Umur 14 tahun Semaun menjadi anggota serikat buruh. Umur 17 tahun menjadi pengurus serikat buruh kereta api Semarang, sebagai propagandis. Umur berapa Semaun mulai bekerja? Umur 13 tahun di perusahaan kereta api di Surabaya, pada 1912! Umur 13 tahun zaman sekarang kelas I sekolah menengah pertama. Belia yang menghabiskan waktu seharian untuk bermain bola ato main game Mobile Legends. Di zaman itu, seumuran Semaun, merupakan usia bekerja. Remaja-remaja yang dipaksa menjual tenaga dan waktunya kepada pemilik modal. Setahun sebelum Komune Paris, kapital Eropa berkeliaran di Asia. Ketika Selat Malaka semakin ramai dan Pelabuhan Deli sibuk. Jalan-jalan diperbaiki dan dihiasi lampu gemerlap, dan kota makin terbentuk. Bercokollah modal Eropa di perkebunan Deli Sumatera Utara. Untuk mengoperasikan perkebunan dibutuhkan tenaga kerja. Agen-agen tenaga yang disebut werek, mencari mangsa ke desa-desa di Pulau Jawa, Malaysia, India dan China. Mengincar dan memboyong anak muda seumuran Semaun, laki-laki maupun perempuan, bekerja di perkebunan. Dijanjikan uang, kemewahan dan ketenaran. Di perkebunan mereka bekerja 10 sampai 16 jam sehari tanpa hari libur dengan kontrak per dua tahun. Tanpa upah minimum. Tinggal di barak-barak penampungan. Tenaganya dihisap sampai tak tersisa: tua atau mati. Masa mudanya dirampas melalui jam kerja. Di pabrik-pabrik pembatikan di Lasem Rembang Jawa Tengah, buruh-buruh perempuan bekerja tanpa batas. Bekerja sekaligus tidur di belakang rumah mewah para majikan. Jika baru-baru ini Bank Dunia menyarankan penghapusan upah minimum, memperluas semua jenis hubungan kerja kontrak untuk mendatangkan investasi, Indonesia sudah mencicipinya di zaman Belanda. Tahun demi tahun anak-anak muda itu bekerja di perkebunan. Semua janji dari para agen tenaga kerja hanya harapan palsu. Para buruh tak mampu pulang ke kampung asal. Hanya menangguk utang. Beranak-pinak dan mati di sekitar perkebunan. Kuli-kuli dari Jawa, sekarang, disebut dengan Pujakusuma (putra Jawa kelahiran Sumatera) Di abad yang sama, di Eropa dan di Amerika Serikat situasinya tidak berbeda. Anak-anak muda bekerja, tanpa hari libur, tanpa kepastian upah. Di beberapa negara Eropa memang ada serikat buruh tapi tak banyak suara. Ekspansi kapital Inggris ke tempat-tempat lain mereka dukung penuh. Dari perampasan atas wilayah lain, serikat buruh di Inggris menikmati kenaikan upah dan pengurangan jam kerja. “Jika perusahaan maju dan negara kuat, kita sejahtera!” Kurang lebih demikian pikiran para pejabat serikat buruh. “Pada prinsipnya, serikat-serikat buruh di Inggris bahkan membatasi semua aksi-aksi politik … mereka juga memberangus .. seluruh aktivitas umum kelas buruh, “ kata George Novack (2002). Buruh-buruh muda di Eropa dan Amerika Serikat melawan sekuat-kuatnya. Kadang tanpa serikat buruh. Salah satu perlawanan, yang selalu disebut, adalah kisah pemogokan 1-4 Mei 1886 Haymarket Chicago Amerika Serikat. Menuntut pengurangan jam kerja, kenaikan upah dan perbaikan kondisi kerja. Tuntutan tidak dipenuhi. Para pemogok dibantai aparat negara. Jadi, saat itu, yang berpesta pada 1 Mei adalah para pembantai. Mungkin mereka menganggap menembaki para pemogok dan menggantung mati para organisator mogok sebagai olahraga atau menyalurkan hobi atau demi menjaga stabilitas negara. Empat tahun setelah peristiwa Hay Market, 1 Mei kerap diperingati di berbagai negara sebagai hari solidaritas internasional agar jam kerja terus berkurang, upah mengalami peningkatan dan kondisi kerja semakin membaik. Setahun setelah membentuk Dewan Matros dan Marine, serdadu-serdadu rendah dan kelasi pelabuhan Surabaya menyambut peringatan hari buruh Internasional dengan mogok di pelabuhan, pada 1 Mei 1918. Menuntut kenaikan upah dan perbaikan kondisi kerja. Tuntutan 8 jam kerja, kenaikan upah dan