MAJALAH SEDANE

Memuat halaman...

Sedane

Majalah Perburuhan

“Wadal” Energi Bersih dan Kota Ramah Lingkungan: Tinjauan Umum Industri Pertambangan Nikel (Bagian 2)

Perlombaan mewujudkan kota ramah lingkungan ditopang oleh jenis industri yang busuk dengan kondisi kerja yang buruk. Jenis industri yang menghancurkan alam, merampas hak buruh dan mengancam keselamatan hidup rakyat. [1]

Pemburu Sumber Daya Alam Murah

Kebijakan hilirisasi dimulai pada 2009. Melalui Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu bara (Minerba), Pemerintah Indonesia melarang perusahaan penambang mengekspor bahan mentah hasil tambang mineral dan batu bara. UU Minerba pun mewajibkan pengusaha tambang membangun smelter dalam jangka waktu lima tahun. Bagi perusahaan asing wajib mendivestasikan sahamnya dengan pemerintah. UU Minerba pun mengubah basis usaha pertambangan dari kontrak karya ke perizinan.

Secara sederhana, hilirisasi atau pembangunan smelter nikel berarti mengolah nikel menjadi feronikel, nikel pig iron (NPI), nikel matte, dan sebagainya. Sebagai catatan, smelter-smelter tersebut bukan dioperasikan oleh perusahaan negara. Tapi negara menyediakan insentif, kawasan industri, peraturan perundangan yang ramah investasi, dan tax holiday bagi pemodal yang membuat smelter. Jadi keuntungan-keuntungan nilai tambah tersebut mengalir ke kantongnya para pemilik modal.

Dengan asumsi bahwa sektor tertentu tidak terlalu unggul dalam perdagangan dunia maka negara memberikan insentif. Insentif memang ditujukan agar investor bersedia menanamkan modalnya untuk menggerakan perekonomian nasional. Anehnya, Indonesia yang memiliki keunggulan sumber daya melebihi negara-negara lain justru memberikan insentif dan berbagai kemudahan. Aktor yang menikmati insentif dan kemudahan berusaha tersebut bukan badan usaha milik negara tetapi para pemodal.

Per teori, hilirisasi bukan hal baru dalam teori pembangunan ekonomi yang bertumpu pada kekuatan modal asing dan dinamika pasar global. Program hilirisasi telah digalakan sejak rezim bengis Soeharto dan diulang direzim Jokowi. Perbedaannya hanya pada fokus sektor yang dikembangkan. Di zaman Soeharto, para pengusaha asing dan dalam negeri dibujuk agar mendirikan perusahaan manufaktur otomotif dan garmen. Di zaman Jokowi, sektor yang dikembangkan pertambangan. Dua-duanya sama-sama mengandalkan pasar internasional dan memberikan insentif agar investor bersedia menanamkan modalnya.

Dalam konteks persaingan sesama para pemodal, kebijakan larangan ekspor mendapat respons negatif dari para pengusaha tambang. Bagi sebagian pengusaha, keharusan membangun pabrik smelter membutuhkan modal yang besar dari pengadaan pabrik, mesin hingga perekrutan tenaga kerja. Bagi mereka, larangan ekspor bijih mentah dianggap akan mengurangi nilai keuntungan. Penolakan tersebut diwujudkan dengan berbagai cara, seperti melakukan lobi terhadap pejabat negara, menggugat peraturan yang melandasi larangan ekspor bijih tambang dan melakukan aksi sepihak.

Sejumlah perwakilan pengusaha yang tergabung dalam Apemindo (Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia) melalukan uji materi terhadap UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Baturbara ke MK (Mahkamah Konstitusi). Gugatan Apemindo ditolak oleh MK (Antara.com, 3 Desember 2014). 

Pengusaha lain berhasil melobi pemerintah agar diperbolehkan melakukan ekspor bahan mentah hasil penambangan (Bisnis.com, 26 September 2022).

