.

Tampaknya yang terjadi bukan pilihan. Tapi hanya mengundurkan diri. “Buruh didatangi chief-nya dan didesak mengundurkan diri. Ada juga yang dipanggil satu per satu. Kalau mau ikut pindah pun diminta mengundurkan diri dulu,” jelas T.

Pada 1 Oktober 2018, PT Kaho 2 mengumumkan bahwa produksi berakhir pada 12 Oktober 2018. Lagi-lagi buruh hanya diberikan dua pilihan: mengundurkan diri atau ikut serta pindah. Sayangnya, dalam surat tersebut tidak disebutkan mekanisme pemindahan para buruh. Sementara itu, di kalangan buruh muncul desas-desus. Katanya, buruh yang menolak pindah tidak akan mendapatkan apapun. Sekitar 1800 buruh mengundurkan diri. Akhirnya yang bertahan menolak relokasi dan menuntut kejelasan mekanisme pemindahan sekitar 200 orang.

Pada 12 Oktober keluar lagi surat pemberitahun dari manajemen PT Kaho 2 mengenai penutupan produksi. Dalam surat tersebut juga ditegaskan, buruh yang tidak mengundurkan diri berarti secara otomatis menjadi buruh di PT Kaho di KBN. Untuk kesekian kalinya, PT Kaho 2 mengabaikan keberadaan serikat buruh.

Salah satu buruh yang menandatangi pindah ke PT Kaho KBN Cakung memperlihatkan surat perjanjian kerjanya. Di dalam surat tersebut dikatakan bahwa jumlah upah yang diterima tidak berubah. Namun, kebijakan tunjangan, kompensasi dan penempatan posisi kerja mengikuti kebijakan PT Kaho KBN Cakung.

***

Mengapa menawarkan program ‘pengunduran diri’? Karena jumlah kompensasi ‘pengunduran diri’ lebih kecil daripada PHK (pemutusan hubungan kerja). Namun peraturan perundangan menyebutkan bahwa syarat pengunduran diri harus dilakukan atas kemauan sendiri tanpa indikasi tekanan dari pengusaha. Artinya, skema pengunduran diri yang ditawarkan perusahaan menyalahi peraturan perundangan.

UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mengatur hak atas pekerjaan: setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil. Dalam konteks pemutusan hubungan kerja dikatakan bahwa pengakhiran hubungan kerja semestinya berdasarkan kesepakatan antara buruh atau perwakilan buruh (Pasal 155 Ayat 2). Jika tidak menemukan kesepakatan maka hanya pengadilan yang berhak mengambil keputusan (Pasal 155 Ayat 3). Pemaksaan pengunduran diri secara individual kepada anggota serikat buruh berarti serangan terhadap serikat buruh.

PT Kaho 2, lengkapnya PT Kahoindah Citragarment 2. Biasa disebut Kaho Tambun karena terletak di Kecamatan Tambun Bekasi Jawa Barat. Dengan 54 lini produksi, setiap bulan mampu menghasilkan 700 ribu potong pakaian. Lebih dari 4000 buruh bekerja. Rata-rata perempuan, seumuran N, T dan R. Jika satu buruh menanggung dua jiwa dan perusahaan benar-benar tutup, berarti 11.100 orang kehilangan masa depannya.

“Seumuran kami tidak mungkin mendapat pekerjaan baru. Lagian sekarang semuanya (buruh) kontrak. Makanya kami mempertahankan pekerjaan ini,” terang tiga perempuan tersebut.

Kekhawatiran para buruh Kaho 2 beralasan. Sepuluh tahun terakhir, hampir seluruh perusahaan swasta maupun negara mempekerjakan buruh melalui sistem kerja kontrak dan outsourcing. Tidak jarang, pencari kerja mesti melamar melalui agen tenaga kerja dengan mengeluarkan uang tidak kecil.

