Sepuluh tahun terakhir, perpindahan dan perluasan pabrik tidak hanya terjadi dari DKI Jakarta dan Serang Banten, juga dari Kota Semarang, Kota Surabaya dan Kabupaten Bandung menuju daerah berupah murah. Daerah-daerah favorit perpindahan dan pembukaan pabrik baru adalah beberapa kabupaten di Jawa Barat, yaitu Subang, Indramayu, Cirebon, Sukabumi dan Cianjur; Jawa Tengah, yaitu Brebes, Tegal, Batang, Jepara, Grobogan, Rembang, Karanganyar; Jawa Timur, yaitu Ngawi, Bojonegoro, Gresik. Wilayah-wilayah tersebut merupakan jalur lama Pantai Utara dan mendapat fasilitas baru berupa pembuatan jalan tol, pelabuhan dan ketersediaan pasokan listrik.
Para pemilik kapital di wilayah lama mengincar wilayah-wilayah yang menyediakan upah murah. Wilayah lama sudah terlalu padat industri, tanahnya mahal, kerap banjir, buruhnya terlalu kritis dan persoalan lain yang berpengaruh terhadap biaya produksi. Penyelenggara negara pun mempersilakan para investor untuk pindah atau membuka pabrik baru di wilayah yang menyediakan upah lebih rendah, sekaligus menyiapkan infrastruktur birokrasi dan industri untuk maksud tersebut (Viva.co.id, 7 September 2013).
Wilayah lama merupakan kawasan industri yang dibentuk di periode 1970-an hingga 1990-an di bawah program industri berorientasi ekspor. Wilayah baru dibentuk di periode 2010-an dengan kerangka orientasi ekspor dan diakui sebagai bagian dari program negara, seperti proyek strategis nasional atau obyek vital nasional. Ciri utama wilayah baru adalah ketersambungan pabrik dengan jalan tol, ketersediaan pasokan industri dan usia buruh yang relatif muda dari daerah sekitar pabrik dengan latar pendidikan sekolah menengah atas serta mengakses informasi dari internet.
Di periode 1970-an dan 1990-an negara membangun kawasan industri bagi manufaktur. Di Jakarta dibentuk Kawasan Berikat Nusantara yang mengelola tiga lokasi, yaitu Tanjung Priok, Cakung dan Marunda, Kawasan Industri Medan (KIM) di Medan, Kawasan Industri Wijayakusuma di Jawa Tengah, Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) di Surabaya dan kawasan industri lainnya. Bentuk kawasan industri tersebut dikelola oleh negara baik pemerintah pusat maupun daerah. Kawasan industri tersebut menyediakan pabrik, pergudangan dan lebih dekat ke pelabuhan.
Setelah kawasan industri bentukan negara cukup padat atau para investor hanya bersedia mendirikan pabrik di luar kawasan industri, negara memfasilitasi pemberian status kawasan berikat kepada manufaktur berorientasi ekspor dalam bentuk Kawasan Berikat (KB) atau Pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB). Pabrik-pabrik tersebut tak jarang didirikan didekat aliran sungai, seperti pabrik yang berada di sekitar Sungai Cisadane Tangerang, sungai Baleendah dan Nanjung Kabupaten Bandung serta di sekitar Kalimalang Bekasi. Dengan demikian, program Citarum Harum Jawa Barat tidak cukup sekadar mengeruk sampah Citarum agar lebih bersih dan menempelkan spanduk di gerbang pabrik ‘mendukung program Citarum Harum’. Seperti kata pepatah, jika hendak menyelesaikan masalah mesti dari akar masalahnya.
Di periode industri berorientasi ekspor, pelaku industri garmen datang dari Korea Selatan, Taiwan, India, Singapura, Jepang, Eropa dan Indonesia. Mereka mengantongi lisensi pembuatan barang dengan merek asal Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. Seperti Nike, Adidas, Sears, Mizuno, H&M, K-Mart, Bata, Walmart, dan ratusan merek lainnya. Di periode ini rata-rata buruh didatangkan dari Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatera. Umumnya menamatkan sekolah menengah pertama, mengakses koran cetak dan mengisi lembaran Teka-Teki Silang.
Bersaing dengan pemberian status kawasan berikat, para pengusaha properti mendirikan kawasan industri. Mereka menyediakan lahan industri, perkantoran, pergudangan dan perumahan dalam satu hamparan. Pioner kawasan industri ini adalah PT Jababeka, yang memulai bisnis kawasan di Bekasi pada 1989.
Di periode berikutnya model kawasan industri di atas dikembangkan dan dilengkapi instalasi air bersih dan berbagai fasilitas, seperti rumah sakit, pusat perbelanjaan, fasilitas hiburan, pendidikan, keterhubungan dengan jalan tol dan infrastruktur industri lainnya. Biasanya menggunakan istilah ‘kota’, seperti Kota Jababeka dan Kota Delta Mas. Model kawasan industri tersebut diadopsi oleh pemerintah, seperti Kawasan Industri Terpadu Batang, yang dibangun sejak 2020.
Beberapa dari kawasan industri tersebut ditetapkan sebagai proyek strategis nasional, meskipun bukan milik negara, seperti Kawasan Industri Morowali yang dikelola oleh PT IMIP (Indonesia Morowali Industrial Park). Kawasan industri seluas 1.200 hektare tersebut didanai oleh Tsingshan, PT Bintang Delapan dan PT Sulawesi Mining Investment. Kawasan industri lainnya ditetapkan sebagai obyek vital nasional industri (OVNI), seperti PT Jababeka Industrial Estate dan PT EJIP (East Jakarta Industrial Park) Bekasi Jawa Barat.
