MAJALAH SEDANE

Memuat halaman...

Sedane

Majalah Perburuhan

Tenaga Tak Dibayar Buruh Pembuat Pakaian dan Sepatu Piala Dunia 2022

Berapa harga bola Piala Dunia 2022? Satu bola dibandrol Rp900 ribu. Bola tersebut dibuat di PT Global Way Indonesia Madiun Jawa Timur. Upah buruh di Madiun Rp1,9 juta per bulan. PT Global Way mampu membuat bola sejuta unit per tahun alias 3.846 unit per hari.

Tahukah Anda, sepatu Adidas model X Speedportal Leyenda yang dikenakan Lionel Messi diajang dan bola Piala Dunia 2022 dibuat di mana? Berapa harganya? Sepatu Messi seharga EUR 280 atau sekitar Rp4,5 juta hingga Rp5 juta. Lebih mahal ketimbang upah buruh pembuat sample sepatu tersebut. Sample sepatu tersebut dibuat di PT Panarub Industry Tangerang Banten. Minggu ini buruhnya sedang dipecatin. Upah buruh pembuat sepatu Adidas di Kota Tangerang sebesar Rp4,2 juta. Padahal dalam sejam, buruh Adidas harus membuat 120 pasang sepatu.

Adidas pun rela merogoh kocek besar untuk mengontrak Lionel Messi Rp 352,8 miliar per tahun, bahkan nilai kontraknya naik menjadi Rp454 miliar pada 2022. Tapi buruh pembuat pakaian, sepatu dan aksesoris Adidas menderita kemiskinan. Kehidupan mereka ibarat tikus got: kotor, makan alakadarnya, pengap dan bau. Mereka berupah murah dan mudah dipecat. Sementara Adidas berpesta pora menyambut produk-produk baru dalam Piala Dunia 2022. Tidak hanya buruh Adidas, buruh pembuat sepatu olahraga lain, seperti Asics, Huglofs, dan Nike pun diperlakukan tidak jauh berbeda. 

Buruh pembuat sepatu Adidas, Nike dan Asics tersebar di Banten, Jawa Tengah, Jakarta dan Jawa Barat. Ketika pandemi Covid-19 2020-2021, pabrik beroperasi normal dengan perlindungan alakadarnya. Sehingga para buruh rentan terpapar virus corona. Buruh nyaris tidak dapat menolak bekerja karena terancam pengurangan upah dengan alasan no work no pay. Pada akhirnya, buruh harus membiayai diri sendiri dengan membeli masker dan meningkatkan daya tahan tubuh.

Penelitian memperlihat sepanjang Covid-19, buruh pembuat pakaian dan sepatu melakukan praktik-praktik buruk ketenagkerjaan. Pemasok Adidas, Nike, H&M, Concave, Huglofs, Under Armour, Uniqlo dan merek-merek internasional lainnya yang tersebar di Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta dan Jawa Tengah merampas hak buruh selama pandemi Covid-19. Dari merampas upah, PHK sepihak, THR dicicil, dirumahkan tanpa diupah, hak berunding dan berserikat dan merampas hak perempuan (Konde, 29/6/2022; LBH Jakarta, 6/9/2021).

Dengan alasan pandemi Covid-19, pemasok sepatu Adidas dan Nike menerapkan kebijakan pemotongan upah sebesar 15 persen hingga 20 persen di pertengahan 2021. Pemasok merek internasional tersebut berdalih kesulitan bahan baku dan ekspor barang. Pada 2020, PT Panarub Industry sebagai pabrik pembuat sepatu Piala Dunia 2022 memotong upah buruh hingga 50 persen.

Baru-baru ini ribuan buruh Panarub Industry dipecat dengan alasan penurunan order. Anehnya, salah satu anak usaha Panarub Industry di Brebes, PT Bintang Indokarya Gemilang, jumlah produksi dan ekspornya meningkat tajam. Pada 2021, Panarub Industri melakukan 817 transaksi perdagangan. Turun menjadi 781 transaksi pada 2022. Sedangkan PT Bintang Indokarya Gemilang melakukan 364 transksi pada 2021 naik menjadi 394 transaksi.

Saat ini situasi relatif normal. Apakah hak buruh dipulihkan? Tidak! Kini, para pemasok berdalih terdampak resesi global. Buruh diancam akan diputus hubungan kerja atau diputus kontrak atau bersedia dikurangi upahnya melalui skema pengurangan jam kerja.

