Presiden Amerika Serikat mengumumkan negaranya telah mencapai kesepakatan strategis dengan Indonesia yang memberikan akses penuh terhadap berbagai sumber daya Indonesia, termasuk tembaga. “Kami telah membuat kesepakatan dengan Indonesia. Saya berbicara dengan presidennya yang luar biasa, sangat populer, kuat, cerdas. Dan, kami menyepakati perjanjian, kami mendapatkan akses penuh ke Indonesia, segalanya. Seperti yang Anda tahu, Indonesia sangat kuat dalam hal tembaga, dan sekarang kami punya akses penuh ke semua itu,” kata Trump seperti dilansir CNBCIndonesia.com, 18 Juli 2025.
Berbeda dengan negosiasi mengenai “Tarif Trump”, proses perundingan Pemerintah Indonesia dan Freeport-McMoRan berjalan cukup lama. Salah satunya sejak awal Kabinet Indonesia Kerja di bawah Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Perundingan itu mengenai divestasi saham Freeport Indonesia, pembangunan smelter tembaga, kepastian finansial, dan perpanjangan operasi Freeport di Grasberg selama 2 x 10 tahun, yaitu sampai 2041. Akhirnya disepakati nilai divestasi 51 persen saham Freeport sebesar 3,85 miliar dolar Amerika Serikat melalui penandatanganan perjanjian pendahuluan (Head of Agreement/HoA) pada 7 Juli 2018.
Selama negosiasi divestasi saham berlangsung, PT Freeport Indonesia mengurangi tenaga kerja hingga 30 ribu buruh demi menjaga kepastian operasional. Pemangkasan buruh dilakukan sebagai bentuk kebijakan efisiensi Freeport, jika izin ekspor tidak didapatkan hingga pertengahan Februari 2017.
Salah satu kebijakan efisiensi yang dilakukan oleh PT Freeport adalah dengan menerapkan Program Furlough atau merumahkan buruh sepanjang Februari hingga Mei 2017. Kebijakan tersebut ditentang oleh serikat buruh. Salah satu alasannya, istilah Furlough tidak dikenal dalam UU Ketenagakerjaan. Karenanya, demi menyelamatkan ribuan buruh, serikat buruh, SPSI PT Freeport Indonesia memutuskan mogok kerja. Pemogokan sebagai salah cara agar manajemen bersedia bernegosiasi dan menghentikan kebijakan efisiensi tersebut.
Mogok diikuti oleh lebih dari 8300 buruh PT Freeport Indonesia, privatisasi dan kontraktornya pada 1 Mei 2017. Pemogokan tersebut masih berlangsung hingga tulisan ini dibuat.
PT Freeport Indonesia menuduh bahwa pemogokan ribuah buruh dikualifikasikan mengundurkan diri secara sukarela.
Pada tahun 2018 Dinas Tenaga Kerja Provinsi Papua menyatakan mogok kerja ribuan buruh di lingkungan PT Freeport Indonesia sah secara Hukum. Pernyataan tersebut dikeluarkan setelah Tim Pengawas Dinas Tenaga Kerja Provinsi Papua. Mereka melakukan pemeriksaan terhadap kasus ini melalui surat bernomor 560/1271.
Pemeriksaan Tim Pengawas Dinas Tenaga Kerja Provinsi Papua mengacu pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyimpulkan pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan yang diatur dalam pasal 151 ayat (3) batal demi hukum. Sementara Furlough yang diberlakukan oleh Freeport tidak dikenal dalam UUK No. 13 tahun 2003.
Menindaklanjuti penetapan Surat Tersebut, pada tahun 2019 Gubernur Papua Lukas Enembe mengeluarkan SK tentang pemulihan hak buruh. Kepala Pengawas Ketenagakerjaan di Dinas Tenaga Kerja Provinsi Papua, Melkianus Bosawer, di Sentra Pemerintahan SP3, Kelurahan Karang Senang, Distrik Kuala Kencana Timika mengatakan, “Sebagai pengawas ketenagakerjaan kami tidak akan negosiasi lagi, sudah banyak korban dari kasus ketenagakerjaan ini. Persoalan ini bukan persoalan Jakarta, persoalan ada di Papua. Yang punya rakyat ini Gubernur Papua, Bupati Mimika, bukan Menteri,” katanya.
Perlawanan serikat buruh PT Freeport Indonesia pun mendapatkan solidaritas dari beberapa serikat buruh di luar negeri. Delapan organisasi pekerja internasional yang memberikan dukungan, antara lain The Union Le Syndicate di Toronto Ontario Kanada, Confederacao Nacional Dos Metalurgicos (CNM/CUT) di Brasil, Korean Metals Workers Union di Korea, Indian National Mineworkers Federation, Mineworkers Union of Namibia, The Australian Workers Union, CFMEU Mining and Energy di Sydney Australia dan Federazione Impiegati Operai Metallurgici Nazionale di Italia.
Serikat-serikat buruh internasional tersebut seluruhnya berafiliasi dengan buruh pertambangan dunia yang berhimpun dalam IndustriALL Global Union.
Sepanjang tahun 2017 hingga 2025, berbagai rekomendasi dari badan atau lembaga-lembaga negara telah dikeluarkan. Antara lain dua rekomendasi Komnas HAM, surat keputusan dari Kemenkumham yang memperkuat legalitas dari mogok kerja, bahkan putusan Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa aktivitas mogok kerja yang dilakukan oleh buruh PT Freeport Indonesia sah secara konstitusi. Namun, semua rekomendasi tersebut diabaikan oleh PT Freeport Indonesia.
Lalu, bagaimana dengan peran pemerintah yang telah menjadi pemegang saham mayoritas? Selama delapan tahun, Pemerintah Pusat cenderung mengabaikan, bahkan melakukan pembiaran keberadaan ribuan buruh PT Freeport yang hidup terkatung-katung. Padahal, sebagai pemegang saham mayoritas PT Freeport Indonesia memiliki potensi besar untuk menyelesaikan masalah mogok kerja yang telah berlangsung sejak 2017. Dengan kepemilikan saham sebesar 51,23 persen, pemerintah memiliki pengaruh signifikan dalam pengambilan keputusan strategis perusahaan.
Apa yang sesungguhnya terjadi dalam proses divestasi saham tersebut. Apakah kepemilikan saham Pemerintah Indonesia di PT Freeport Indonesia tidak sesuai fakta yang sebenarnya sehingga pemerintah nyaris tidak berdaya dalam menyelesaikan konflik industrial di PT Freeport? Apakah pernyataan Trump terkait akses penuh terhadap sumber daya Indonesia tidak kontradiktif terhadap janji dan semangat Prabowo dalam mengelola sumber daya alam secara mandiri?
Jika Anda menikmati membaca cerita ini, maka kami akan senang jika Anda membagikannya!