Memburu keuntungan yang lebih besar

PT Kahoindah Citragarment 2, satu dari enam anak usaha Hojeon, grup usaha garmen di Korea Selatan. Anak-anak usaha Hojeon beroperasi di Indonesia dan Vietnam. Hojeon menapakan kakinya ke Indonesia pada 1991 melalui PT Kahoindah Citragarment 1, kemudian PT Kahoindah Citragarment 5. Dua-duanya di KBN. Lalu, menyimpan sahamnya melalui PT Karwell Indonesia (1994) dan PT Daehwa Leather Lestari (1994) di Kabupaten Bekasi Jawa Barat, PT Yongjin Javasuka I (2005), PT Yongjin Javasuka II (2008), dan PT Yongjin Javasuka III (2015) di Sukabumi Jawa Barat, serta Viet Thanh Garment (2015) di Vietnam.

September 2017, PT Kahoindah membuka pabrik baru seluas 150 ribu meter persegi di Garut Jawa Barat. Garut merupakan satu kabupaten dengan upah minimum yang jauh lebih rendah dari Jakarta maupun Bekasi. Upah minimum 2018 Garut Rp 1,6 juta per bulan, sementara upah minimum DKI Jakarta Rp 3,6 juta dan Kabupaten Bekasi Rp 3,8 juta per bulan.

Hojeon mendapat pesanan dari sejumlah merek ternama: Under Armour, Nike, The North Face, Adidas, Athleta, Oakley, Majestic, Vf, Swix, Kjus, Fanatics, Louis Castel Paris, Berghaus, Bauer, Salomon, Ulvine. Pesanan-pesanan itu disebar ke pabrik-pabrik anak usaha Hojeon. Misalnya, Nike apparel dibuat di PT Kaho 2, material Nike dibuat di PT Daehwa, dan Under Armour dibuat di PT Kaho 1.

Hojeon berdiri pada 1985. Hojeon dibesarkan di masa kebijakan GSP (General System of Preferences). GSP merupakan skema bebas bea masuk bagi barang-barang yang dijual ke Amerika Serikat, yang berlaku sejak 1974. Skema ini berlaku pula bagi Hong Kong, Singapura, Taiwan, Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya. Selain skema dagang, GSP merupakan salah satu strategi Blok Barat memenangkan Perang Dingin.

Pada 2 Januari 1989, GSP Korea Selatan, Hong Kong, Taiwan dan Singapura dicabut, namun masih memegang lisensi memproduksi barang. Di periode inilah negara-negara yang GSP-nya dicabut mendorong perusahaannya berekspansi ke negara lain, semisal Thailand, Kamboja, Malaysia, Indonesia. Inilah yang menjelaskan rerata pabrik garmen di Asia dimiliki oleh empat negara di atas.

Saat GSP empat negara tersebut dicabut, Pemerintah Indonesia masih berjibaku dengan perubahan strategi industri: dari substitusi impor menjadi berorientasi ekspor. Pemerintah Indonesia membuka kawasan perdagangan bebas Batam (1973), SIER (Surabaya Industrial Estate Rungkut/1974) dan KBN (Kawasan Berikat Nusantara/1986). Peraturan upah minimum diperkenalkan dan kontrol terhadap serikat buruh diperhebat. Dengan strategi industri berorientasi ekspor, pasar Indonesia semakin terbuka bagi modal luar negeri tanpa perlu menyertakan menyertakan pengusaha dalam negeri.

Pabrik-pabrik pemasok Nike apparel di Indonesia. Sumber: Nike Manufacturing Map

Mengetahui rencana penutupan produksi, serikat buruh tidak tinggal diam. Di PT Kaho 2 terdapat dua serikat buruh, yaitu FSBB KASBI (Federasi Serikat Buruh Bekasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia) dan SPN (Serikat Pekerja Nasional). FSBB KASBI bersedia pindah asal seluruh haknya tidak dikurangi. SPN menuntut bahwa proses penutupan perusahaan harus melalui mekanisme PHK (pemutusan hubungan kerja).

Pada 16 Juli terjadi perundingan antara SPN dan perwakilan manajemen. Di antaranya menyimpulkan bahwa perusahaan bersedia memastikan bahwa hak buruh tidak akan berkurang dan tidak akan ada pemaksaan pengunduran diri. Tapi perusahaan tidak bersedia memenuhi tuntutan kompensasi PHK bagi buruh yang tidak bersedia pindah.

