MAJALAH SEDANE

Memuat halaman...

Sedane

Majalah Perburuhan

Dari ‘Celana Cingkrang’ hingga RKUHP

Peserta pawai Women’s March Jakarta. Hafitz Maulana/Tirto.id

Pada 21 Januari 2017, sehari setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump dilantik di Washington D.C, ribuan orang: laki-laki-perempuan, tua-muda, berkulit hitam atau pun putih yang berasal dari beragam organisasi, melakukan long march dari Lincoln Memorial hingga berakhir di Gedung Putih. Aksi itu merupakan respons kepada Trump yang selama masa kampanye seringkali seksis, yang sebenarnya ditujukan ke lawannya politiknya, Hillary Clinton. Selain itu, aksi itu juga mengingatkan bahwa ada koalisi untuk memajukan isu hak-hak perempuan selama masa pemerintahannya. Inilah awal mula Women’s March.

Women’s March tidak hanya pada 21 Januari. Menyambut 100 hari pemerintahan Trump, mereka pun melancarkan protes. Tidak hanya di Washington, demonstrasi pun berlangsung di kota-kota besar lainnya di Amerika Serikat. Aksi ini diklaim sebagai “Aksi protes terkoordinasi yang paling besar sepanjang sejarah Amerika Serikat”[1]. Secara serentak, 653 tempat di Amerika Serikat melakukan aksi dan long march yang melibatkan antara tiga sampai 5 juta orang.[2] Selain itu, di hari yang sama, long march juga dilakukan di beberapa negara lain. Harian Washington Post mencatat ada 261 aksi lainnya di seluruh dunia yang melibatkan antara 200 ribu sampai 350 ribu orang. Aksi di negara-negara lain ini disebut dengan Sister March.

***

Di Indonesia, Women’s March mencuat pada 4 Maret 2017, sebagai respons awal terhadap Hari Perempuan Internasional. Aksi tersebut diorganisasikan oleh Jakarta Feminist Discussion Group[3] dan Aliansi Damai tanpa Diskriminasi, yang diikuti oleh lebih dari 33 organisasi dengan jumlah peserta aksi lebih dari 1000 orang.[4] Koordinator Aksi[5] mengatakan bahwa Women’s March di Jakarta memiliki filosofi yang sama dengan Women’s March di Amerika. Aksi di Jakarta ini dimulai dari Sarinah dan berakhir di Monas.

Seperti halnya di Amerika, Women’s March Indonesia 2017 juga diikuti oleh artis seperti Hannah Al-Rasyid, Nino Fernandez, dan lain-lain. Serupa pula dengan di Amerika, acara long march diakhiri dengan pentas musik, pembacaan puisi dan orasi.

***

Peserta pawai Women’s March Jakarta. Hafitz Maulana/Tirto.id

Tahun 2018, Women’s March Indonesia menggelar kegiatan di Jakarta serta 12 kota lainnya. Yaitu; Malang, Kupang, Surabaya, Salatiga, Malang, Bandung, Bali, Yogyakarta, Pontianak, Serang, Sumba, dan Tondano.

Women’s March Jakarta (WMJ) 2008 diselenggarakan 3 Maret, yang diinisiasi dan diorganisasikan oleh Jakarta Feminist Discussion Group, seperti setahun sebelumnya.

Komite WMJ 2018 diketuai oleh Kerri Na Basaria, lulusan University of Sydney dan bekerja sebagai marketing officer pada sebuah perusahaan properti di Jakarta. Wakil ketuanya adalah Naila Rizki Zakiah, pengacara publik di LBH Masyarakat. Koordinator Proyek WMJ 2018 adalah Anindya Restuviani, anggota JFDG dan organisator Feminist Festival.[6] Koordinator Acara bernama Emily Lawsen, juga merupakan anggota Komite Feminist Festival. Ia bekerja di sebuah perusahaan di Singapura. Terakhir adalah Kate Walton, Koordinator Media WMJ 2018. Ia adalah pendiri JFDG dan seorang warga negara Australia yang sudah sejak 2011 tinggal di Indonesia.

