23 Juli 2023, 08:29. Saya masih bersiap untuk perjalanan ke luar kota ketika seorang kawan mengirimkan tangkapan layar, berita kepergian Mimmy. Berita yang benar-benar mengejutkan. Tidak pernah mendengar tentang sakitnya. Justru, dalam 2-3 hari terakhir, bersama kawan-kawan lain, kami menyebut namanya.
Setengah tak percaya, saya membuka Facebook Mimmy, tak menemukan informasi apapun. Lalu, saya mencoba membuka Facebook Mas Chris Wangkay, suami Mimmy, dan menemukan berita dan ucapan duka cita. Saya masih tak percaya mendengar berita kepergian yang terlalu cepat.
Membuka percakapan di media perpesanan WhatsApp, saya menemukan obrolan terakhir dengannya pada 18 Februari 2025. Beberapa foto saya kirimkan dalam lalu lintas percakapan itu: foto-foto kampanye dukungan untuk buruh garmen di Myanmar. Saya meneruskan foto-foto itu kepadanya, kiriman dari kawan-kawan serikat buruh yang memberikan dukungan dalam kampanye itu.
Sepanjang saya mengenalnya, Mimmy memang aktif dalam kampanye dan advokasi hak-hak buruh garmen, sepatu, dan tekstil, yang mayoritas adalah buruh perempuan. Advokasi dan kampanye yang ia galang, selain melibatkan buruh di pabrik-pabrik, juga dengan membangun jejaring nasional dan regional.
Pembicaraan kami, hampir seluruhnya tentang pekerjaan, tentang kampanye, serikat buruh, dan pembelaan kepada buruh yang diterpa masalah.
Saya masih ingat, perkenalan pertama kami terjadi pada 2008 atau 2009. Ketika itu kami bersama-sama mempersiapkan perundingan dengan pemilik brand garmen, sepatu, dan tekstil. Perundingan tersebut, akhirnya menghasilkan protokol Freedom of Association (FoA) yang banyak memberikan perlindungan kebebasan berserikat dan hak berunding kepada serikat buruh di sektor garmen, sepatu, dan tekstil di merek-merek tertentu.
Implementasi FoA (hingga saat ini) belum sempurna, tapi setidaknya memberikan manfaat bagi para buruh. Kalau kita bisa melihat tumbuh kembang serikat-serikat di sektor garmen, sepatu, dan tekstil, FoA memberikan kontribusi besar. Saya masih mengingat, waktu itu kami merencanakan aksi di Bundaran Hotel Indonesia dengan spanduk sangat besar, tapi entah kenapa kemudian dibatalkan.
Mimmy juga pribadi yang menyenangkan, meskipun pertemanan kami biasa-biasa saja. Darinya, saya menemukan begitu banyak jejak kebaikan. Pernah ada “kesalahpahaman” dalam sebuah advokasi kasus buruh garmen, Mimmy dan Mas Chris banyak membantu mengatasinya. Pun ketika terjadi “perbedaan” pendapat dalam forum atau kerja-kerja aliansi, Mimmy memilih tak terlibat dalam pembahasan. Menurutnya, bekerja saja dengan baik sesuai peran kita, akan membuat semua lebih baik. “Aku gak banyak kenal dengan orang-orang itu, jadi tidak banyak kasih komentar,” ujarnya.
Selain Mas Chris, saya juga mengenal Nathan, anak laki-laki semata wayangnya. Tapi, sudah sangat lama tak berinteraksi dan tiba-tiba, saya dapat kabar kalau Nathan sudah SMA. Betapa sangat lama kami tidak bertemu. Sebab terakhir bertemu ketika Nathan diajak dalam sebuah pertemuan, dia masih SD.
Suatu waktu, saat pandemi Covid-19 menerpa, dia menelpon saya meminta maaf karena Mas Chris tidak dia izinkan untuk perjalanan jauh ke Muara Enim yang kami rencanakan bersama. “Aku khawatir dengan kesehatan Chris,” katanya dari ujung telepon.
Pernah, pada 2019, dalam pertemuan di Kantor LIPS di Bogor, kami berdiskusi mengenai kondisi buruh perempuan di pabrik-pabrik garmen yang selama ini menjadi fokus advokasinya. Kami bertemu pada petang menjelang Magrib bersama Bu Sylvia Tiwon, yang datang dari Amerika. Bu Sylvia, menuliskan prolog untuk buku saya, Berlawan, yang terbit pada tahun itu.
Dalam pertemuan pendek itu, kami mendiskusikan cuti haid untuk buruh-buruh perempuan di pabrik garmen. “Situasinya memang buruk, perlakuan perusahaan benar-benar tidak manusiawi,” cerita Mimmy. Dia menceritakan bagaimana buruh-buruh perempuan tidak mendapatkan cuti haid dan bahkan ada pemeriksaan oleh satpam untuk memastikan apakah mereka benar-benar mengalami haid. Dan sepanjang saya mengingat-ingat, sepertinya itu pertemuan terakhir kami, sudah sangat lama!
Sejak hari ini, kita akan kehilangan teman baik itu. Mimmy telah pergi dan tugasnya telah paripurna. Ia, telah menorehkan kepedulian besarnya kepada para buruh yang selalu ia bela. Tetapi, kita akan terus melihat bekas jejak-jejak kebaikannya. Seperti jejak kaki di atas tanah basah. Akan selalu ada, akan selalu dikenang.
Terima kasih, Mimmy!
Jika Anda menikmati membaca cerita ini, maka kami akan senang jika Anda membagikannya!