Minggu pagi 20 Nopember 2022 di Bundaran Hotel Indonesia. Sekitar duapuluh orang perempuan berusia di atas 30 tahunan. Dengan kaos warna hijau neon berbaris menghadap patung selamat datang. Di belakang kaos yang dipakai tiap orang, tertulis satu huruf, yang ketika mereka berbaris membentuk kalimat “Adidas Pay Your Workers”.
Mereka adalah buruh perempuan PT Panarub Industri yang tergabung dalam Serikat Buruh Buruh Pabrik Sepatu (SPerbupas) yang berafiliasi ke Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI).
PT Panarub Industri adalah pabrik yang dimiliki Hendrik Sasmito. Jumlah buruhnya sekitar 8600. Panarub Industry berlokasi di Tangerang dengan memproduksi sepatu merek Adidas. PT Panarub Industri yang di Tangerang adalah perusahaan induk, sedangkan anak cabangnya ada di Brebes dengan nama Bintang Indokarya Gemilang (BIG) yang beroperasi 2015 dan PT Rubber van Java Brebes yang didirikan pada 2019.
Hari minggu pagi itu mereka sedang melakukan kampanye #PayYourWorkers. #PayYourWorkers merupakan kampanye menagih tanggung jawab pemilik brand internasional selama Covid-19. Selama Covid-19 buruh-buruh pemasok merek dagang internasional di pabrik pemasok harus dikorbankan dengan dalih no work no pay. Bentuk no work no pay selama Covid-19 adalah merumahkan buruh tanpa diupah, memotong hari kerja tanpa membayar upah atau menukar hari libur dengan memotong cuti tahunan, dan memecat buruh dengan kompensasi alakadarnya.
Beberapa hari sebelum aksi 20 November, di aplikasi tiktok sebuah video dari akun @isnainifitriyasa beredar. Isi video menanyangkan teks dengan tulisan: “Jumat Kelabu”, “Panarub sedang tidak baik-baik saja” “HRD hari ini kayak malaikat pencabut nyawa langsung PHK”, screenshot isi pesan Whatsapp pamitan ke teman-teman kerjanya, “Hampura sadayana teu pamitan, soalnya dari HRD langsung disuruh pulang”, “maaf kalau ada salah-salah kata atau ada perbuatan yang tidak mengenakan”, “jangan kangen yah hahaha LOVE U MMMUAH”.
Jumat kelabu seperti yang ditulis di story WA seorang kawan, “Yah hari Jumat 18 Nopember 2022 secara tiba-tiba pihak HRD memanggil buruh-buruh PT Panarub, tujuan pemanggilan adalah pemberitahuan bahwa yang bersangkutan perhari itu sudah putus hubungan dengan PT Panarub alias di PHK”.
Per 18 November 2022, manajemen Panarub Industry mem-PHK ribuan buruh. Alasan PHK adalah karena order berkurang akibat resesi dan dampak dari perang Rusia-Ukraina. Konon, perusahaan mengalami kelebihan tenaga kerja sekitar 2000 orang. Jumlah PHK tersebut akan dilakukan tiga tahap. Kriteria yang di-PHK adalah buruh dengan performace C, D dan E.
Saya pun menerima broadcast pesan singkat melalui Whatspp. Pesan yang ditulis oleh salah satu pimpinan serikat buruh di pabrik tersebut. Isinya menyebutkan bahwa perusahaan mengalami kerugian selama empat tahun. Si pimpinan serikat buruh menambahkan alasan bahwa PHK adalah solusi untuk menjaga sawah ladang kita.
Setahu saya sih, itu pabrik pembuat sepatu bukan sawah, apalagi ladang. Kangak mungkin bikin sepatu merek internasional di sawah dan di ladang. Lagi pula, di pabrik itu ikatannya hubungan kerja, yakni antara buruh dan majikan. Hubungan itu diatur berdasarkan peraturan perburuhan nasional, bahkan internasional. Nah, kalau sawah dan ladang berarti petani dan pemilik tanah.
Sebelum kejadian PHK, yakni 9 November 2022, perusahaan mengeluarkan pengumuman bahwa perusahaan akan meliburkan dengan cara memotong cuti dari 26 Desember 2022 sampai 6 Januari 2023. Dasar dari diadakannya cuti bersama ini adalah karena order berkurang.
Kebijakan meliburkan tanpa diupah atau no work no pay bukan pertama kali dilakukan. Pada 2020 PT Panarub mengeluarkan kebijakan memotong upah. Menurut para pengurus SPerbupas, kebijakan tersebut, sebenarnya, melanggar Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
***
Dalih order berkurang
Apakah alasan berkurangnya order dapat dibenarkan? Menurut saya tidak. Karena pada saat order normal, bahkan melonjak, upah buruh segitu aja. Justru karena order banyak perusahaan memberlakukan kebijakan lembur yang berdampak pada jam kerja panjang. Selain itu sudah menjadi pengetahuan umum di sektor sepatu, sekitar Juni- September adalah masa low session, di mana order memang berkurang. Sebelum pandemi Covid-19 di bulan-bulan low session perusahaan tidak pernah meliburkan, memotong cuti tahunan dan mem-PHK buruh, hanya over time yang dihilangkan. Atas dasar itulah anggota SPerbupas melakukan kampanye #PayYourWorker. Para buruh menolak PHK sewenang-wenang.
Kebijakan no work no pay di Panarub Industry pada 2020
Dari kebijakan di atas, kalau dihitung rata-rata kerugian buruh karena diupah 50 persen. Dengan upah per hari Rp200 ribu maka buruh kehilangan upah sebesar Rp700 ribu. Padahal di masa Covid-19, kebutuhan rumah tangga buruh melonjak 100 persen.