“Saya udah kirim surat kepada Nike di Amerika Serikat. Tidak ada jawaban,” terang Ketua SPN PT Kaho 2 Muhammad Nur. Muhammad Nur merasa kecewa dengan manajemen Kaho dan bingung berhadapan dengan Nike. Setiap hari anggotanya selalu bertanya mengenai masa depan pekerjaan mereka. “Minggu lalu, kami mengirimkan surat audiensi kepada PT Nike Indonesia, di Jakarta. Surat hanya diterima satuan pengamanan.”

“Memang dijanjikan pindah. Tapi tidak jelas bagaimana mekanisme pemindahannya, ” kata Ketua FSBB KASBI PT Kaho 2 Asep.

Karena dijanjikan pindah ke PT Kaho Cakung Jakarta, Muhamad Nur mengumpulkan informasi mengenai keberadaan perusahaan yang dimaksud. Ia mengetahui PT Kaho 1 dan 5 sudah lama berproduksi. Kabarnya, akan dibuka Kaho 6 untuk printing dan Kaho 7 untuk gudang. Namun, Muhamad Nur ragu bahwa anggotanya akan menerima hak sebagaimana didapat di PT Kaho 2. Lagi pula upah minimum di Jakarta jauh lebih rendah dari Kabupaten Bekasi.

Muhammad Nur tahu betul bahwa KBN Cakung rawan banjir. Meski hanya berjarak 50 kilometer dari Kabupaten Bekasi dan tersedia kendaraan umum, jalan raya Bekasi-Cakung merupakan jalan umum yang berpolusi, macet dan rawan kecelakaan. Saking rawannya kecelakaan, masyarakat umum menyebut jalur tersebut sebagai ‘jalur tengkorak’.

Dengan luas 176,7 hektar, KBN Cakung dihuni oleh berbagai perusahaan garmen. Rata-rata berasal dari Korea Selatan dan Taiwan. Pakaian jadi merek GAP, Adidas, H&M, JC Penney, Under Armour dan merek ternama lainnya di produksi di KBN Cakung.

Tiga tahun terakhir, jumlah perusahaan di KBN Cakung menurun drastis. Pada 2017 hanya tercatat sekitar 30 perusahaan menurun dari 200 perusahaan pada 2014. Sebagian perusahaan memindahkan produksinya ke daerah pinggiran di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Tentu saja karena daerah-daerah tersebut menyediakan pasokan air lebih banyak, upah minimum yang lebih rendah dan tenaga kerja yang melimpah. Ada pula perusahaan pindah ke negara lain, seperti Ethiopia dan Malaysia.

Kepada Majalah KBN Factory Manajer PT Kahoindah Citragarmen Djauhari Sutiono menyebutkan, hubungan antara buruh dengan manajemen ibarat keluarga. Menurutnya, “Di Kaho selain diberi gaji sesuai UMP, ada sejumlah fasilitas yang diperlukan buruh. Mulai dari sanitasi, poliklinik, rekreasi, bahkan kebutuhan sejumlah cabang olahraga disediakan oleh perusahaan.”

Amatan lebih jauh terdapat cerita berbeda. Pada 2013, PT Kaho Jakarta merupakan satu dari tujuh perusahaan yang terlibat dalam skandal penangguhan upah. Penangguhan upah minimum dilakukan dengan melabrak peraturan. Serikat buruh menggugat penangguhan upah dan dimenangkan pengadilan. Selain itu, jamak diketahui, perusahaan-perusahaan garmen di KBN Cakung kejam dan rakus. Perusahaan-perusahaan di Cakung menerapkan sistem kerja skoring –kelebihan jam kerja yang tidak dihitung sebagai lembur-, kekerasan rutin terhadap buruh perempuan, dan penerapan hubungan kerja kontrak yang melanggar peraturan perundangan.

