MAJALAH SEDANE

Memuat halaman...

Sedane

Majalah Perburuhan

Berjuang dengan Riang Gembira,  Melawan dengan Gegap Gempita: May Day 2024

Terik hawa Jakarta menyambar di pelipis kepala. Tepat pada pukul 11.00 siang Rabu 1 Mei 2024, ruas jalan Gambir hingga Monas terlihat lengang. Udara masih bergumul dengan polusi, angin terasa lebih khidmat dari biasanya. Tidak ada bunyi klakson atau bising mesin kendaraan yang lalu-lalang. Jakarta hari itu seperti kehilangan ruhnya.

Dalam cuaca panas itu, saya dan lima orang teman menunggu kedatangan massa aksi May Day 2024 tepat di sisi selatan Monas. Melalui pantauan beberapa unggahan media sosial, saya mendengar kabar bahwa rombongan massa aksi buruh telah berkumpul pada ruas jalan Dukuh Atas sedari jam 9 pagi dan akan melakukan long march menuju  Bundaran HI dengan tujuan akhir monumen Patung Kuda. 

Hari itu kami mengambil rute yang berbeda dengan titik kumpul rombongan massa aksi buruh yang tergabung dengan aliansi besar yang ada. Satu minggu sebelumnya kami dikabari melalui seorang kawan yang tergabung dalam serikat Ojol, bahwa mereka pengemudi Ojol akan melakukan demonstrasi  di depan gedung Kedutaan Besar Amerika Serikat dengan tujuan akhir yang sama—monumen Patung Kuda.

Tidak seperti perkiraan, ternyata kami datang lebih awal dari waktu yang telah ditentukan. Belum ada keramaian yang terlihat, dari ujung timur Jalan Merdeka Selatan hanya ada lima hingga enam aparat yang melakukan pengamanan di sekitar area. Dari kejauhan terdengar bunyi pengeras suara yang kurang lebih berbunyi, “[Y]ang di depan tolong teratur, kita hari ini mau aksi bukan nongkrong di trotoar.” Sedikit samar saya melihat ratusan orang mengenakan seragam biru tua., tentu ini bukan massa aksi yang saya tunggu.

Jam memasuki pukul 11.30 siang. terlihat seorang perempuan berjalan kaki dari arah belakang kami, mengenakan rompi bertuliskan ‘Komunitas Ojol Pintar’ membawa pengeras suara, spanduk, dan kertas karton yang diapit di antara baju. Di belakangnya, ia diikuti dengan 10 orang kawannya dengan mengenakan rompi komunitas yang berbeda.

Dari sisi yang berlawanan sekitar 20 motor melakukan iring-iringan. Di antara barisan motor tersebut, seorang lelaki duduk dibonceng membawa bendera yang melambai-lambai bertuliskan “JSO” dengan huruf kecil dibawahnya tertulis ‘Jaringan Serikat Ojol’.

Setibanya di lokasi titik kumpul, rombongan massa aksi pengemudi Ojol tadi langsung memarkirkan motor pada sisi pembatas jalan dan turun dari motor bergantian, walau sebelumnya sempat terjadi perselisihan  dengan aparat pengatur lalu lintas, akibat posisi parkir motor yang ditempatkan pada bidang jalan yang salah. Namun, tak lebih dari lima menit masalah terselesaikan, parkiran motor mereka akhirnya dipindah pada sisi yang berseberangan.

Dari jarak seratus meter seorang pria berbadan ceking berlari datang menghampiri. Pria itu bernama Tarya, pengemudi Ojol anggota dari Serikat Pengemudi Roda Dua (SERDADU) Kota Serang. Tarya salah satu dari 20 orang pengemudi Ojol yang hari itu ikut dalam aksi May Day.

***

Setidaknya ada sekitar 50 orang pengemudi Ojol pada hari itu berkumpul untuk melakukan aksi May Day 2024. Tidak seperti massa aksi buruh dengan serikat-serikat ternama. Massa aksi Ojol ini begitu tampil apa adanya. Tidak ada langkah pendisplinan semimiliter ala serikat besar dengan adanya barisan pelopor dan mobil komando, tidak ada alat peraga necis, hanya ada kendaraan milik sendiri, spanduk tuntutan dari kertas karton, dan dua megafon berukuran kecil yang ditenteng kesan-kemari.

Setelah tiba di titik kumpul pun, mereka tidak buru-buru menyelaraskan formasi, seperti jagongan warga di kampung, mereka menghabiskan waktu sekitar 15 menit untuk saling bercakap-cakap dan saling bertukar keresahan sulitnya akses mereka menuju Jakarta.

Melihat massa aksi yang tercerai, seorang laki-laki gempal bertopi merah lengkap dengan rompi khas komunitas Ojol dengan sigap memanggil para koordinator lapangan (Korlap) untuk merapihkan barisan massa aksi mereka, sembari berteriak ia mengangkat tangannya memanggil Korlap aksi 

“Beh, beh, kemari tolong dirapihkan. Ayo kita mulai sebentar, jejer aja di depan gedung dulu,” ujarnya menunjuk gedung Kedutaan Amerika Serikat tepat di hadapannya. Lelaki yang memberi arahan itu bernama Triono Koordinator Umum Aksi, sekaligus juru bicara JSO yang hari itu memimpin berlangsungnya aksi massa Ojol.