menolak pemecatan sewenang-wenang selalu muncul dalam pemogokan dan demonstrasi, di tanah Jawa dari 1920-an sampai 1930-an. Tak jarang muncul pula tuntutan perbaikan kondisi kerja buruh perempuan. Di Amerika Serikat 8 jam kerja baru diakui pada 1912. ILO mengakui 8 jam kerja pada 1919. Di Uni Soviet 8 jam kerja diakui pada 1926. Indonesia menetapkan 8 jam kerja, pembatasan usia kerja, pekerjaan aman bagi perempuan beserta hak cutinya, pada 1948. Berkurangnya usia kerja berarti terbatasnya pilihan mendapatkan tenaga kerja yang melimpah. Apalagi ditambah dengan pengurangan jam kerja disertai kenaikan upah. Pemilik modal makin kelimpungan. Pertarungan belum berakhir. Tersedia banyak celah untuk mendapatkan tenaga kerja melimpah dan murah dengan produksi massal serta berkualitas. Di Indonesia sempat ada upaya menurunkan usia kerja menjadi 17 tahun, melalui revisi undang-undang ketenagakerjaan pada 2006. Revisinya gagal, karena diprotes hebat serikat buruh. Di industri garmen, tekstil dan persepatuan di Cakung, Bekasi, Bogor, Tangerang, Majalengka, Sukabumi dan Bandung, jam kerja per hari bisa mencapai 9 sampai 10 jam. Tanpa dihitung lembur. Jika tidak bersedia akan dipaksa dan diancam. Para pengelola perusahaan menyebutnya perpanjangan jam kerja untuk memenuhi target. Kadang disebut jam skorsing, jam loyalitas atau jam toleransi. Ada pula skema pemagangan. Anak-anak sekolah bekerja layaknya buruh biasa; 8 jam plus lembur. Upahnya cukup uang saku. Pemagangan disebut: melatih calon tenaga kerja di dunia kerja. Mungkin yang dimaksud menyiapkan buruh patuh dan murah sejak dini. Dulu para buruh dikerahkan oleh para agen tenaga kerja dan mati kelelahan di barak penampungan. Sekarang, para pengerah tenaga kerja berkeliaran di dunia maya, kadang menyaru menjadi tokoh masyarakat atau berbadan hukum yang berjasa menyediakan lowongan kerja. Jasanya harus dibayar yang disebut dengan uang administrasi. Setelah tenaganya habis para buruh pulang dalam kondisi lelah, mengendarai sepeda motor dengan terkantuk-kantuk. Tak sedikit cerita pesepeda motor yang tabrakan karena mengantuk. Selalu saja ada cerita buruh yang meninggal di tempat kerja, kemudian disebut karena serangan angin duduk. Bentuk lain dari kelelahan adalah kesurupan massal di tempat kerja. Tapi akan mudah dikatakan pabriknya mesti diruwat dan buruhnya kurang berdoa. Karena jam kerja dan beban kerja, buruh perempuan hamil keguguran di tempat kerja dan dikatakan kurang hati-hati dalam bekerja. Begitulah cerita 1 Mei. Sebagai hari solidaritas internasional melawan jam kerja dan beban kerja. Karena jam kerja yang panjang dan beban kerja yang tidak manusiawi dapat menyebabkan serangan jantung, stress, gangguan kehamilan dan janin hingga kematian. Selamat Hari Buruh Internasional!
SELEPAS HUJAN. Langit mulai menghitam. Sisa air menggenang di jalanan. Pohon dan daun seperti menggigil. Setelah menghabiskan secangkir teh dan beberapa gorengan di warung kopi, saya menyalakan kembali sepeda motor. Mengendarainya dari pusaran Kota Bogor menuju pinggiran Bogor.
Ba’da magrib, secara rutin Mang Ato nyebor (menyiram) kebun jagung yang letaknya di belakang rumah saya. Akibat langkanya air, lahan sehektar itu baru terlihat basah menjelang subuh. Sekitar pukul 7 pagi, dia baru bisa istirahat, ngobrol dan ngopi di warung saya. Dia tampak lelah karena sepanjang malam dalam waktu dua bulan matanya tak pernah terpejam. […]
Better Work Indonesia (BWI) pertama kali dikenal di lingkungan perusahaan dua tahun yang lalu. Kala itu kami mengetahui bahwa audit, yang berkaitan dengan ketenagakerjaan, tidak lagi dilakukan langsung oleh H&M selaku customer utama di perusahaan tempat kami bekerja. Hanya sedikit informasi yang diketahui oleh para buruh di perusahaan mengenai BWI. Melalui informasi dari manajemen tentunya, […]