Riset lain memperlihatkan bahwa kekerasan terhadap perempuan menjadi pola untuk mengeruk keuntungan. Perempuan Mahardika, organisasi perempuan di Jakarta, menyebutkan, dari 773 buruh perempuan dari 45 pabrik di KBN mengalami jenis-jenis kekerasan yang bersifat harian, seperti lembur yang bersifat wajib bahkan bagi perempuan hamil, tidak ada fasilitas untuk ibu menyusui, PHK karena hamil atau melahirkan.

“Kami menemukan 7 buruh perempuan yang mengalami keguguran saat bekerja. Ironisnya, 3 dari 7 buruh yang keguguran tidak mendapatkan cuti, “ terang Koordinator Perempuan Mahardika Vivi Widayawati.

Kabarnya, KBN Cakung sedang berbenah. Tapi bukan memastikan pemenuhan hak-hak buruh. Direktur Pengembangan PT KBN Persero Rahayu Ahmad Junaedi menyatakan akan mengubah KBN Cakung menjadi kawasan logistik dan KBN Marunda menjadi pelabuhan.

“Berarti bekerja di KBN pun kita hanya sementara. Nanti juga akan dipindahkan,” jelas Muhammad Nur.

“Jika ikut pindah berarti akan ada pengeluaran lebih besar,” sahut R. Muhammad Nur, N, R, dan T berharap mereka dapat tetap bekerja di PT Kaho 2.

Robotisasi: Kerja Maksimal, Upah Minimal

Sebaran pabrik pemasok Nike di berbagai negara. Sumber: Nike Manufacturing Map

Terdapat informasi lain. Pada 28 Juni 2018, HRD (Human Resource Departemen) PT Kaho 2 mengirimkan surat pemberitahuan ke Dinas Tenaga Kerja Bekasi. Isi suratnya berbeda dengan surat yang diumumkan kepada buruh.

Surat dari HRD menyebutkan, pengakhiran produksi di PT Kaho 2 karena Nike mencabut ordernya. “Buruh dapat melanjutkan pekerjaannya di PT Kaho 5 atau mendapatkan kompensasi sesuai peraturan,” jelas surat tersebut.

Klausul pencabutan order Nike seolah ditutupi. PT Kaho 2 pun seperti sedang memperlihatkan diri sebagai perusahaan yang taat hukum.

Rencana pencabutan order dari Kaho 2 sulit dipercaya. Lebih dari 30 tahun Nike beroperasi di Indonesia dengan memproduksi sepatu dan perlengkapan olahraga. Pemasok Nike mencapai di Indonesia 38 perusahaan dengan melibatkan lebih dari 193 ribu buruh. Di bidang apparel Nike Indonesia bergantung pada 17 pabrik. Total buruh yang bekerja mencapai 35 ribu buruh. Pada April 2013 Presiden Direktur Nike Indonesia bertemu dengan Kementrian Perindustrian. Nike berencana menjadikan Indonesia sebagai basis produksinya. Presiden Jokowi pun turut memamerkan salah satu sepatu Nike di berbagai acara kenegaraan.

Direktur International Union Education League Jeffery Hermanson membenarkan rencana penutupan Nike. Menurutnya, Nike akan memangkas jumlah pabrik pemasoknya, khususnya bidang apparel di Indonesia. Ia pun mengajak pengusaha dan serikat buruh Indonesia agar menyikapi persoalan tersebut karena akan berdampak buruk bagi lapangan pekerjaan di Indonesia.

April 2018, Jeffery Hermanson menemui salah satu perwakilan asosiasi pengusaha di Jakarta. “Mereka (pengusaha) tidak menganggap serius rencana penutupan Nike apparel. Malah mengatakan bahwa penutupan Nike apparel karena upah minimum di Indonesia terlalu tinggi,” terang Jeffery Hermanson.