Investor yang mendirikan pabrik di luar kawasan industri disediakan fasilitas baru, yaitu Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE). KITE adalah fasilitas yang diperkenalkan sejak 2003. Fasilitas tersebut melengkapi fasilitas yang tersedia sebelumnya dalam bentuk KB, Gudang Berikat dan Pusat Logistik Berikat. Fasilitas kepabeanan tersebut menyediakan pelayanan cepat, murah serta kemudahan fiskal seperti pembebasan dan keringanan bea masuk. Dengan demikian, saran para ekonom untuk memberikan suntikan fiskal kepada industri manufaktur orientasi ekspor agar dapat bertahan dalam resesi global 2022, merupakan saran yang mengada-ada. Karena manufaktur-manufaktur berorientasi ekspor di kawasan berikat maupun dengan status kawasan berikat tersebut bertahun-tahun telah menikmati stimulus fiskal.
Pabrik yang menjadi obyek studi ini adalah PT Sai Apparel Industries Grobogan. Beroperasi di kawasan peruntukan industri dengan menyandang status kawasan berikat. Pabrik ini merupakan perluasan dari PT Sai Apparel Industries Semarang, yang berstatus kawasan berikat. PT Sai Apparel Semarang dibesarkan dengan berbagai fasilitas negara dari kebijakan upah murah, kemudahan ekspor dan impor serta ketersediaan tenaga kerja siap pakai. Kepemilikan lahannya meluas dengan cepat dari 5 hektare pada 1998 menjadi 18 hektare pada 2016. Selain mendirikan pabrik di Grobogan, Sai Apparel pun memperluas pabriknya di Tegal dengan nama PT Sai Garments Industries. Sedangkan afiliasi perusahaan Sai Apparel, PT Sainath Industrial, merambah ke bidang properti dan distribusi. Mereka pun mengembangkan merek garmen sendiri yang diperdagangkan di India, yaitu Aranyani.
Selama tahun-tahun tersebut, pemesan barang PT Sai Apparel berganti-ganti. Umumnya, para pemilik merek berasal dari Eropa dan Amerika Serikat. Hubungan antara pemilik merek dengan pemasok merupakan hubungan saling menguntungkan dan sangat mungkin saling memanipulasi (ITUC, 2016). Retailer memesan barang dengan desain, jumlah dan kualitas yang telah ditentukan (Hale & Wills, 2005). Mereka pun menentukan harga pembuatan barang, jenis bahan baku, waktu pengiriman, mesin dan mekanisme pembuatan barang. Pemasok memenuhi permintaan buyer sembari membangun dinasti bisnisnya dan menggelembungkan kekayaan para pemilik merek.
Kebijakan-kebijakan negara telah membesarkan bisnis manufaktur transnasional dan retailer multinasional. Negara menggulirkan perbaikan birokrasi melalui program ‘reformasi birokrasi’ dan ‘pelayan terpadu satu pintu’. Anggaran negara pun dikerahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kapasitas jalan tol, pelabuhan dan kereta api dalam program infrastruktur. Begitu pula dengan perubahan peraturan perundangan dalam kerangka reformasi hukum, yang telah menghasilan UU Cipta Kerja. Semua dukungan tersebut disediakan demi mendatangkan dan menyamankan investasi. Atas nama investasi dan pembukaan lapangan kerja, negara memberikan berbagai kemudahan bagi investasi. Dengan kata lain, tanpa adanya investasi, penduduk Indonesia adalah pengangguran. Hasilnya, para investor makin tajir, jumlah pengangguran dan warga kehilangan sumber pendapatan meningkat.
Namun, di saat bersamaan, berbagai pelayanan untuk warga miskin tidak semakin membaik. Di ranah perburuhan terdapat persoalan yang tidak kunjung diselesaikan. Hak dasar buruh mudah dilanggar. Sementara pengawas ketenagakerjaan selalu mengaku kekurangan tenaga dan anggaran untuk mengawasi pelaksanaan norma ketenagakerjaan. Pada 2016, ILO mencatat jumlah pengawas ketenagakerjaan sebanyak 1.923 pengawas (ILO, 2017). Pada 2022, jumlah pengawas ketenagakerjaan malah berkurang menjadi 1.552 pengawas (Kontan.co.id, 22 Juni 2022). Penyelenggara negara terus-menerus berkampanye tentang kemudahan investasi alih-alih struktur dan peran pengawas ketenagakerjaan yang lemah merupakan bagian dari strategi mengundang investasi.
Wilayah Perluasan dan Perpindahan Pabrik
Jabodetabek, Bandung Raya, Semarang, Surabaya, Karawang, Purwakarta
Jawa Barat (Indramayu, Cirebon, Subang, Majalengka, Cianjur, Sukabumi); Jawa Tengah (Kendal, Boyolali, Jepara, Grobogan, Tegal, Brebes); Jawa Timur (Gresik, Madiun, Ngawi, Bojonegoro)
Banjir, air kotor, macet, pungutan liar
Pemerintah pusat membangun skema konektivitas nasional berupa jalan tol, pelabuhan, sambungan internet, layanan satu atap investasi. Pemerintah daerah menyiapkan lahan untuk industri.
Kenaikan upah minimum
Promosi upah minimum murah
Harga tanah semakin mahal, pasokan air menurun dan berebut dengan perhotelan
Tanah murah, air berlimpah, negara membantu pembebasan lahan.
