MAJALAH SEDANE

Memuat halaman...

Sedane

Majalah Perburuhan

Polisi: Malas Kerja Tapi Rajin Nyinyir!


“Pak Polisi, dari pada panas-panasan ngatur lalu lintas yang macet,  mendingan sini join sama saya, kita main gaple saja!” (Mbah Ngatmin, tokoh fiksi).

Polisi berdiri di perempatan jalan, berseragam, niup-niup peluit, berkeringat, haus, dan wajahnya penuh debu adalah satu hal. Sementara warga duduk di warung kopi, bergerombol sambil becanda ria, banting kartu gaple, dan membully yang kalah main dalam tawa yang renyah berderai, adalah hal lain. Kedua kejadian ini tidak bisa diperbandingkan atau dipertentangkan.

Polisi yang berdiri di perempatan dengan segala kerepotannya adalah konsekuensi atas profesinya sebagai pelayan masyarakat. Mereka tidak pernah meminta untuk dikasihani. Justru mereka bangga dengan tugas itu sebab bisa jadi, mereka melewati proses yang lumayan panjang untuk menjadi jadi polisi. Sekolah SMA, lulus, daftar, ikut tes. Emak-bapaknya di kampung sampai harus jual sawah, kebon, kambing dan sapi untuk membayar biaya tes. Semua simbol yang melekat di tubuh polisi menunjukkan kebanggaan sebagai bhayangkara negara.

Tentu alangkah naifnya mbah Ngatmin yang sok tahu, sok peduli, sok menilai, dan sok akrab menawari polisi yang sibuk itu untuk nongkrong di warung, ngopi, main gaple agar hidupnya bahagia. Apa yang dilakukan oleh mbah Ngatmin bisa jadi tidak ngerti substansi—untuk tidak menyebutnya norak.

***


Tulisan pendek ini hendak membahas beberapa poster meme yang telah diproduksi dan diedarkan kembali oleh pihak kepolisian, jika melihat dari beberapa logo dan alamat media sosial mereka yang terpampang di meme-meme itu. Ada akun Facebook Kapolres Tangerang, Instagram @kapolrestangerangofficial dan website http://tribaratangkab.com. Tulisan ini akan menunjukan bagaimana kepolisian tidak paham substansi dan norak dalam membuat meme.

Tak ada yang salah sebetulnya dengan meme karena itu merupakan bagian dari ekspresi. Tapi ketika meme, dalam berbagai rupa seperti poster, kartun, lelucon, komik, dll., dibuat dengan selera humor yang rendah, tidak paham substansi, tidak respek dan menghina harga diri pihak yang disasar, tentu akan dicap sebagai meme kelas kambing dan akan direspon keras. Apalagi meme-meme itu dibuat oleh sebuah institusi negara yang dibiayai oleh pajak rakyat.

Ada dua poster meme yang perlu dicatat dari berbagai meme yang diproduksi Polresta Tangerang. Pertama adalah poster bergambar papan catur dan tangan yang memegang raja dalam gerak skak mat, lalu ditambahi kalimat, “Daripada pusing mikirin UMK, Lebih baik pikirin bagaimana caranya sksk mat.” Poster ini dimaksudkan sebagai ajakan mengikuti lomba catur yang diselenggarakan pada 23 Maret 2018 –bulan-bulan padat ketika buruh berjuang menuntut Upah Minimum Kabupaten/Kota.

Kedua adalah poster bergambar belasan laki-laki dan perempuan memegang alat pancing, ditambahi kalimat, “Daripada ikut demo, mending ikut mancing.” Poster ini dimaksudkan sebagai ajakan mengikuti lomba mancing yang dilaksanakan pada 1 Mei 2018, bertepatan dengan Hari Buruh Internasional. Kedua meme tersebut, serta meme-meme bernada sama, mungkin dianggap cerdas, ringan dan lucu. Padahal tidak! Meme-meme tersebut dibuat dengan sembrono, menghina martabat kaum buruh, dan mencerminkan nistanya selera humor kepolisian sebagai pembuatnya. Kok bisa? Mari kita bahas!

Aksi UMK dan Peringatan May Day: Aksi Kehormatan bagi Buruh!

Keliru besar jika anda para polisi menganalogikan perjuangan menuntut UMK dan Aksi May Day sebagai sesuatu yang tidak perlu, hanya melelahkan, dan membuat buruh kepanasan tanpa manfaat. Perjuangan kaum buruh menuntut upah adalah perjuangan yang terhormat, bermartabat, dan mulia. Sama seperti seorang polisi lalu lintas yang bangga melakukan tugas, berdiri di bawah lampu merah dengan keringat, debu, kepanasan.

Perjuangan menuntut upah—bukan meminta apalagi mengemis—hanya dilakukan oleh buruh dengan kesadaran politik yang paripurna. Butuh waktu bertahun-tahun untuk belajar hingga paham kenapa upah harus diperjuangkan.

Ada Undang-Undang 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK) yang mengatur tentang upah. UUK yang dijadikan dasar oleh buruh untuk berjuang itu, disahkan oleh DPR RI, lembaga resmi yang keberadaannya diatur oleh konstitusi, lalu diteken dengan tanda tangan basah oleh Megawati, Presiden RI kala itu. Selanjutnya ada regulasi lain dari presiden dan juga menteri-menteri terkait. Ketentuan upah disusun oleh sebuah lembaga yang disebut Dewan Pengupahan. Lembaga ini memiliki tugas yang jelas, bekerja menurut hukum, selama berbulan-bulan. Ada persyaratan pendidikan untuk bisa duduk sebagai dewan pengupahan di kabupaten, provinsi, apalagi nasional.