Babeh sang Korlap dengan sigap mengambil megafon. Mengikuti arahan Triono, Babeh mulai memberi instruksi lewat pengeras suara di hadapan massa yang masih dalam formasi berantakan.

“Ayo, kita mulai kawan-kawan. bendera sama tuntutannya langsung dibawa, ngobrolnya nanti aja, kasep!” Massa aksi mulai berjalan satu-satu, dan mengatur diri untuk berbaris menghadap jalan. Babeh melanjutkan, “Ayo geser-geser, yang satu meter-an atuh agak ke kiri, rapihin bikin panjang.”

Sementara, Korlap lainnya bernama Dede berada di baris depan memperhatikan dan merapihkan posisi barisan massa aksi, “[Y]ang rapihan atuh, bisa panjangan lagi. Itu biar banner-nya kelihatan,” ucapnya sembari mengayunkan tangannya maju mundur seperti tukang parkir.

Saat itu ada dua orang yang dipilih menjadi korlap dari tiga serikat yang tergabung dalam JSO. Orang pertama, adalah Dede dari Serikat Transportasi Pengemudi Indonesia (SEPETA) perwakilan kota Tangerang, lalu Nana alias Babeh dari SERDADU perwakilan kota Serang. Sementara, perwakilan Sukabumi dari Serikat Demokrasi Pengemudi Indonesia (SDPI) ikut menjadi dinamisator aksi.

Massa aksi mulai membentang lurus digaris jalan Merdeka Selatan, bendera-bendera dikibarkan, spanduk tuntutan serikat dibentangkan. Pada sebuah spanduk cetak besar tertulis sebuah kalimat “Tuntutan mendesak Ojol Indonesia” di bawahnya diikuti lagi dengan tulisan “Hapus Status Kemitraan, Masukan Ojol ke dalam hubungan ketenagakerjaan (PKWTT).”

Setelah massa aksi membentuk garis lurus, Babeh dan Dede memulai orasi bergantian. Sembari memperhatikan fokus massa aksi, saya sibuk memperhatikan dan memotret poster tuntutan di antara spanduk cetak berukuran besar yang menjadi tuntutan serikat para pengemudi Ojol.

Secara seksama saya melihat terdapat poster dengan tulisan tangan pada kertas karton berwarna kuning, yang sepertinya mereka tujukan pada aplikator (pemilik aplikasi) bertuliskan, “Modal gedean gue, tapi untung gedean lu, muke gile.” Persis di sebelahnya terdapat lagi poster yang tak kalah nyeleneh “Motor dari gue, bensin gue yang beli, hape gue yang beli, servis motor dari gue, nanggung modal lu aplikasi doang, situ waras!”

Isu tentang lady Ojol juga tak luput ditulis di poster tuntutan aksi massa May Day tersebut. Di antara kerumunan laki-laki terlihat dua orang perempuan, membentangkan poster tuntutan bertulis “Resiko jadi lady Ojol, pelecehan, keguguran  kekerasan.” Poster lainnya lebih satir tertulis “Lady Ojol cuti melahirkan, orderan anyep, akun kena suspend, Oh no!”

Selama satu jam, orasi demi orasi bergantian dilakukan massa aksi. Disela-sela orasi, para dinamisator aksi mulai menerikan yel-yel, “Ojol sengsara, aplikator kaya raya, negara tidak guna!” Kemudian para peserta aksi meneriakkan kembali dengan yel-yel balasan “Ojol pekerja, Ojol bukan mitra!”

Tidak berlama-lama berada di depan gedung Kedubes AS. Pukul 12.30 siang massa aksi Ojol memutuskan pindah. Pertimbangannya, saat itu mereka ingin mendapakan perhatian media massa. Segera para Korlap menginstruksikan untuk pindah, massa Ojol langsung mengambil motornya dan melakukan pawai menuju Monumen Patung Kuda.

Selama melakukan pawai lebih dari 20 motor, seluruh pandang mata pengguna jalan tertuju pada mereka. Melihat respon keramaian, mereka sibuk membunyikan klakson sembari berteriak “Hidup Ojol”, ada lagi yang berteriak “Ojol pekerja, Ojol bukan mitra.” Mereka tertawa kegirangan seperti anak-anak.

Setibanya di monumen Patung Kuda, orasi demi orasi dilakukan kembali. Megafon diputar kepada hampir seluruh peserta aksi. Menawarkan siapa yang ingin orasi.

Namun saya menduga, mereka masih berlatih berbicara di depan umum, banyak dari mereka melakukan orasi sembari melihat tuntutan yang dipampang di hadapan mereka lalu membaca ulang. Mereka pun tak sungkan-sungkan membagikan megafon bagi siapapun di luar massa aksi untuk melakukan orasi agar aksi mereka tetap mendapatkan atensi publik. Bagi saya tindakan itu menggemaskan.