Saat ini memang baru PT Kaho 2 yang mengabarkan penutupan order dari Nike. Ada juga kabar bahwa pencabutan order sepatu Nike dari PT Dean Shoes Indonesia dan aksesoris Nike PT Dream Sentosa Indonesia. Disebutkan oleh Dinas Tenaga Kerja setempat bahwa penutupan dua perusahaan tersebut karena upah minimum di Kabupaten Karawang terlalu tinggi. Sebenarnya alasan penutupan perusahaan besar karena upah minimum tidak masuk akal. Pasalnya, sejak 2015 upah minimum ditetapkan berdasarkan formula Peraturan Pengupahan Nomor 78 Tahun 2015. Formula upah minimum yang didukung oleh pengusaha dan pemerintah.

PT DSI (Dream Sentosa Indonesia), perusahaan pemasok aksesoris Nike di Karawang. Mempekerjakan 10.000 orang, yang rerata perempuan. Pada 2013, PT DSI (Dream Sentosa Indonesia) menangguhkan upah dengan melabrak peraturan. Desember 2017 mengumumkan menutup perusahaan dengan memaksa buruh menerima skema pengunduran diri. Buruh yang menolak skema pengunduran diri dituntut oleh perusahaan dengan dugaan perbuatan melawan hukum. Gugatan pengusaha terhadap buruh ditolak pengadilan. Namun buruh yang menolak skema pengunduran diri belum dipekerjakan.

Bagaimana dengan pemasok Nike apparel lainnya? Semuanya tampak berjalan normal. Perwakilan buruh di pemasok Nike apparel, seperti PT Dong A Decal Jakarta, PT Eagle Nice Banten dan PT Kukdong Bekasi menyebutkan bahwa produksi berjalan seperti biasa.

“Di tempat kami (PT Eagle Nice), sedang ada perekrutan karyawan dan membuka gedung baru,” kata salah satu buruh PT Eagle Nice.

Kukdong International merupakan perusahaan raksasa asal Korea Selatan. Memiliki dua pabrik, di Kabupaten Bekasi Jawa Barat (PT Kukdong International) dengan jumlah buruh lebih dari 1000 orang dan di Kabupaten Semarang Jawa Tengah (PT Semarang Garment) dengan jumlah buruh lebih dari 2500 orang.

Perwakilan buruh mendapat informasi bahwa PT Kukdong Internasional Bekasi akan menututp produksi pada Maret 2019 dan PT Semarang Garment pada 2020. “Katanya manajemen akan bertahan dan akan mencari order lain. Kalau order lain masuk, apalagi dalam jumlah kecil kami khawatir akan terjadi pengurangan hak yang kami terima,” keluh seorang buruh PT Kukdong International.

Waktu pencabutan orderParbik pemasokBuruh terdampakSerikat buruh

Desember 2017

PT Dean Shoes Indonesia, Karawang

15000 buruh

KASBI and SPSI

Desember 2017

PT Dream Sentosa Indonesia, Karawang

10.000 buruh

KASBI

12 October 2018

PT Kahoindah Citragarment Bekasi

3000 buruh

SPN and KASBI

Desember 2018

PT Dong A Decal Jakarta

700 buruh

SBSI 92, SPN, SPTP

Maret 2019

PT Kukdong International Bekasi

10.000 buruh

SPN and FSBDSI

2020

PT Semarang Garment

2500 buruh

SPSI

Khawatir terjadi penutupan tiba-tiba, perwakilan buruh di PT Kukdong Bekasi menyurati manajemen PT Kukdong dan Nike. Jawaban Nike kurang memuaskan. “Memang ada rencana pengakhiran order sampai akhir 2018. Tapi alasannya tidak jelas. Nike menyebut alasan pengakhiran order karena ada rekonsolidasi pemasok Nike,” kata seorang buruh Kukdong.

Kekhawatiran buruh Kukdong International Bekasi beralasan. Seperti di alami di KBN, Lima tahun terakhir, perusahaan-perusahaan garmen di Bekasi, ditambah dengan Bogor, Tangerang, Depok, dan Bandung memindahkan produksinya ke pinggiran Jawa Barat dan Jawa Tengah. Alasan pindahnya macam-macam. Dari mengeluh soal upah minimum hingga sewa tempat yang habis kontrak. Namun, umumnya, sebelum pindah terjadi pengurangan tenaga kerja melalui mekanisme pensiun dini atau pengunduran diri.