Kawasan industri semakin padat
Perda-Perda kawasan industri dan penyediaan lahan
Hak-hak buruh telah dibakukan dalam Perjanjian Bersama atau PKB (Perjanjian Kerja Bersama)
Belum ada peraturan di tingkat perusahaan
Serikat buruh relatif kuat, buruh lebih kritis dan mampu melakukan demonstrasi
Buruhnya lebih baru dan serikat buruh relatif belum terbentuk
Menaklukkan Buruh, Memperbesar dan Mengalirkan Keuntungan
Darikumpulan tulisan ini terdapat pola yang sama dalam proses pemindahan maupun perpindahan pabrik. Di pabrik baru maupun pabrik lama manajemen menggunakan pola dan mekanisme yang sama untuk mengendalikan buruh. Tujuannya agar patuh pada waktu dan target produksi. Gambaran tersebut terungkap dalam serangkaian kalimat yang menyertai video viral ‘kerja paksa tak dibayar’: “Perusahaan baru sudah molor dua jam, tiga jam?”.
Jika mengamati karakter produksi manufaktur garmen, tekstil dan sepatu hipotesis tersebut sebenarnya tidak sama sekali baru. Hal yang cukup menonjol adalah relokasi dan ekspansi pabrik sebagai strategi untuk menghindari membayar upah buruh lebih tinggi sekaligus mempreteli hak-hak buruh yang telah dimenangkan. Biasanya, kompensasi kenaikan upah buruh disertai dengan peningkatan jumlah produksi; atau pengurangan jumlah buruh yang disertai penggandaan tugas-tugas buruh; atau mengganti buruh dengan mesin. Dengan cara demikian maka biaya produksi tidak berubah tapi harga barang melambung.
Sebagai ilustrasi, upah buruh sewing dan packing masing-masing Rp200 ribu per hari. Buruh sewing menjahit kerah baju. Buruh packing bertugas mengepak baju. Masing-masing sebanyak 3000 pieces baju per hari. Ketika upah buruh naik, misalnya, Rp400 ribu, maka manajemen menempuh beberapa pilihan strategi agar tidak kehilangan keuntungan. Opsi pertama, menaikkan jumlah produksi dari 3000 pieces menjadi 6000 pieces. Cara lainnya, target tidak berubah tapi buruh di bagian packing dipecat sehingga buruh sewing menjalankan dua tugas sekaligus, yaitu menjahit dan mengepak. Metode lain, target tetap sama dan tugas buruh sewing tidak bertambah. Tapi, bagian packing diganti oleh mesin. Namun, tiga strategi tersebut terlalu mahal dan rentan berurusan dengan hukum. Apalagi buruh Indonesia kerap melakukan demonstrasi dan kampanye internasional jika berhadapan dengan kasus pemecatan. Pilihan relokasi dan ekspansi pabrik merupakan pilihan yang logis agar dapat memeras nilai kerja buruh.
Dalam kasus PT Sai Apparel Grobogan, manajemen menggunakan sejumlah taktik untuk mengendalikan buruh. Selain melancarkan pemesanan barang, taktik pengendalian buruh dimaksudkan untuk meneguhkan hierarki struktur produksi dan melanggengkan struktur sosial. Contoh konkret dari praktik tersebut adalah praktik jam molor. Praktik untuk mencapai target produksi tersebut melibatkan intimidasi pemutusan kontrak, memaksa buruh bekerja di luar kemampuan, manipulasi jam kerja, kekerasan dan pelecehan berbasis gender, penipuan serta penyingkiran standar hukum nasional dan internasional.
Pemburuan biaya produksi lebih murah merupakan pendorong utama perpindahan dan perluasan produksi dari wilayah lama ke wilayah baru. Dengan pola dan mekanisme produksi yang sama pemasok dapat untung lebih besar. Sebagai gambaran, pembayaran upah minimum satu orang buruh di wilayah lama dapat membayar dua sampai empat orang orang buruh di wilayah baru. Namun, logika tersebut mengandaikan kapasitas buruh di wilayah baru setara dengan wilayah lama. Jika di wilayah lama seorang buruh dapat menjahit 3000 kerah baju dalam satu jam maka buruh wilayah baru harus memiliki kemampuan yang sama. Namun jawabannya bukan memberikan training kepada buruh yang baru. Karena training adalah pemborosan waktu dan biaya produksi yang mahal. Perusahaan di wilayah baru tidak bersedia menyediakan training kepada buruh baru karena takut buruh pindah ke pabrik lain yang menawarkan kenyamanan kerja dan upah lebih baik. Lagi-lagi manajemen pabrik memang tidak bersedia mengondisikan buruh agar lebih nyaman bekerja.
Perbandingan Upah Minimum Wilayah Lama dan Baru
2021
2022
2023
Tegal
1.958.000
1.968.446
2.106.238
Brebes
1.866.723
1.885.019
2.018.837
Grobogan
1.890.000
1.894.032
2.029.569
Semarang
2.810.025
2.835.021
3.060.349
Kota Surabaya
4.300.479
4.375.479
4.525.479
Kota Tangerang
4.262.015
4.285.799
4.584.519
DKI Jakarta
4.416.186
4.453.724
4.901.798
Cara lainnya, mendesak pemerintah membuat balai latihan kerja, mendorong program pemagangan atau pendidikan kejuruan. Langkah tersebut dilakukan demi mendorong tersedia tenaga kerja siap pakai. Program pemagangan dan BLK digulirkan sejak 2015. Kini beberapa serikat-serikat buruh tingkat nasional pun menerima program BLK dari Kementerian Ketenagakerjaan. Di bidang pendidikan konsep tersebut dibunyikan dengan istilah link and match, sebuah program pendidikan yang menyiapkan siswa didik agar siap memasuki dunia industri. Karena itu, semua metode pendidikan mengajarkan dan mempraktikkan, bahkan mirip dengan kerja di pabrik. Sekolah-sekolah tersebut tentu saja tidak mengajarkan tentang hak sebagai buruh.