Skandal besar sedang berlangsung. Sejumlah pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Asosiasi Pertektsilan Indonesia (API), Asosiasi Pengusaha Sepatu Korea (KOFA) dan Asosiasi Garmen Korea (KOGA) mendesak Kementerian Ketenagakerjaan mengurangi upah buruh melalui skema pengurangan jam kerja dari 40 jam menjadi 30 jam.

Dengan alasan terdampak resesi global, perusahaan di Kabupaten Bandung, Subang, Karawang, Rembang, dan Tangerang telah mengambil tindakan cepat. Mereka membuat kesepakatan di tingkat pabrik untuk mengurangi jam kerja dengan skema no work no pay. Tentu saja, para pemasok merek internasional tersebut dapat membuktikan dampak langsung resesi global dengan cara memecat buruh. Karena kekuasaan pabrik berada di tangan mereka. Pagi hari mereka dapat memecat, sore hari dapat merekrut tenaga kerja baru. Apalagi Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 memberikan kemudahan untuk memecat buruh tanpa perundingan dan memastikan pasokan tenaga kerja melalui lembaga outsourcing.

Untuk diketahui, istilah pengurangan jam kerja merupakan cara lain untuk mengurangi upah buruh. Dengan menggunakan istilah pengurangan jam kerja, para pengusaha dengan leluasa menerapkan sistem no work no pay. Sistem no work no pay adalah sistem pengupahan zaman Belanda: bersifat tidak adil dan menjadikan buruh seperti hamba sahaya. Praktik yang memalukan di abad modern. Kami menilai, resesi global, kekurangan order dan situasi geopolitik bukan alasan untuk memperpanjang penderitaan buruh garmen, sepatu, dan tekstil; serta bukan alasan untuk memecat buruh dan mengurangi upah. Karena:

  1. Dalam situasi normal sekalipun, para buruh kerap mengalami pemecatan dan pengurangan upah. Sebagai contoh, pada awal 2022 ketika situasi mulai membaik dan produksi di pabrik meningkat, pemasok garmen, tekstil dan sepatut, tidak segera memulihkan hak-hak buruh. Dengan demikian resesi global sekadar dalih untuk merampas hak buruh.
  2. Berbeda dengan narasi para pengusaha yang  menyatakan terjadi penurunan order dan kesulitan ekspor, Plt Kepala Pusat kebijakan Ekonomi Makro (PKEM) BKF Kementerian Keuangan Abdurohman menyampaikan, tren perkembangan industri manufaktur termasuk Industri TPT (Tekstil dan Produk Tekstil) menunjukan kondisi membaik, bahkan tumbuh. Begitu pula tren ekspor TPT, selama periode Januari-Agustus 2022. Data lain pun memperlihatkan kondisi keuangan TPT tumbuh di atas 10 persen, bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan industri manufaktur yang pertumbuhan penjualannya sekitar 5 persen (Kompas, 7 November 2022).
  3. Selaras dengan data makro Kementerian Keuangan, sektor riil kondisi perusahaan relatif moncer. Laporan dari buruh anggota serikat-serikat buruh yang bekerja di perusahaan pemasok garmen, tekstil, sepatu dan kulit pemasok internasional, target produksi harian tidak banyak mengalami perubahan. Dalam tiga bulan terakhir, Agustus hingga September 2022, buruh harus melaksanakan lembur.
  4. Data resmi pemerintah memperlihatkan ekspor pakaian dan aksesoris pakaian (HS61) tumbuh 19,4% (year-on-year), pakaian dan aksesoris non-rajutan (HS62) tumbuh 37,5%, dan alas kaki (HS64) tumbuh 41,1% per September 2022. The Footwear Distributors and Retailers of America (FDRA) mencatatkan rekor penjualan alas kaki (sepatu) di AS pada 2021 sebesar US$100,7 miliar atau naik 20,5% year on year.
  5. Meski terjadi ancaman resesi, sebanyak 78% keluarga di AS ingin membeli sepatu baru karena sekolah dan ruang publik dibuka kembali. Penjualan apparel di AS pada Agustus 2022 masih tumbuh 22,4% dibanding Agustus 2019 atau sebelum pandemi. Hal ini menunjukkan penjualan pakaian dan sepatu masih tumbuh positif bahkan dibandingkan penjualan prapandemi
  6. Tidak hanya itu, beberapa perusahaan di Jakarta, Banten, Jawa Barat dan Jawa Tengah memperlihatkan tren positif yang ditandai dengan kebijakan penambahan buruh (rekrutmen). Artinya ada demand (permintaan) order yang meningkat, sehingga perusahaan merasa membutuhkan tambahan supply (penawaran) dari sisi tenaga kerja untuk memenuhi target demand (order).
  7. Para pengusaha sudah menikmati berbagai keuntungan dari kebijakan pemerintah. Sejak 9 September 2015, para pengusaha telah menikmati 16 paket kebijakan kemudahan bisnis dari tax allowance hingga bantuan modal.
  8. Data-data PHK yang dikemukakan Disnaker di tiap wilayah dalam satu bulan ini, lebih mencerminkan pola pemecatan yang sewenang-wenang ketimbang memperlihatkan dampak resesi global. Seluruh angka PHK yang dikemukakan Disnaker di kota dan kabupaten, malah menunjukan lemahnya kinerja para pejabat dinas tenaga kerja yang membiarkan PHK membabi buta.
  9. Para pengusaha di Jabodetabek berusaha meyakinkan buruh di tingkat pabrik dengan mengatakan order menurun. Namun, di saat bersamaan order di perusahaan lain yang menjadi subkontraknya melejit. Berdasarkan penelusuran kami, salah satu pemasok Adidas di Tangerang mengaku turun oder kemudian memecat ribuan buruhnya. Namun, anak usahanya di Brebes Jawa Tengah, dengan produk yang sama meningkat tajam. Sehingga pernyataan APINDO dan asosiasi pengusaha lainnya yang menyatakan order berkurang hingga 40-70% patut dipertanyakan kebenarannya. Klaim Apindo dan asosiasi lain tidak lebih dari upaya caper (cari perhatian) di hadapan pemerintah, menciptakan ketidaktenangan bekerja dan mencapai maksud buruknya, yakni merampas hak buruh.
  10. Jangan lupa bahwa dalam kondisi normal, para pemasok dan pemilik merek telah mengantongi miliaran keuntungan melalui praktik licik jam skorsing, jam molor dan jam loyalitas. Tiga praktik tersebut adalah kerja-kerja tidak berbayar dengan alasan untuk memenuhi target. Misalnya, selama 8 jam kerja buruh harus menyelesaikan 16.000 hingga 21.000 pasang sepatu. Jika tidak tercapai maka buruh dipaksa untuk menyelesaikannya di hari tersebut atau menjadi utang target di hari berikutnya. Tak heran jika jam kerja normal pukul 7.30 pagi tapi buruh sudah bekerja dari pukul 6 pagi. Ada pula praktik, buruh check roll pulang kerja kemudian kembali lagi untuk menyelesaikan target.