Cara komite mengorganisasikan peserta pawai WMJ adalah melalui media sosial: facebook, twitter, instagram dan lewat website-nya. Di media sosial, WMJ 2018 menyediakan semua informasi yang dianggap dibutuhkan untuk turut serta dalam pawai. Menjelang HPI tanggal 8 Maret, seluruh media sosial WMJ 2018 memberikan petunjuk bagaimana cara mengikuti pawai, apa syaratnya, dan segala petunjuk teknis.

Website-nya juga menampilkan apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan (dos and don’ts) ketika terlibat dalam pawai. Seluruh petunjuk disediakan dalam dua bahasa: Inggris dan Indonesia. Menurut panitia WMJ, 8 Maret merupakan momentum untuk meningkatkan kesadaran mengenai kekerasan berbasis jender di Indonesia.

Seluruh tuntutan WMJ tertulis dalam siaran pers dan poster. Posternya berbahasa Indonesia dan Inggris. Poster dibuat banyak untuk dibagikan kepada peserta. Tapi peserta pawai pun dipersilakan membuat poster sendiri sesuai keinginannya. Tuntutan WMJ 2018 adalah adalah, 1) menolak RKUHP yang akan mengkriminalisasi seks di luar nikah dan kaum gay; 2) mendukung disahkannya Undang-Undang Pencegahan Kekerasan Seksual; dan 3) mendukung disahkannya Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.[7]

WMJ melakukan pawai pada 3 Maret untuk menyambut HPI 2018, diikuti sekitar 2000 peserta. Pawai bermula di Sarinah dan berakhir di Taman Aspirasi Monas. Paling depan adalah mobil komando berbendera Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) dan berstiker Federasi Serikat Buruh Nusantara (FSBN – KASBI) Tangerang. Hanya terlihat beberapa laki-laki berseragam Barisan Merah (Bara) KASBI, tidak terlihat massa aksi dari KASBI. Di atas mobil komando, korordinator lapangan (korlap) mengatur massa dan acara. Orasi disampaikan oleh direktur Migrant Care, perwakilan Seruni, perempuan adat, pekerja rumah tangga, dan beberapa organisasi peserta pawai lainnya.

Ketika pawai berlangsung dan terik matahari membakar, beberapa peserta menyimpan poster di atas kepala. Di poster tertulis beragam isu; ada tentang seksualitas, tentang menikahkan anak adalah kejahatan, otonomi tubuh perempuan, ‘celana cingkrang tak mengapa asal otak tidak ngangkang’, ‘subversive hijabi ukhti lawan patriarki’, penolakan RKUHP, mengesahkan RUU PKS, perlindungan pekerja rumahan, pekerja rumah tangga, perempuan adat, atau pun laki-laki anti patriarki. Yang tidak terlihat poster soal cuti haid, atau cuti melahirkan, atau pun hak menyusui.

Meski jaringan Women’s March di sini tersambung dengan Women’s March di Amerika Serikat, tidak terlihat pula poster yang memprotes kebijakan agresi militer di kawasan Timur Tengah, yang sudah pasti merampas masa depan perempuan dan anak.

Sampai di Taman Aspirasi, peserta berserakan. Satu per satu mencari tempat yang sesuai keinginannya. Barisan pawai tidak lagi teratur. Beberapa peserta berfoto selfie dan wefie. Wartawan foto dari media dalam dan luar negeri meminta peserta berpose dengan poster tuntutannya dan mewawancarai beberapa peserta yang dianggap cocok berbicara.

Sementara di panggung, ada pertunjukan musik, baca puisi, dan orasi. Ada yang berbahasa Inggris, ada yang berbahasa Indonesia, dan ada terjemahan ke bahasa isyarat bagi penyandang tuna rungu. Saat pertunjukan musik dan baca puisi dimulai, di pojok belakang mokom KASBI terdengar keras lagu ‘dangdut koplo’ dan lagu-lagu ‘buruh’. Suasana menjadi tak beraturan.

Hari semakin siang. Satu per satu peserta menghilang, entah kemana. Ada yang dijemput kendaraan bermotor dan ada pula yang berjalan kaki menuju perhentian bus Trans-Jakarta.