Di PT Kukdong Bekasi jumlah produksi Nike mencapai 100 persen. Lebih dari 1000 orang bekerja dengan rerata perempuan yang telah bekerja hampir 20 tahun. Tidak hanya itu. Para buruh pun merasakan bahwa pendapatan dari pekerjaannya telah menghidupan komunitas masyarakat di sekitar pabrik. “Kalau perusahaan tutup dan kami tidak bekerja, ada kemungkinan anak-anak tidak akan mampu sekolah lagi,” tambah buruh tersebut.

Buruh-buruh Nike mesti waspada. Selama ini hubungan antara pemasok dan pemilik merek tidak diketahui banyak orang. Para auditor buyer yang bekerja untuk pemilik merek pun belum tentu bersedia membuka informasi, apalagi membantu jika perusahaan benar-benar tutup. Bukankah selama ini banyak pabrik tutup tiba-tiba? Sebut saja penutupan tiba-tiba pemasok Adidas PT Kizone Tangerang pada 2012, pemasok Inditex PT Miyungsung di KBN Cakung, pada 2013, serta pemasok Walmart dan Aeropostale, PT Hansoll Hyunn Subang Jawa Barat, 2017. Lihat saja penjelasan PT Kaho 2 kepada buruh; sama sekali tidak menyebut mengenai pencabutan order dari Nike. Jika perusahaan tutup, tidak jarang yang disalahkan adalah buruh dan serikat buruh.

Untuk melihat benar-tidaknya pencabutan ‘order’ Nike, bisa ditengok rencana umum perusahaannya. Oktober 2017, di hadapan para investor CEO Nike Mark Parker dan Eric Sprunk berjanji siap melumpuhkan pesaing utamanya, Adidas. Jika Adidas mengeluarkan jurus SpeedFactory dan membuka pabrik baru di Jerman dan Atlanta, Nike akan menerapkan otomatisasi untuk seluruh produknya. Dengan otomatisasi, produksi dapat dibuat lebih cepat, lebih banyak, dan menekan biaya produksi pengiriman, bea cukai, risiko penumpukan barang dan memangkas jumlah buruh. Pesanan barang yang biasanya diselesaikan enam bulan dapat dituntas dalam 60 hari hingga 10 hari. “Bagi kami, semua ini tentang skala otomasi, digitasi dan robotika di seluruh sumber dan lini produksi kami,” kata Sprunk seperti dilansir Quartz.

Sebelumnya, pada 2015, Nike bekerjasama dengan Flextronics, perusahaan elektronik global, yang salah satu pabriknya di Batam. Flextronics menyediakan mesin-mesin otomatis bagi Nike. Sampai akhir 2018, Nike akan mengirimkan lebih dari 1.200 mesin otomatis baru ke pabrik pemasoknya di Asia. Mesin-mesin tersebut dipercaya akan mengotomasi pemotongan, penyablonan, perakitan dan pembuatan sol.

Nike menyebut taktiknya sebagai “manufacturing revolution”. “Manufacturing revolution” merupakan istilah untuk menyebut proses modernisasi rantai pasokan. Nike meyakini bahwa metode barunya akan meraup keuntungan lebih besar, karena pernah diujicobakan pada produksi sepatu Nike Flyknit. Hasil ujicoba tersebut berhasil memangkas 15 persen jumlah pemasok sekaligus meningkatkan jumlah produksi dan keuntungan. Tidak hanya itu. Di tahun-tahun mendatang, Nike hanya akan mengandalkan para pemasok dengan teknologi tinggi atau berbasis di Amerika Latin atau sekitar Amerika Utara. Pengurangan pun akan dilakukan pada jumlah pengecer penjual Nike menjadi 40 toko dan berbasis daring.