Memasuki pukul 01.00 siang aksi mereka mulai menarik perhatian media massa Peserta aksi satu per satu diajak untuk melakukan wawancara. Ida seorang peserta lady Ojol  sambil kelelahan setelah wawancara mengatakan, “Aduh ini sudah tiga orang nanya-nanya saya, udah kaya artis saya.” Peserta lainnya lagi bernama Toyang juga mondar-mandir diajak wartawan, “Waduh padat, padat ini.”

Lelah melakukan orasi dengan berulang-ulang  mengucapkan kalimat yang sama, terlihat massa aksi yang lain mulai bosan. Seorang peserta aksi menawarkan pada para Korlap untuk melakukan hal lain. Babeh dan Dede pun melakukan improvisasi tiba-tiba. Kedua korlap itu melakukan percakapan lenong, yang sedikit mengundang gelak tawa. Saya sendiri justru tertawa melihat kelakuan mereka.

Kurang lebih percakapannya seperti ini:

“Kayanya kita yang ada di sini panas-panasan pada ngelus dada aja nih, Beh. Saya mau nanya kita ini sebenarnya mitra apa pekerja sih?” tanya Dede kepada Babeh

“Oke saya jawab kasep. Banyak rekan-rekan kita di sana merasa terbuai kalau mereka itu mitra ‘kita bangga jadi mitra’ kata mereka sih bang, tapi so what gitu? Buat kita yang betul ngerti arti mitra tersebut, no way! Kata saya, bumi hanguskan itu semua, bahwa kita semua Ojol itu pekerja Bang, bukan mitra!”

“Artinya kita satu dekade ini di-goblokin dong, Bang?” tanya Dede ulang dengan nada polos

“Ya jelas dong kasep-ku,” jawab Babeh

“Kita panas-panasan. Kita hujan-hujanan tiap hari. demi anak istri malah mereka yang kaya ya, Bang?” ungkap dede dengan nada mengejek.

Tingkah peserta aksi yang lain juga tidak kalah unik. Pada saat aksi kebetulan ada dua orang bule berbadan besar tiba-tiba datang nimbrung pada aksi mereka. Spontan dua orang asing itu diajak mereka untuk melakukan foto. Dua menit setelah foto saya mengecek notif sosial media, ternyata mereka mengunggah foto itu dengan caption, “bule aja dukung Ojol, masa lu gak.” Saya tersenyum melihat unggahan tersebut.

Pada pukul 02.00 siang, massa aksi dengan aliansi besar mulai berdatangan ke Monumen Patung Kuda, para peserta aksi May Day Ojol akhirnya mulai berbaur dengan massa aksi yang lain. Nuansa pun berubah, tidak ada lagi Ojol sebagai bintang panggung May Day 2024. Improvisasi dan kreatifitas unik mereka berganti dengan, orasi publik isme-isme pimpinan serikat besar yang membosankan.

Aksi May Day tahun 2024 merupakan momen pertama bagi para pengemudi Ojol lintas aplikasi dan lintas wilayah yang tergabung dalam JSO. Mereka menyatakan diri sebagai buruh dan sebagai serikat buruh. Sampai hari ini hanya segelintir pengemudi Ojol yang mendefinisikan diri mereka sebagai buruh.

***

Sekilas saja saya dapat melihat bahwa peserta aksi massa Ojol ini adalah orang yang cukup berumur. Setidaknya banyak dari mereka memiliki usia lebih dari 30 tahun. Latar belakang dari orang-orangnya pun cukup beragam, ada yang dahulunya bekerja sebagai tukang bangunan, ojek pangkalan, penjual kue, hingga mantan buruh di industri-industri manufaktur yang dipecat.

Hampir semua dari mereka mengalami rasa sakit terlempar dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain dengan kondisi kerja yang sama buruknya. Kemudian, saat menjadi Ojol bukannya meraih kenyamanan dan kesejahteraan. Mereka justru dihadapkan kepada sebuah rezim aplikator yang semakin memiskinkan kehidupan mereka. Setiap hari mereka bertarung di jalan, berhadapan dengan kemacetan, kekerasan dan pelecehan di jalanan, hingga bertaruh nyawa.

Menyadari kesewenangan yang dilakukan aplikator, sudah sekitar dua tahun ke belakang mereka sedang bergiat untuk membentuk serikat buruh pengemudi Ojol di tiap wilayah mereka. Bukannya kapok, para orang tua ‘bengal’ ini justru menghimpun diri membangun kekuatan melawan dengan sekuat-kuatnya tenaga yang tersisa.

Tulisan ini saya tutup dengan bait terakhir lagu kesukaan saya.

Og ég fæ blóðnasir (Dan Aku Mimisan)

En ég stend alltaf upp (Namun Aku Tetap Berdiri)

Selamat merayakan perjuangan teruntuk semua kawan-kawan tersayang!

Penulis

Rianur