Panitia memanggil peserta untuk menari One Billion Rising, nyanyian dan tarian mengenai perlawanan atas kekerasan terhadap terhadap perempuan. Peserta yang terlihat ikut hanya ratusan. Dan hujan turun, demonstrasi pun ditutup.

Ketika ditanya, “Mengapa Women’s March Jakarta dilakukan 3 Maret dan bukannya 8 Maret?”, seorang panitia menjawab, “Bukannya mendahului, tapi agar anak-anak muda juga mau ikut dan menjangkau lapisan yang lebih luas.”

Laporan selanjutnya:
Para Pengingat Hak-hak Perempuan oleh Sugeng Riyadi
Protes dan Perayaan: Hari Perempuan 2018 di Berbagai Negara
Wajah Muda di Putaran Aksi oleh April Perlindungan
Wajah Maskulin Aparat Keamanan oleh Wiranta Yudha
Berbagi Panggung, Melawan dengan Gembira oleh Bambang TD
Merawat Solidaritas oleh Syarif Arifin

______________________

Catatan

[1] Women’s March Global. Tersedia, https://www.womensmarchglobal.com/mission/ (diakses pada 10 Maret 2018).

[2] Erica Chenoweth and Jeremy Pressman. 2017. “This is what we learned by counting the women’s marches”. Tersedia, https://www.washingtonpost.com/news/monkey-cage/wp/2017/02/07/this-is-what-we-learned-by-counting-the-womens-marches/?utm_term=.a84c485174ce (diakses pada 10 Maret 2018)

[3] Jakarta Feminist Discussion Group (JFDG) awalnya adalah group Facebook yang dibuat pada 2014. Anggota group ini sekarang mencapai lebih dari 2000 orang dan memiliki 50 relawan/relawati. JFDG mengorganisasikan diskusi, Feminist Festival, dan inisiator Women’s March Indonesia.

[4] Syarafina Vidyadhana dan Arzia T. Wargadiredja. 2017. “Poster-Poster Terbaik dari Women’s March Jakarta.Tersedia, https://www.vice.com/id_id/article/nz5njk/poster-poster-terbaik-dari-womens-march-jakarta (diakses pada 10 Maret 2018 ).

[5] Ni Nyoman Wira. 2017. “Women’s March Jakarta 2017 to raise gender equality issues”.Tersedia, http://www.thejakartapost.com/life/2017/03/03/womens-march-jakarta-2017-to-raise-gender-equality-issues.html (diakses pada 10 Maret 2018).

[6] Feminis Festival adalah acara dua hari yang diselenggarakan pada 26-27 Agustus 2017 yang berisi diskusi panel, pemutaran film, lokakarya, dan pertunjukan seni. Acara ini digagas oleh JFDG dan diorganisasikan oleh jaringan organisasi dan kelompok perempuan seperti Indonesia Feminis, Hollaback! Jakarta, Peace Women Across the Globe (PWAG), KAPAL Perempuan, Solidaritas Perempuan, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Suara Kita, Arus Pelangi, LBH Masyarakat, Sexuality and Gender Resource Centre (SGRC), Koalisi Seni Indonesia, dan Sebangsa. Dengan didukung oleh Prevention +, HELP (Hak, Perlindungan, dan Pelayanan Perempuan dan Anak), Lentera Sintas Indonesia, Rugers WFP, Pamflet, Merah Muda Memudar, Kolektif Betina, Unmasked, Perempuan Aman, Koalisi Perempuan Indonesia, PKBI, Migrant Care, Jurnal Perempuan. Sementara sponsor utamanya adalah TURC, Women Research Institute, Jaringan Buruh Migran, Migrant Care, The Asian Muslim Network, Infid, Lentera Sintas Indonesia, PKBI, Kapal Perempuan, Pekka, Kemitraan, AngsaMerah, Asppuk, Help, Rutger WFP. Selengkapnya bisa dilihat di link berikut: http://femfest.id/apa-itu-femfest/

[7] Yenni Kwok. Jakarta Feminist Discussion Group Talks About Women’s March Jakarta. Tersedia: http://www.aprilmag.com/2018/03/08/jakarta-feminist-discussion-group-talks-about-womens-march-jakarta/, diakses pada 10 Maret 2018.