Berdasarkan pandangan di atas kami mendesak:

  1. Para pemilik merek, seperti Adidas, Nike, Asics, H&M dan merek-merek lainnya segera bayarkan upah buruh yang dipotong serta memulihkan hak buruh yang telah dirampas di masa pandemi Covid-19.
  2. Pemerintah harus membatalkan kesepakatan-kesepakatan tingkat pabrik yang mengurangi hak-hak buruh. Karena kebijakan tersebut tidak manusiawi dan melanggara Konvensi 131 Tahun 1970 mengenai Konvensi Upah Minimum. Konvensi tersebut memang belum diratifikasi tapi secara moral memberikan pesan bahwa kesepakatan atau kontrak individual tidak boleh melanggar prinsip pengupahan yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan.
  3. Mengajak dan menyerukan seluruh buruh Indonesia menolak PHK dan pengurangan upah atas nama resesi global.
  4. Mendesak Kementerian Ketenagakerjaan menaikan upah minimum sesuai kebutuhan hidup layak buruh dan keluarganya.

Tulisan ini merupakan siaran pers CCC Koalisi Indonesia dalam rangka menyambut pembukaan Piala Dunia 2022, pada 20 November 2022.

CCC Koalisi Indonesia merupakan koalisi serikat buruh tingkat nasional, yang terdiri dari serikat-serikat buruh tingkat nasional dan organisasi nonpemerintah. Serikat-serikat buruh tingkat nasional beranggotakan buruh yang bekerja di sektor garmen, tekstil dan sepatu yang tersebar di Indonesia.

Anggota CCC Indonesia terdiri dari Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Serikat Pekerja Nasional (SPN), Federasi Serikat Buruh Garmen Kerajinan Tekstil dan Kulit (FSB Garteks), Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI), Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) dan Trade Union Rights Center (TURC) dan Lembaga Informasi Perburuhan Sedane (LIPS).

Penulis

Tim Redaksi