Para pengusaha pun mengancam melakukan pemecatan terhadap buruh tambang (Republika.com, 24 Mei 2023). Per 2012, dengan alasan rugi PT Newmont mengumumkan rencana pengurangan lebih dari 22 persen buruhnya (Detik.com, 2 Oktober 2012). Pada 2018, dengan alasan mangkir, lebih dari 8000 PT Freeport Indonesia dipecat tanpa mendapatkan perlindungan haknya.  Di PT Smelting Gresik,[2] pabrik pemurnian konsentrat PT Freeport Indonesia, sebanyak 309 buruh dipecat ketika melakukan pemogokan menolak diskriminasi kenaikan upah. Manajemen menuduh buruh mangkir dari pekerjaan.

Lima tahun setelah UU Minerba 2009, larangan ekspor bahan mentah tambang tidak benar-benar dilaksanakan. Pada 2017, pemerintah malah mengeluarkan kebijakan relaksasi ekspor hasil tambang mentah. Artinya, kewajiban membuat smelter dalam negeri diperpanjang lagi.

Tidak hanya dalam negeri, kebijakan larangan ekspor bahan mentah dan kewajiban membangun smelter, membuat negara-negara Uni Eropa berang. Negara-negara Uni Eropa, yang telah bertahun-tahun mengeruk bahan mentah pertambangan tanpa ada penantang, merasa dirugikan dengan kebijakan tersebut.[3] Mereka pun menuding bahwa kebijakan Pemerintah Indonesia tersebut menguntungkan investor Tiongkok.

Uni Eropa menggugat Pemerintah Indonesia di Organisasi Perdagangan Internasional (WTO/World Trade Organisation), pada November 2019. Dalam sidang Dispute Settlement Body DS 592 Indonesia dinyatakan kalah, pada Oktober 2022. WTO menyatakan bahwa Indonesia tidak layak menerapkan kebijakan hilirisasi karena tidak memiliki industri hilir yang kuat (CNCBIndonesia.com, 20 Februari 2023). Pemerintah Indonesia menyatakan banding.[4]

Tidak hanya WTO, IMF (International Monetery Fund) pun mengkritik kebijakan hilirisasi (CNBCIndonesia.com, 5 Juli 2023). Sedangkan perusahaan-perusahaan Amerika Serikat menggugat Pemerintah Indonesia melalui mekanisme lain. PT Newmont dan PT Freeport menggunakan ICSID (International Centre for Settlement of Investment Disputes) (Hertanti, 15 Juni 2023). Dalam cerita tersebut, memang tidak terdapat protes langsung dari Pemerintah Amerika Serikat, kecuali dilakukan oleh perusahaan asal Amerika Serikat dan melalui IMF (CNNIndonesia.com, 4 Juli 2023). Baru-baru ini, sejumlah senator Amerika Serikat mengkritik praktik buruk perburuhan di smelter-smelter nikel Indonesia (Asnawi, 20 November 2023). Pemerintah Amerika Serikat meminjam aktor-aktor lain untuk mengkritik kebijakan smelter.

Dalam lima tahun terakhir, funding internasional asal Amerika Serikat seperti Solidarity Center dan Ford Foundation, menggelontorkan dana ke LSM-LSM di Indonesia untuk mengungkap praktik buruk ketenagakerjaan di smelter-smelter asal Tiongkok. Karena itu, LSM-LSM yang semula tidak pernah membicarakan perburuhan, tetiba memiliki perhatian terhadap isu perburuhan. Inilah yang menjelaskan kasus-kasus perburuhan di perusahaan asal Tiongkok lebih cepat mendapat respons LSM.

Pada 2020, UU Minerba diubah menjadi UU Nomor 3 Tahun 2020.[5] Empat poin penting revisi UU Minerba berkaitan perizinan yang terpusat,[6] larangan menghalangi kegiatan penambangan, tidak adanya kewajiban perbaikan setelah penambangan dan tidak ada jaminan royalti kepada pengusaha tambang (Walhi.or.id, 23 Agustus 2021).