Bentuk pelatihan lainnya diberikan dengan cara menugaskan atau memindahkan buruh dari pabrik lama. Buruh dari pabrik lama melakukan ‘asistensi’ kepada buruh di pabrik baru. Jika terjadi kegagalan produksi, barang tersebut akan di perbaiki di pabrik lama.
Berdasarkan pengalaman manajerial di pabrik lama, kemampuan buruh meningkat dengan cara dibentak, diancam, dihardik dan dijemur. Dengan cara itu pula dipergunakan mekanisme untuk meningkatkan kapasitas buruh. Karena itu, di pabrik baru jenis dan bentuk kekerasan dan pelecehan cenderung lebih tinggi ketimbang di wilayah lama (Arifin, 2019).
Dari pabrik lama manajemen membawa metode pengendalian buruh dan merek yang diproduksi, dengan menanggalkan hak-hak yang telah dimenangkan oleh gerakan buruh. Di saat bersamaan, para pemasok maupun retailer internasional dapat meraih untung dari perbedaan upah antardaerah, sumber daya alam dan tenaga kerja yang lebih baru.
Dalam kasus ‘lembur paksa tidak dibayar’ ketika mediasi serikat buruh dengan manajemen PT Sai Apparel, yang dihadiri oleh Disnaker Jateng dan Disnaker Grobogan, manajemen PT Sai Apparel berdalih bahwa apa yang dilakukan perusahaan adalah efisiensi. “… [S]aya lihat di laporan efisiensi perusahaan ada yang 30 persen, ada yang 35 persen. Standar internasional harusnya 85 persen,’’ kata General Manajer PT Sai Apparel Industries Chanchal Gupta (Murianews.com, 3 Februari 2023). Artinya, kecepatan kerja buruh PT Sai Apparel Grobogan belum dapat menyamai buruh di PT Sai Apparel Semarang, yang diklaim sebagai standar internasional. Ketika membicarakan kecepatan bekerja, manajemen merujuk pada standar internasional, tapi untuk membahas hak buruhnya mirip dengan kondisi buruh di abad XIX.
Salah satu mantan HRD (Human Resource Departement) yang turut membantu perpindahan pabrik dari KBN Cakung ke Bawen Jawa Tengah mengungkapkan hal serupa. “Buruh di sini (di Bawen) lelet. Harus dipecut dulu baru bisa kerja cepat,” jelasnya kepada saya pada Maret 2021.
Tahapan Perluasan atau Pemindahan Pabrik
No
Pabrik lama
Pabrik baru
1
Menceramahi buruh agar patuh demi kemajuan perusahaan: ‘Jika perusahaan maju, buruh sejahtera’, ‘jangan banyak menuntut nanti order dicabut’, ‘pabrik adalah sawah ladang kita’, ‘buruh harus bersyukur dapat kerjaan’.
Membuka pabrik baru
2
Mengurangi buruh secara bertahap dengan skema pensiun dini atau pengunduran diri sukarela. Beberapa departemen mulai ditutup bertahap.
Perekrutan dimulai
3
Mesin dan bahan material dipindahkan bertahap. Menawarkan buruh level leader untuk men-training buruh di tempat baru alias ‘transfer teknik penaklukan buruh’.
Pemasangan mesin. Pabrik mulai beroperasi dengan produksi dan merek yang sama.
4
Menangguhkan upah minimum.
Pabrik baru beroperasi. Jika produksi reject dikerjakan oleh pabrik lama.
5
Menolak kenaikan upah minimum, mengancam akan menutup atau memindahkan pabrik.
Jumlah produksi semakin banyak. Jam lembur bertambah
5
Pabrik lama tutup atau mengurangi jumlah buruh.
Produksi stabil. Replikasi model kekerasan dari pabrik lama
Penundukan terhadap buruh dimulai sejak melamar kerja kemudian menandatangani perjanjian kerja. Ketika pertama kali beroperasi, mekanisme perekrutan buruh tingkat operator lebih longgar. Pabrik lebih mengutamakan keterampilan, bahkan tanpa pengalaman. Syarat pendidikan seringkali tidak diutamakan, kecuali untuk tingkat staf, mekanik dan quality control. Pola perekrutan yang relatif terbuka ini lumrah terjadi di pabrik-pabrik yang baru berdiri terutama di periode 1990-an atau di periode 2000-an di wilayah lama.
Karena perusahaan sedang membutuhkan buruh, persyaratan administratif seringkali tidak diutamakan. Seperti menjadi rahasia umum, dalam kesempatan tersebut para pelamar yang tidak memenuhi kualifikasi umur dan latar belakang pendidikan akan memalsukan dokumen. Tentu saja perusahaan mengetahui pemalsuan tersebut. Lagi-lagi, dalam periode tertentu atau hingga produksi dianggap stabil, tindakan pelamar tersebut dianggap tidak bermasalah. Di kemudian hari para buruh ‘tidak bersekolah’ tersebut akan berkenalan dengan ‘pemutihan’, ‘rasionalisasi’, ‘efisiensi’, ‘pensiun dini’ dan istilah manajerial lainnya, untuk digantikan oleh buruh yang lebih baru.