Bagaimana dengan keuntungan perusahaan? Keuntungan pengusaha dari kebijakan nowork no pay dengan jumlah buruh sekitar 8000 orang maka sebesar Rp5,6 miliar.
Kerugian buruh yang lain adalah cuti bersama dengan memotong dari hak cuti. Penghilangan hak cuti tersebut sebenarnya sedang merampas hak istirahat buruh. Hak cuti bisa diambil ketika ada keperluan keluarga.
Dalam kasus contoh no work no pay di PT Panarub Industry, buruh mengalami kerugian. Untuk buruh dengan masa kerja 7 tahun upah yang diterima Rp 4.365.200 per bulan atau Rp 207.806 per hari maka buruh akan kehilangan upah sekitar Rp 207.806 X 10 hari = Rp 2.078.060.
Sedangkan keuntungan yang didapat pengusaha dengan kebijakan tersebut adalah Rp16.320.400.000. Begini menghitungnya, UMK Kota Tangerang 2022 sebesar Rp4.285.798 per bulan. Maka upah per hari Rp204.005 dikalikan 10 hari. Dengan demikian Rp2.040.050 X 8000 (perkiraan jumlah buruh) = Rp 16.320.400.000.
***
Pengusaha bersatu merampas hak buruh
Kebijakan no work nopay ataupun PHK massal yang terjadi saat ini dilakukan hampir bersamaan di Oktober – November di semua pabrik garmen, tekstil dan sepatu. Isu PHK massal dan no work no pay, tidak hanya di PT Panarub. Beberapa perusahaan lain di Banten, Jawa Barat dan Jawa Tengah seperti PT MKM (Multi Kreasi Mandiri) Tangerang, PT Kahatex di Sumedang, PT Tah Sung Hung di Berebes, dan PT Parkland Rembang. Rata-rata alasan perusahaan sama yakni order berkurang karena resesi global atau terdampak perang Rusia-Ukraina.
Jika diurut, isu resesi global ramai ketika IMF mengeluarkan laporan pada Oktober 2022. IMF pun menasehati Pemerintah Indonesia untuk waspada.[1] Setelah laporan IMF, asosiasi pengusaha yang tergabung dalam Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia), KOGA (Asosiasi Pengusaha Korea), KOFA (Asosiasi Pengusaha Sepatu Korea Selatan) dan API (Asosiasi Pertekstilan Indonesia), menyurati Kemenaker. Isi suratnya meminta agar dikeluarkan kebijakan fleksibillitas jam kerja untuk usaha padat karya dengan alasan order yang terus turun. Di media massa, Apindo dengan tegas meminta Kemenaker mengeluarkan peraturan menteri tentang no work no pay.
Kemenaker belum memberikan jawab surat tersebut. Entah kenapa. Mungkin karena Kemenaker terlalu lambat, beberapa pengusaha-pengusaha di berbagai daerah, mengambil langkah cepat dengan mengeluarkan kebijakan no work no pay atau PHK massal. Para pengusaha pun berhasil mendesak Disnaker setempat mengeluarkan kebijakan no work no pay, seperti dilakukan di PT Kahatex.
Bagaimana dengan alasan kerugian selama empat tahun berturut-turut? Kita bisa memeriksa tiga indikator, yaitu jumlah perekrutan tenaga kerja baru, jumlah lembur, dan proses produksi di perusahaan subkontrak. Dalam tiga bulan terakhir, buruh Panarub terus lembur. Lagi pula anak usaha Panarub lainnya sedang terjadi perekrutan tenaga kerja baru. Seperti diberitakan detik.com (10/9/2020) bahwa PT Indokarya Gemilang yang merupakan grup Panarub mampu mengekspor 15 juta pasang sepatu di tengah situasi Covid-19.[2]
Sementara dari postingan akun FB PT Bintang Indokarya Gemilang 26 Oktober, giat merekrut tenaga kerja baru. Kalau tidak ada order untuk apa merekrut tenaga kerja. Karena kita sama-sama mengetahui, perusahaan itu hanya ingin untung, bukan yayasan yang berbaik hati mengurangi pengangguran.
Selamat pagi kawan-kawan BWI yang saya cintai! Salam perjuangan! Perkenalkan, nama saya Sabri Bin Umar, buruh migran Indonesia dari Bone Sulawesi Selatan. Umur saya 30 tahun. Saya menempuh perjalanan 6.500 kilometer untuk hadir di sini[2], bertemu dengan anda semua. Melelahkan, tapi saya bahagia dan bersyukur. Saya masuk ke Tawau, Sabah, Malaysia ketika lulus sekolah dasar. […]
Pagi itu, Sabtu, 29 Juni 2024, betapa terkejutnya aku saat membaca pesan yang dikirimkan Bung Kiki melalui aplikasi Messenger yang terinstal di smartphone-ku. Bung Kiki mengabarkan, kamu (Triono) mengalami kecelakaan hingga meninggal dunia pada pukul 02.30 dini hari. Pesan itu dikirim satu jam lalu, setelah Bung Kiki berkali-kali gagal menghubungiku lewat panggilan telpon di Messenger-Facebook. Aku […]
Dirampas Perusahaan, Diabaikan Lembaga Negara Perlawanan berlangsung. Saya pun keluar dari penjara. Di tengah perjuangan itu, satu per satu kawan kami wafat. Ketika tulisan ini dibuat jumlah kawan yang meninggal mencapai empatpuluh tiga orang. Kawan kami gagal tertolong. Semuanya tidak dapat mengakses layanan kesehatan karena BPJS Kesehatan diblokir. Kami pun tidak memanfaatkan layanan kesehatan mandiri […]