Berdasarkan UU Minerba 2020 para pengusaha tambang diberikan waktu tiga tahun untuk mengekspor hasil tambang mentah. Meski demikian, para pengusaha tambang masih mengemis program relaksasi agar diperbolehkan mengekspor hasil tambang mentah. Izin tersebut, di antaranya, diberikan kepada PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral. Keduanya diperbolehkan mengekspor hasil tambang mentah hingga Mei 2024 (Infotambang.id, 30 April 2023).

Sebelum 2013, investasi asing di sektor Minerba berasal dari Australia, India, Inggris, Amerika Serikat, Jepang, Uni Emirat Arab, dan negara-negara Eropa lainnya. India lebih banyak berinvestasi di produk besi dan baja nirkarat, sedangkan Australia berinvestasi di bidang ekstraksi emas dan perak. Sementara negara-negara Amerika Serikat dan negara-negara Eropa berinvestasi di sektor nikel, tembaga, dan emas.

Di sektor nikel, hingga 2014, produksi nikel masih dikuasai PT Vale dengan porsi 77 persen. Disusul PT Antam sebesar 19 persen dan perusahaan lainnya sebanyak 3 persen. Namun, di tahun tersebut investasi dari Tiongkok secara bertahap melejit. Di periode inilah PT IMIP mulai beroperasi. Di IMIP tidak hanya perusahaan asal Tiongkok. Ada pula perusahaan dari Australia, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, dan negara lain pun.

Pembangunan awal IMIP mendapat dukungan finansial dari program Belt and Road Inisiative (BRI), China-ASEAN Investment Cooperation Fund, Export-Import Bank of China dan China Development Bank. IMIP merupakan kawasan yang mengintegrasikan penambangan, pengolahan dan pemurnian. IMIP pun menyediakan pembangkit listrik, pelabuhan, dan infrastruktur transportasi, kompleks perumahan khusus buruh asal Tionghoa,  hotel untuk pengunjung eksekutif, bandara dengan landasan pacu sepanjang 1.800 meter, dan jaringan telekomunikasi yang terhubung dengan satelit Tiongkok (Tritto, 2023).

Sejak 2018, IMIP menyalip PT Vale dan PT Antam. Penguasaan IMIP mencapai 50 persen dari produksi hilir nikel di Indonesia (CNBCIndonesia.com, 14 Oktober 2020).

Sumber: Widjajanto, 2023.

Sementara pengusaha tambang masih bersitegang dengan kebijakan larangan ekspor hasil tambang mentah, investor di bidang smelter meningkat.

Pada Juni 2023, Presiden Jokowi meresmikan PT Hailiang Nova Material Indonesia, produsen pipa dan batang tembaga terbesar dunia, asal Tiongkok. PT Hailiang Nova Material Indonesia, memproduksi foil tembaga electrodeposit untuk kendaraan listrik bertenaga baterai litium. PT Hailing Nova beroperasi di Kawasan Ekonomi Khusus Gresik Jawa Timur (Presidenri.go.id, 20 Juni 2023). Di kawasan industri Karawang New Industry City (KNIC) Karawang Jawa Barat, Jokowi pun meresmikan pabrik pembuat baterai kendaraan listrik milik PT Hyundai LG Indonesia (HLI). Perusahaan itu merupakan produsen baterai kendaraan listrik pertama dan terbesar di wilayah Asia Tenggara (Republika.co.id, 15 September 2023).

Berdasarkan data Kementerian ESDM, per 2022, telah ada 21 smelter yang terdiri dari 15 smelter nikel, 2 smelter bauksit, 2 smelter tembaga, 1 smelter mineral besi, dan 1 smelter mineral mangan (Katadata.co.id, 29 November 2022). Pada 2024, pemerintah memproyeksikan total operasi smelter nikel mencapai 30 unit (Betahita.id, 29 September 2022).