Setelah diterima kerja, para buruh menandatangani dan menyepakati klausul yang telah ditetapkan oleh perusahaan, seperti masa percobaan, hubungan kerja waktu tertentu, bersedia mematuhi serta menaati seluruh peraturan perusahaan dan perusahaan berhak menempatkan buruh sekehendak manajemen. Hal yang baru dari praktik perekrutan tenaga kerja di pabrik baru adalah dari masa training atau percobaan ke perjanjian kerja waktu tertentu per tiga bulan. Sekali lagi praktik tersebut bukan semata berkaitan dengan peraturan perundangan tapi sebagai alat pengendalian manajemen terhadap buruh baru. Dengan cara begitu, manajemen dapat memecat buruh ketika tidak diperlukan, bahkan menciptakan kondisi agar buruh tidak berserikat.
Perjanjian kerja merupakan pintu masuk penyerahan hak sebagai buruh. Sejauh pengamatan, standar umum hak buruh seperti hak berserikat dan berunding, hak menolak kerja berbahaya, jarang dicantumkan dalam klausul perjanjian kerja. Hak-hak tersebut, biasanya, akan pulih ketika buruh membangun serikat buruh dan melakukan perlawanan. Hak-hak tersebut jarang dapat dipulihkan melalui pembentukan LKS (Lembaga Kerjasama) Bipartit, seperti diusulkan BWI ILO.
Buruh menjual tenaga kemudian berkenalan dengan pembagian kerja: tingkat operator berpendidikan lebih rendah ketimbang quality control dan staf. Mereka pun memasuki kerangka waktu kerja dan mesin produksi untuk meningkatkan jumlah produksi yang berkualitas. Mereka pun ditundukkan oleh peraturan-peraturan di dalam pabrik, dengan mengabaikan standar hak buruh internasional.
Selanjutnya melalui penundukan manajerial, rasionalisasi sistemik dan fleksibilisasi, pemasok garmen internasional memeras buruh demi menciptakan keuntungan bagi pemilik merek. Manajemen menetapkan hukuman keterlambatan masuk kerja, mengharuskan jumlah target yang harus dipenuhi per jam dan hukuman pemecatan terhadap pembangkangan peraturan perusahaan. Para pemasok bergantung pada buyer dan memperantarai perampasan nilai kerja untuk mendapatkan komoditas yang dapat diperjualbelikan lebih mahal (Suwandi, 2022).
Namun, tidak sekadar mengalirkan keuntungan, model-model pemerasan nilai kerja buruh merupakan strategi pemasok memperbesar bisnisnya, memenangkan persaingan dengan pemasok lain di hadapan buyer dan mendapatkan kepercayaan baru dari pemilik merek lain. Dengan hipotesis demikian, pemasok tidak sepenuhnya tergantung kepada buyer. Para pemasok memiliki otonomi relatif untuk menentukan jenis produksi lain, mendapat buyer baru dan mengembangkan bisnis anyar. Praktik manipulasi jam kerja dan hari kerja serta praktik jam molor memperlihatkan independensi pemasok di hadapan buyer. Jika praktik tersebut terungkap tentu saja mempermalukan buyer di hadapan konsumen. Namun dengan cara demikian pula keuntungan pemasok dan buyer membengkak.
Pemasok Tidak Pernah Takut oleh Buyer
Pemasok memenuhi permintaan buyer. Pemasok mengembangkan sistem manajemen agar barang dapat diproduksi sesuai permintaan buyer. Seluruh produk dijual atas nama pemilik merek. Penjualan produk di luar kendali pemasok, kecuali kedapatan barang yang gagal. Produk gagal akan dikembalikan untuk diperbaiki. Tanpa biaya perbaikan. Jadi, kepentingan para pemilik merek adalah produk yang dibuat sesuai dengan pesanan. Sedangkan kepentingan pemasok semakin kokoh di hadapan pemilik merek dan mendapat lebih banyak pemesan. Untuk mengokohkan posisinya di hadapan buyer, perusahaan pemasok meningkatkan kontrol dan mekanisme manajemen.
Jika kontrol manajemen tersebut diketahui publik, pemilik merek dengan cepat menyalahkan pemasok dan berlindung dalam kalimat, ‘kode etik bisnis kami tidak mengizinkan’. Dengan demikian, ungkapan ‘pabrik hanya takut oleh brand’ hanya relevan ketika pemasok masih mampu menjadi perantara perampasan hak buruh.
Dengan hipotesis itu pula dapat dikatakan keberlanjutan atau pencabutan order oleh brand tidak dipengaruhi oleh protes buruh, sebagaimana diyakini serikat-serikat buruh konservatif. Ketika pemasok dianggap gagal menyediakan biaya produksi lebih murah maka buyer akan pindah ke pemasok lain. Ada atau tidak ada protes buruh. Sebaliknya, selama pemasok mampu menyediakan biaya produksi murah meskipun protes buruh relatif kuat maka buyer akan bertahan. Misalnya, buruh Panarub Industry yang sudah memiliki tradisi protes sejak 2000-an, tidak membuat Adidas angkat kaki. Sedangkan pabrik lain, yang terlihat adem-ayem, bahkan serikat buruhnya rela menerima penangguhan upah dan buruhnya 90 persen kontrak jangka pendek, tetiba mengalami pencabutan order.