Mei 2018 Nike Inc. menyebutkan bahwa jumlah pemasoknya mencapai 542 perusahaan yang tersebar di 42 negara. Jumlah pemasok tersebut dikuasai oleh 30 grup korporasi. Lima bulan kemudian data tersebut memperlihatkan bahwa jumlah pemasok Nike hanya 529 pemasok di 41 negara. Lebih jauh, data 2016 dari Konfederasi Serikat Buruh Internasional (ITUC, 2016) memperlihatkan bahwa jumlah pemasok Nike mencapai 709 pemasok di 44 negara. Artinya, sejak dua tahun terakhir 180 pabrik pemasok di tiga negara telah dipangkas.

Kepada media massa dan kepada serikat buruh di Jakarta Nike Indonesia berdalih tidak mencabut order tapi mengurangi rantai produksinya. Nike global telah berencana mengurangi rantai pasokannya sejak sepuluh tahun terakhir. “Kami bekerjasama dengan masing-masing grup pemasok untuk melakukan proses keluar yang bertanggung jawab, memberikan pemberitahuan dini dan jadwal penurunan volume yang jelas, yang memungkinkan pemasok dengan peluang dengan peluang yang ada untuk mendapatkan pembeli yang baru,” terang Nike dalam websitenya.

Anehnya, informasi yang disampaikan Nike dari websitenya tersebut masih menyebutkan pengurangan jumlah pemasok dari 785 menjadi 529. Padahal data manufacturing Nike yang telah diperbarui pada 2018 menyebut 41 negara dengan 529 pemasok.

Tanpa memikirkan strategi perlindungan buruh, Kementrian Perindustrian dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) berkeyakinan bahwa Nike tidak akan mencabut ordernya.

Pada 15 Oktober 2018, perwakilan buruh Dong A Decal KBN Cakung menyebutkan bahwa Nike akan mengakhiri produksinya pada akhir 2018. Perusahaan asal Korea Selatan tersebut mulai beroperasi pada 2011 dengan mempekerjakan 960 orang. Sejak berdiri Dong A Decal memproduksi Nike apparel sebanyak 90 persen dari total produksinya. Lini produksi Nike telah dikurangi dari 15 lini menjadi 5 lini. Saat ini buruh yang bekerja sekitar 528 orang.

Dengan otomatisasi produksi, para pengamat sumber daya manusia biasanya menekankan perlunya kemampuan dan keterampilan baru bagi buruh maupun calon buruh. Sementara asosiasi bisnis seringkali menggunakan teknologi baru sebagai alat untuk menaklukan buruh. Sebagian besar keberadaan teknologi baru di negara-negara Dunia Ketiga diperlancar dengan berbagai kerjasama perdagangan bebas. Pengalaman harian buruh memperlihatkan bahwa kemunculan teknologi baru akan disertai pemecatan, membuat buruh bekerja lebih intensif dan lebih lama dengan upah yang semakin kecil.

Pada 2017 di PT Kaho 2, muncul mesin baru di bagian printing. “Tadinya pekerjaan dikerjakan manual. Jadinya, semuanya serba otomatis. Produksi meningkat dari 200 potong menjadi 1000 potong,” ungkap R. Saat itu pula PT Kaho 2 mengurangi lini produksinya, dari 52 menjadi 30 lini produksi. Proses pengurangan lini produksi diikuti dengan tawaran pensiun dini.

Perubahan tata supply chain itu berkaitan dengan hal lain, yaitu kenaikan upah minimum 15 dolar per jam Amerika Serikat di seluruh negara bagian Amerika Serikat dan kesepakatan perjanjian perdagangan bebas NAFTA (North Amerika Free Trade Agreement). Dengan demikian, merek-merek lain pun sedang berancang-ancang mengubah rantai pasokannya.

“Jika satu sektor produksi berhasil tutup tanpa tanggung jawab dari Nike, berarti sektor produksi lain akan mengikutinya. Ini pun bisa diikuti oleh merek-merek lain. Karena itu, serikat buruh harus mendesak menolak pencabutan order Nike dari pabrik-pabrik di Indonesia,” tegas Jeffery Hermanson.

Disclaimer: Artikel ini dipublikasikan pertama kali dalam Majalah Sedane, pada 13 Oktober 2018. Diperbarui lagi pada 17 Oktober 2018.