Tabel Realisasi Investasi Pertambangan dan Penggalian 2022

Jenis InvestasiPMAPMDNTotal
Total InvestasiRp654,4 triliunRp552,8 triliunRp 1.207.2 triliun
Sektor Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin, dan PeralatannyaRp157,3 triliunRp14,0 triliunRp171,2 triliun
Sektor PertambanganRp73,8 triliunRp62,5 trilunRp136,4 triliun
Sumber: Kementerian Investasi/BKPM, 2023. Diolah.

Secara umum, hingga 2022 realisasi investasi PMA dan PMDN bertumpu sektor Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin, dan Peralatannya. Total realisasi investasi di sektor tersebut sebesar Rp171,2 triliun (14,2 persen), disusul dengan sektor Pertambangan Rp136,4 triliun (11,3 persen), sektor Transportasi, Gudang, dan Telekomunikasi sebesar Rp134,3 triliun (11,1 persen), sektor Perumahan, Kawasan Industri, dan Perkantoran yaitu sebesar Rp109,4 triliun (9,1 persen) dan sektor Industri Kimia dan Farmasi Rp93,6 triliun (7,8 persen).

Jika dirinci, realisasi investasi PMA lebih banyak di sektor Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin, dan Peralatannya dengan total realisasi investasi sebesar US$11,0 miliar (24,0 persen), disusul dengan sektor Pertambangan US$5,1 miliar (11,3 persen), sektor Industri Kimia dan Farmasi sebesar US$4,5 miliar (9,9 persen), sektor Transportasi, Gudang, dan Telekomunikasi sebesar US$4,1 miliar (9,0 persen) dan sektor Listrik, Gas, dan Air sebesar US$3,8 miliar (8,3 persen).

Sedangkan realisasi investasi PMDN terbesar adalah Transportasi, Gudang, dan Telekomunikasi sebesar Rp75,1 triliun (13,6 persen), sektor Perumahan, Kawasan Industri, dan Perkantoran yaitu sebesar Rp66,2 triliun (12,0 persen), Pertambangan Rp62,5 triliun (11,3 persen), sektor Industri Makanan Rp54,9 triliun (9,9 persen), dan sektor Tanaman Pangan, Perkebunan, dan Peternakan sebesar Rp38,9 triliun (7,0 persen).

Tabel Lokasi Usaha Investasi PMA dan PMDN Sektor Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin, dan Peralatannya serta Pertambangan 2022

SektorLokasi PMALokasi PMDNAsal PMA
Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin, dan PeralatannyaSulawesi Tengah, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Jawa Timur Banten  Sulawesi Tenggara, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Jawa BaratSingapura, Hongkong, Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan
PertambanganJawa Timur, Papua, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, DKI Jakarta  Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan.  Amerika Serikat, Singapura, Australia, Kanada, dan Korea Selatan
Statistik Nasional, BPS 2024. Diolah.

Lima besar provinsi penerima investasi PMA sektor Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin, dan Peralatannya adalah Sulawesi Tengah sebesar Rp75,617 miliar, Maluku Utara Rp56,401 miliar, Sulawesi Tenggara Rp8,788 miliar, Jawa Timur Rp6,665 miliar, Banten Rp1,819 miliar.

Lima besar provinsi penerima investasi PMDN sektor Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin, dan Peralatannya, Sulawesi Tenggara Rp3,029 miliar, Jawa Timur Rp2,790 miliar, Sulawesi Selatan Rp1,343 miliar, Nusa Tenggara Barat Rp1,156 miliar, Jawa Barat Rp1,019 miliar.

Sumber: MODI ESDM

Sumber: MODI ESDM

Berdasarkan negaranya, PMA terbesar berasal dari Singapura (Rp59,39 triliun), Hongkong (Rp52,28 triliun), Tiongkok (Rp37,78 triliun), Jepang (Rp3,44 triliun) dan Korea Selatan (Rp1,31 triliun).

Dari realisasi investasi sektor Pertambangan Rp136,4 triliun sebanyak Rp73,8 triliun berasal dari PMA dan Rp62,5 triliun dari PMDN. Dari segi bidang usaha, realisasi investasi terbesar berada di pertambangan bijih logam Rp62,07 triliun, aktivitas jasa penunjang pertambangan Rp35,88 triliun, pertambangan batu bara dan lignit Rp25,34 triliun, pertambangan minyak bumi, gas alam dan panas bumi Rp9,87 triliun, pertambangan dan penggalian lainnya Rp3,12 triliun.