Para pemasok dan brand kerap protes dengan kenaikan upah minimum. Namun, secara diam-diam menganggap kenaikan upah minimum sebagai berkah. Kini retailer-retailer internasional tidak sekadar menjadikan Indonesia sebagai tempat produksi tapi pasar bagi penjualan barang. H&M pertama kali membuka toko di Indonesia, pada 2014 (Fimela.com, 29 Maret 2014). Hanya setahun setelah kenaikan 40 persen upah minimum di Jabodetabek. Bahkan, ketika pandemi Covid-19 yang mendorong penutupan gerai-gerai produk internasional, H&M membuka toko ke-46 di Summarecon Mall Bekasi (Kompas.com, 6 November 2020). Lebih dari 46 gerai H&M tersebar di pusat-pusat perbelanjaan seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang dan Medan. Dua tahun sebelum H&M, Nike telah memiliki 21 gerai yang tersebar di Jakarta, Bali dan kota-kota besar lainnya (Kontan.co.id, 29 Maret 2012). Dengan ketersediaan toko online beserta perangkat pengirimannya, sulit memercayai peritel internasional mengalami kerugian akibat situasi krisis, yang mengganggu pasar penjualan.
Replikasi Kekerasan dan Pelecehan di Wilayah Lama dan Baru
No
Praktik Lama
Praktik baru
Tujuan utama
1
Jam molor, jam loyalitas, skorsing
Jam skorsing, jam molor, jam SS (sampai selesai)
Penambahan kerja tanpa dibayar
2
Kontrak jangka pendek di bagian inti produksi. Untuk menghindari gugatan hukum, model perpanjangan kontrak melalui fase jeda sehari, dua hari atau sebulan. Tujuannya agar tidak dikategorikan ‘terus-menerus’.
Kontrak jangka pendek di bagian inti produksi per tiga bulan jeda sehari. Kontrak lagi tiga bulan, dan seterusnya. Berdalih pabrik baru dan produk baru.
Hanya membayar upah minimum, tidak membayar THR, tidak ada uang pesangon
3
Memecat buruh dengan ancaman pidana, melanggar peraturan perusahaan, tidak disiplin dalam bekerja
Memecat buruh dengan ancaman pidana, melanggar peraturan perusahaan, tidak disiplin dalam bekerja.
Memecat tanpa pesangon atau sekehendak perusahaan
4
Mendirikan serikat buruh tandingan atau membujuk serikat buruh agar menyetujui kebijakan-kebijakan manajemen.
Mendirikan serikat pekerja mandiri atau SPTP dan menyebut serikat buruh yang berfederasi sebagai serikat buruh politik.
Menciptakan serikat buruh yang patuh pada manajemen
5
Merekrut buruh melalui ormas, tokoh masyarakat, karang taruna.
Membuka lowongan kerja level operator dengan persyaratan yang relatif longgar, misalnya menyebut memiliki keterampilan menjahit dan pengalaman tidak diutamakan.
Merekrut buruh yang patuh
6
Menyediakan fasilitas kerja (toilet, kantin, ruang ganti) sekadarnya, mengancam menutup pabrik jika buruh menuntut perbaikan kondisi kerja dan upah layak.
Menyebut upah minimum, BPJS, uang lembur sebagai fasilitas bukan hak.
Mendapatkan buruh yang patuh
7
Bentuk-bentuk kekerasan verbal dan nonverbal
Berkenalan dengan jam kerja dan target produksi.
Pengendalian buruh dan pencapaian target produksi
Kabar ‘lembur paksa tanpa dibayar’ mencuat ketika pabrik-pabrik garmen, tekstil dan sepatu sedang mengeluh kekurangan order dan kesulitan ekspor akibat krisis global. Perusahaan lainnya mengeluh sedang masa pemulihan setelah melewati masa Covid-19. Dengan alasan-alasan tersebut para pengusaha telah mengambil tindakan mengurangi jumlah buruh, meliburkan buruh dengan memotong cuti tahunan mereka dan memotong upah buruh. Kemudian para pengusaha mendesak Kemnaker (Kementerian Ketenagakerjaan) mengeluarkan peraturan untuk mengatur jam kerja fleksibel dan pemotongan upah (Arifin, 2023).
Jajaran Kemnaker segera merespons berita ‘lembur paksa tanpa dibayar’ dengan mengerahkan institusi di bawahnya. Akhirnya, diberitakan bahwa kasus tersebut diselesaikan dengan cara membayar upah lembur dan permintaan maaf.[1] Kasus pun dianggap selesai.
Namun, jika diamati, terdapat persoalan yang tidak diatasi. Menurut peraturan perundangan, lembur adalah hak buruh. Buruh dapat menolak atau menerima pelaksanaan lembur. Dalam kasus tersebut pelaksanaan lembur bersifat wajib, bahkan melalui mekanisme manipulasi jam kerja serta kekerasan dan pelecehan terhadap buruh. Pelanggaran terhadap hak lembur dapat dikenai sanksi pidana denda paling sedikit Rp5 juta hingga Rp50 juta.[2] Lebih dari itu, jam lembur menggambarkan bahwa pabrik garmen sedang kelebihan pesanan. Kasus tersebut setidaknya dapat mewakili keadaan produksi garmen secara keseluruhan. Kemnaker tampaknya mengabaikan persoalan yang menyertai kasus ‘lembur paksa tanpa dibayar’ tersebut.
