Anak sayang, ibu merindukanmu Ibu rindu senyumu Ibu rindu memelukmu Ibu rindu kenakalanmu
Anakku sayang, Ibu tau di dunia ini tak ada yg abadi Semua yg hidup pasti mati Tapi kepergianmu meninggalkan luka di hati
Sepatu itu menginjak-injak kepalamu Pentungan itu memukul badanmu Peluru itu menembus kepalamu Tangan-tangan aparat itu menyiksamu Di baju mereka ada tetesan darahmu
Anakku sayang, sakitmu adalah sakit ibu Lukamu adalah luka ibu Sakit dan lukamu adalah duka bangsamu
Anakku sayang, mereka menahanmu Mereka menyiksamu, mereka membunuhmu Karena mereka ingin membungkam suara rakyat Membungkam suara kebenaran Membungkam demokrasi
Anakku sayang, kepergianmu meninggalkan luka Meninggalkan marah Tapi kepergianmu juga membangkitkan semangat.
Semangat untuk berjuang, Semangat untuk memerdekakan Indonesia dari tangan-tangan sekarah.
Selamat jalan anakkku Kau pejuang demokrasi Damailah disurga-Nya Do’a ibu selalu menyertaimu.
Tangerang, 12 Oktober 2019 *Puisi ini saya persembahkan untuk semua pejuang demokrasi.
***
Semangatmu Napas Kami**
Kawan…. Apa yang kita rasakan tidak pernah orang lain rasakan Apa yang kita alami tidak orang alami Tenaga kita diperas, kita dibodohi
Dan kita bangkit melawan Tapi apa yang kita dapat, Kita ditembaki gas air mata, kita dipukul Apakah kita menyerah? Tidak!!!
Kamu, aku dan kita semua tetap bertahan dan berjuang
Tapi Tuhan berkehendak lain, Ragamu tak mampu bertahan dalam sakitmu Kau pergi dengan semangat juangmu Selamat jalan kawan, pergilah dengan damai Ragamu hilang tapi semangatmu tetap berkobar.
Hidup buruh!!!
Tangerang, 26 Desember 2013
***
** Puisi ini dipersembahkan untuk kawan kami Almarhumah Maesaroh yang merupakan salah satu dari 1300 buruh PT. Panarub Dwikarya (PDK) yang masih berjuang. Karena ketidakmampuan berobat, Maesaroh meninggal setelah sakit selama 4 bulan dan meninggalkan seorang putri yang baru berusia 2 bulan. Yang mengharukan di detik-detik terakhir hidupnya, Maesaroh tetap berpesan kepada keluarganya untuk tidak mengambil kompensasi yang ditawarkan manajemen PDK. Walaupun sangat membutuhkan biaya untuk berobat.
Manusia berencana tapi Allah yang menentukan. Tadinya kalau aku sudah mulai kerja Apip mau dititipkan di rumah orang tuaku. Jarak rumah orangtua dan mertuaku tidak terlalu jauh. Waktu itu, akhir cuti melahirkanku adalah 20 Juli. Tapi tanggal 12 Juli 2012 aku mendengar kabar kalau buruh di tempatku bekerja demo. Aku mendengar kabar ini dari Yuli […]
Syawal tahun 1999. Di pernikahan Bi Nupus, adik bungsu ibuku. Aku saat itu menjadi pagar ayu sedang asyik melihat penampilan salah seorang biduan. Dia asyik bernyanyi sambil goyang Kopi Dangdut. Tiba-tiba di depanku sudah berdiri seorang laki-laki dengan kemeja kotak-kotak dipadukan dengan celana jeans biru. Kira-kira tingginya 170 sentimeter. Sawo matang. Hidungnya lumayan mancung. Matanya […]
“Plak!” Untuk kedua kalinya tangan kanan suamiku mampir di pipi kananku. Rasa panas dan sakit menjalar. Sekuat tenaga aku tahan agar tidak menangis. Aku tidak mau orang mendengar keributan di rumahku. Kulihat sekilas Apip di pintu dapur, anak pertamaku, menyaksikan pertengkaran kami. Wajahnya datar. Matanya menatap kosong. Kulihat ada kesedihan. Belum berakhir. Kali ini tinju […]