Lima investor di sektor pertambangan berasal dari Amerika Serikat (Rp34,68 triliun), Singapura (Rp20,07 triliun), Australia (Rp5,94 triliun), Kanada (Rp2,72 trilun) dan Korea Selatan (Rp2,20 triliun).

Lima provinsi terbesar penerima investasi asing di pertambangan, yaitu Jawa Timur (Rp18,136 miliar), Papua (Rp17,321 miliar), Sumatera Utara (Rp8,063 miliar), Kalimantan Timur (Rp7,403 miliar), Nusa Tenggara Barat (Rp7,336 miliar), DKI Jakarta (Rp3,409 miliar).

Lima provinsi terbesar penerima PMDN di pertambangan, yaitu Kalimantan Timur (Rp15,012 miliar), DKI Jakarta (Rp10,933 miliar), Nusa Tenggara Barat (Rp5,839 miliar), Sumatera Selatan (Rp4,669 miliar), Kalimantan Selatan (Rp4,487 miliar).

Sumber: Sangadji, 2024

Dari 2014 hingga 2023, PMA di Sulawesi Tengah, Maluku Utara, dan Sulawesi Tenggara mencapai US$ 51,7 miliar atau Rp 756 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 77 persen PMA mengalir di sektor industri logam dasar. Dari jumlah tersebut pula, sebesar 53 persen terpusat di Sulawesi Tengah. Di Sulawesi Tengah sebanyak 72,35 persen PMA di sektor industri logam dasar. Sebanyak 82,49 persen dari porsi investasi di Sulawesi Tengah berada di Kabupaten Morowali. Di Kabupaten Morowali sebanyak 72,35 persen PMA di industri logam dasar.

Sumber: Sangadji, 2024


Catatan kaki:

[1] Tulisan ini merupakan bagian kedua dari artikel sebelumnya. Istilah wadal merupakan bahasa Sunda untuk mendeskripsikan praktik penghilangan nyawa secara acak dari manusia kelas rendah demi memuluskan proyek ambisius segelintir orang.

[2] PT Smelting Gresik beroperasi pada 1996 dengan kapasitas produksi 90 ton per jam konsentrat tembaga dan menghasilkan 200.000 ton tembaga per tahun. Kapasitas produksi konsentrat menjadi 140 ton per jam dengan 300.000 ton tembaga per tahun (Detik.com, 7 Maret 2017).

[3] Mulanya, pemain utama industri pertambangan adalah perusahaan asal Eropa, Jepang dan Amerika Serikat, seperti PT Vale Indonesia, PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral. Mereka masuk ke Indonesia atas fasilitas yang diberikan rezim jagal Soeharto. Sejak 2010, muncul penantang baru, yaitu perusahaan-perusahaan asal Tiongkok.

[4] Selama proses sidang di WTO, Pemerintah Indonesia menantang. Kata Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, jika Indonesia kalah di WTO akan membuat peraturan baru dengan isi sama (CNBCIndonesia.com, 9 September 2024). Rezim Jokowi memperlihatkan model otoritarianisme legal dengan mempraktikkan: Jika sebuah peraturan digugat maka dibuat peraturan baru dengan isi yang sama.

[5] Pengesahan revisi UU Minerba 2009 dilakukan di masa pandemi Covid-19. Pengesahan tersebut mengabaikan kritik prosedural dan substansial terhadap revisi UU Minerba 2009.

[6] Sejak 2015, kebijakan negara semakin terpusat. Di bidang perburuhan, dikeluarkan PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Melalui PP 78, Kementerian Ketenagakerjaan membatasi agar kenaikan upah minimum kurang dari 10 persen, menghilangkan fungsi perundingan di dewan pengupahan tingkat provinsi, kota dan kabupaten.