Sebaliknya, pada Maret 2023, dengan alasan mencegah pemecatan akibat krisis global dan memenuhi permintaan pengusaha,[3] Kemnaker menerbitkan peraturan yang membolehkan pengusaha pabrik padat karya berorientasi ekspor memotong upah buruh hingga 25 persen. Cerdiknya, setelah peraturan pembolehan pemangkasan upah dikeluarkan, asosiasi pengusaha menyatakan tidak menjamin tidak akan terjadi pemecatan.[4]
Serikat Buruh Bapack-Bapack dan Pengorganisasian Centang Biru
Maret 2023 saya bertanya kepada sepuluh buruh perempuan di Bekasi Jawa Barat yang berusia 20 hingga 23 tahun, ‘mengapa mereka tidak aktif di kegiatan serikat buruh’. Salah satu dari mereka dengan cepat menjawab, “Itu (berserikat) adalah kegiatan bapak-bapak”. Buruh lainnya menyetujui jawaban tersebut. Di kesempatan lain, saya mewawancarai salah satu pengurus serikat buruh tingkat cabang dari sebuah federasi, yang baru saja memisahkan diri dari salah satu federasi tingkat nasional. Ia menjelaskan bahwa dirinya mengikuti pimpinannya sekarang karena mengenal baik orang tersebut.
Dua pengalaman di atas memperlihatkan makna penting mengenai serikat buruh dan pengorganisasian. Di kasus pertama, buruh generasi sekarang menyebut aktivitas serikat buruh dengan simbol ‘bapak-bapak’, yang berarti seperti kegiatan laki-laki, berusia tua dan bukan ruang anak muda seperti dirinya. Di kasus yang kedua memperlihatkan partisipasi buruh dalam serikat buruh bukan berdasarkan ikatan visi dan misi organisasi, tapi ikatan individual di organisasi. Seorang individu mengerahkan seluruh sumber dayanya dengan klaim kaderisasi. Namun, secara tidak langsung sedang menciptakan dan memperbanyak pengikut dan menjadikan dirinya sebagai pusat belajar. Model demikian mirip dengan centang biru sebuah akun media sosial.
Sekali lagi, informasi ‘lembur paksa tanpa dibayar’ viral melalui media sosial TikTok dan Instagram. Dua jenis media sosial yang lekat dengan buruh kelahiran 2000-an. Jika diingat, dalam lima tahun terakhir beberapa isu perburuhan seringkali meledak melalui dua media sosial tersebut. Media sosial menjadi salah satu alat buruh kelahiran 2000-an meluapkan kemarahan. Lalu di mana peran serikat buruh?
Serikat-serikat buruh tingkat nasional rata-rata dibentuk di kurun sebelum 2000-an. Jika kita sudah menjadi aktivis atau membangun serikat buruh di periode 2000-an, mereka, buruh yang menggunakan dua media sosial tersebut baru belajar merangkak. Masuk akal jika para buruh tersebut menyebut aktivisme serikat buruh sebagai ‘kegiatan bapack-bapack’. Istilah tersebut memperlihatkan bahwa aktivitas serikat buruh adalah kegiatan laki-laki lanjut usia, macho dan tidak terlalu menarik bagi generasi buruh sekarang.
Untuk itu di tengah gempuran fleksibilisasi dan merangseknya generasi buruh baru, saatnya memikirkan ulang bentuk serikat buruh. Agar serikat buruh tetap relevan perlawanan gerakan buruh makin meluas. Barangkali kembali menarik untuk mendiskusikan dua tipe aktivitas serikat buruh. Dua tipe berikut ini saya rangkum dari beberapa modul serikat buruh.[]
SERIKAT BURUH PELAYANAN
SERIKAT BURUH PENGORGANISASIAN
• Serikat buruh dipandang sebagai pihak luar, pihak ketiga. Tidak jarang serikat buruh dibentuk oleh manajemen untuk memenuhi kode etik bisnis.
• Para buruh menggalang kekuatan untuk membentuk serikat buruh di tempat kerja maupun di luar tempat kerja.
• Individu-individu ‘hebat’ di serikat buruh mengorbankan sumber dayanya untuk merekrut dan mendidik basis baru dan mengatakan: “Ini-lah hasil kader saya,” “Ini-lah hasil didikan saya”.
• Setiap orang di serikat buruh memiliki tugas untuk mengajak buruh yang belum berserikat. Mereka pun saling berbagi sumber daya untuk menguatkan serikat buruh.
• Serikat buruh adalah kegiatan para pekerja atau karyawan, yang hanya membicarakan masalah-masalah hukum ketenagakerjaan.
• Serikat buruh adalah wadah belajar bagi kelas buruh. Masalah buruh tidak terbatas pada hukum ketenagakerjaan. Serikat buruh memperbanyak jaringan untuk menambah kekuatan dan dukungan.
• Pengurus serikat buruh menggurui anggota bahwa para pengurus akan memecahkan masalah buruh.
• Para buruh menggali dan meneliti persoalan kerja untuk dipecahkan bersama
• Memercayakan atau meminta pendapat manajemen untuk memilih pengurus.
• Pengurus serikat buruh dipilih oleh buruh
• Tujuan serikat buruh agar lebih harmonis dengan manajemen
• Tujuan serikat buruh agar anggota memiliki kekuatan untuk melindungi dan meningkatkan hak buruh
• Pengurus serikat buruh menjual jasa pelayanan dan asuransi perlindungan. Para anggota harus patuh membayar iuran.