Runyamnya, perjuangan menaikan upah minimum yang dianggap ecek-ecek oleh para polisi, menjadi lebih susah karena presiden zaman now, Joko Widodo, menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (PP 78) yang meluluhlantakkan hak buruh untuk mendapatkan upah yang lebih baik. Buruh sudah melakukan upaya panjang untuk menolak PP 78 melalui Mahkamah Agung (MA) dan lembaga yudikatif lainnya. Terakhir, MA juga menerbitkan sebuah putusan yang menyatakan Gubernur DKI Jakarta bersalah karena memutuskan kenaikan upah berdasarkan PP 78/2015 itu.

Masih kurang argumennya? Baca lagi fakta berkaitan dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang membebaskan 26 aktivis dan pengurus serikat buruh berbagai Konfederasi yang ditangkap polisi pada 30 Oktober 2015, dalam demonstrasi besar-besaran menuntut pencabutan PP 78. Dengan tuduhan membuat keributan, mereka dipukuli, ditangkap, ditahan, dan dihina-hina. Pengadilan dengan tegas menyatakan kepolisian bersalah dan membebaskan para pejuang hak asasi manusia itu.

Apa makna itu semua? Berjuang merebut upah adalah kehormatan!

Ah, mari kita bicarakan May Day!

Ini mencakup sejarah yang lebih besar lagi. May Day adalah sebuah peringatan dari peristiwan 200an tahun lampau atas pembantaian buruh di Amerika yang mogok menuntut pelaksanaan hak buruh. Salah satu yang terpenting adalah menuntut pemangkasan jam kerja menjadi 8 jam sehari. Anda, para polisi, bahkan ikut menikmati hasil perjuangan ini. Anda hanya wajib bekerja 8 jam. Istri anda yang mungkin kerja kantoran juga bekerja 8 jam (kalau tidak dipaksa lembur). Anak-anak polisi yang kerja di kantor-kantor pemerintah juga bekerja 8 jam. Kurang hebat apa perjuangan kaum buruh yang melatari lahirnya May Day?

Soekarno, Presiden pertama RI yang berjibaku memerdekakan negeri ini dari penjajahan bahkan menorehkan tanda tangan emasnya pada Undang-Undang Kerja Nomor 12 tahun 1948 yang menjadikan 1 Mei, hari agung itu sebagi hari libur resmi. Anda mau bilang kalau Soekarno salah? Atau Soekarno dijebak? Tapi sejarah berlanjut, Pak Polisi! Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden RI Ke-6 itu yang menerbitkan Keputusan Presiden (Kepres) untuk menjadikan May Day sebagai Hari Libur Nasional mulai 2014. Lalu, anda akan bilang SBY khilaf?

Ketika Buruh berkonvoi, aksi, rally turun ke jalan, demonstrasi, dalam benaknya sedang menapaktilasi perjuangan para pahlawan mereka yang berhasil membebaskan kita semua dari keterbelakangan, perbudakan dan ketertindasan. Sama seperti jutaan rakyat di negeri ini yang melakukan kegiatan memperingati peringatan pemerdekaan setiap 17 Agustus. Bagi buruh, itulah kecintaan dan kehormatan, bukan ecek-ecek. Jadi, sekali lagi harus dikatakan: Pak polisi, meme anda tentang UMK dan May Day adalah sebuah pengingkaran atas nilai kemanusiaan yang luhur dan anda buta sejarah!

Laksanakan Tugasmu Polisi! Fokus, Fokus, Fokus!

Kaum buruh sebagai bagian dari rakyat Indonesia meminta anda, para polisi, untuk bekerja, melaksanakan tugas, dan fokus! Bagi kami, ketika polisi bekerja dengan baik, kami akan bangga dengan institusi ini.

Fokus pertama adalah kasus Novel Baswedan. Kaum buruh dan gerakan sosial di negeri ini mendesak kepolisian menyelesaikan kasus Novel. Sudah lebih dari 365 hari penyiraman wajah Novel dengan air keras terjadi, tapi tak satupun pelaku ditangkap. Apa yang menyulitkan kepolisian sehingga pelakunya belum juga terungkap? Janji-janji kalian membuat kami semakin kehilangan rasa percaya.

Kedua, mari kita cek, berapa banyak kasus perburuhan yang seharusnya menjadi tugas polisi tapi mandeg, jalan di tempat. Berapa ratus kasus pemberangusan serikat yang dilaporkan kepada polisi berhenti tanpa kabar? Sebut saja kasus pemberangusan serikat buruh di Karawang yang alami oleh buruh PT. Honda Prospect Motor yang hingga kini berhenti tanpa kejelasan. Lalu kasus pemberangusan serikat yang dialami oleh buruh PT Marugo, yang kasusnya tidak juga berlanjut sesudah dilaporkan sejak Agustus 2017.

Silakan lihat, mengapa kasus-kasus itu tidak diproses? Kemudian buka kembali surat-surat LBH Jakarta yang mendesak agar Polri membentuk desk pidana perburuhan agar kasus-kasus pidana yang dilakukan para pengusaha lebih mudah ditangani. Sudah sejak bertahun-tahun lalu dorongan itu tak membuahkan hasil!

Daripada sibuk membuat meme nyinyir yang ditujukan untuk merendahkan kaum buruh, daripada sibuk ikut mengatur bagaimana buruh memperingat May Day, kami akan lebih bangga memiliki bhayangkara negara yang rajin kerja, fokus, dan berdiri di garda depan penegakan hukum.

Selamat hari Buruh Internasional, sampai bertemu di seberang Istana Negara pada 1 Mei besok!

 
 

Penulis

Khamid Istakhori
Global Organizing Academy, Building & Wood Workers’ International