• Pengurus serikat buruh menyelenggarakan pendidikan dan pengorganisasian dan mendorong para anggota menemukan jalan keluar dari masalah yang mereka hadapi. Iuran diperlukan demi menjalankan program-program serikat buruh.
• Pengurus marah karena anggota membuat kegiatan pendidikan mandiri dan menganggapnya sebagai gangguan terhadap organisasi
• Pengurus mendorong agar anggota menyelenggarakan kegiatan secara mandiri
• Buruh otomatis menjadi anggota dan tiba-tiba disodorkan form penarikan iuran
• Buruh diajak berorganisasi, dilibatkan dalam pendidikan.
• Mempercayakan sepenuhnya kepada pengurus serikat buruh untuk merekrut (menjaring anggota).
• Serikat membentuk divisi pengorganisasian; buruh didorong mengembangkan dan menguatkan anggota melalui pengorganisasian dan pendidikan.
• Kegiatan pertemuan harus dilaksanakan dengan formal dari surat menyurat, tempat hingga materi pertemuan.
• Pertemuan diadakan formal dan informal, serius tapi santai. Tempat pertemuan kadang di rumah anggota atau tempat-tempat yang dapat melibatkan anggota lebih banyak.
• Tujuan serikat buruh hanya merekrut, menambah anggota dan memastikan iuran berjalan.
• Perekrutan adalah bagian dari pengorganisasian untuk memperbanyak barisan perlawanan.
• Hasil yang dicapai berjangka pendek.
• Hasil-hasil diperoleh melalui upaya yang tiada henti.
• Para buruh menyalahkan serikat buruh ketika para pengurus dianggap gagal. Sedangkan para pengurus menyalahkan anggota yang tidak kompak. Ketika memenangkan perjuangan, para pengurus mengaku sebagai jerih payah pengurus.
• Pengurus dan anggota bersama-sama memutuskan dan memecahkan masalah. Kekalahan dan kemenangan adalah hasil kerja bersama, bahkan selalu menghargai kemenangan kecil.
• Para pengurus marah kepada para anggota yang tidak menghadiri rapat atau tidak berpartisipasi. Mereka marah karena anggota mengkritik, ‘Jangan hanya mengkritik tapi berikan solusi’, ‘Patuhi instruksi kami’.
• Para pengurus berusaha menciptakan metode agar para anggota dapat terlibat dalam kegiatan serikat buruh. Para pengurus mendengarkan kritik dari para anggota. Para pengurus mengatakan, ‘Apa saran dari anggota?’.
• Para anggota mengeluh, mereka membayar iuran dan serikat buruh tidak melakukan apa-apa.
• Para anggota memihak kepada serikat buruh dan memberi sumbangan (kontribusi) pada kegiatan. Serangan terhadap serikat buruh dipandang sebagai serangan terhadap diri mereka.
• Para pengurus mengatakan, ‘Kami mengadvokasi anggota, siapa yang mengadvokasi kami’
• Kita sama-sama berjuang
• Setiap manajemen bertindak, para pengurus bereaksi dan menyelamatkan diri bahkan memarahi anggotanya yang telah membuat manajemen marah.
• Serikat buruh memiliki agendanya sendiri: anggota terlibat dan menghindari campur tangan manajemen.
• Para pengurus mengatakan, “Anggota tidak perlu dilibatkan karena mereka cape bekerja. Biar kami yang menyelesaikan.”
• Ini adalah serikat buruh kita, ayo kita berjuang.
• Pengurus mengatakan, “Perempuan tidak perlu jadi pengurus. Karena akal mereka lemah dan terlalu sibuk”.
• Perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama untuk membangun serikat buruh.
• Manajemen memiliki hak. Tugas pengurus adalah memastikan bahwa manajemen tidak melanggar hak normatif
• Buruh dan serikat buruh memiliki hak berunding dan mogok. Serikat buruh berjuang agar hak buruh melampaui hak normatif.
[2] UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 78 ayat (1) dan pasal 188 juncto UU Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023 dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 pasal 28.
Di Kota Semarang, terdapat beberapa perusahaan yang memproduksi berbagai furnitur berbahan dasar olahan kayu. Hasil produksinya dipasarkan ke berbagai kota di Indonesia, bahkan untuk ekspor ke luar negeri. Produk yang dihasilkan berupa meja, kursi, lemari dengan desain yang tampak mewah, baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun perkantoran. Namun, dibalik kemegahan produk furnitur yang memanjakan mata […]
Begitu banyak petani yang datang dari daerah, mengorbankan biaya dan tenaga sekeluarga demi perjuangan di ibukota. Entah kenapa harus di ibukota. Begitu sedikit dari mereka berorasi dari atas mobil komando, tahta bergerak para raja dan brahmana khas gerakan Nusantara. Dihantam hujan deras dan terik cahaya, datang dari ribuan kilometer jauhnya, hanya untuk berbaris dan duduk […]
Proses penangkapan ikan di Kepulauan Aru dilakukan oleh nelayan tradisional, nelayan lokal, dan kapal-kapal penangkap ikan industrial. Hulu dari proses produksi perikanan di Kepulauan Aru adalah kapal-kapal nelayan tradisional dengan mesin speed yang memiliki kemampuan berlayar lebih dari 12 mil, bahkan hingga mencapai batas negara Indonesia–Australia. Nelayan-nelayan ini beroperasi selama satu hari dan hasil tangkapan […]