Tulisan ini akan mendiskusikan siasat-siasat pemilik modal merespons kebijakan upah minimum pasca-Soeharto, periode yang disebut Reformasi. Di masa Reformasi perwakilan serikat buruh dilibatkan untuk merumuskan peraturan perundangan dan merumuskan kebijakan pengupahan. Lima belas tahun lalu, kenaikan upah selalu diperhadapkan dengan pungutan liar dan infrastruktur yang buruk. Kini jalan tol diperluas, perizinan usaha dipermudah, tapi kenaikan upah apalagi ditambah demosntrasi dikecam; ‘buruh tidak tahu diri’ dan membuat iklim investasi tidak kondusif.
Studi-studi upah minimum umumnya memerhatikan dampak kenaikan upah minimum terhadap kelangsungan usaha dan penyerapan tenaga kerja (Rama, 2001; Priyono, 2002; Suharyadi, dkk, 2002, Papanek, 2015). Hal tersebut berangkat dari asumsi: sebagai kebijakan, upah minimum akan selalu dipatuhi pengusaha. Keyakinan yang melatari asumsi tersebut: intervensi negara dalam penetapan upah minimum, merusak mekanisme pasar. Pasar tenaga kerja menjadi kaku dan perusahaan sulit berinovasi dengan bebas.
Laporan-laporan resmi mengenai ketidakpatuhan terhadap hukum ketenagakerjaan tidak sulit ditemui (Pusdatinaker, 2017; Better Work Indonesia, 2017). Media massa tidak sedikit mengabarkan mengenai pelanggaran pembayaran upah minimum buruh yang memicu demonstrasi atau pemogokan buruh di tempat kerja. Munculnya Upah Wilayah di Sumedang, Upah Padat Karya di Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bogor, Kota Depok dan Kota Bekasi serta Upah Perdesaan di Bojonegoro menandai kecenderungan lain untuk tidak melaksanakan ketetapan upah minimum sesuai aturan.i
Rupa-rupa nama ‘upah minimum’ dengan nilai lebih rendah dari ketetapan upah minimum, keluar setelah Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (PP 78). Peraturan yang didakupemerintahdan pengusaha memberikankepastian hukumdan adil bagi semua pihak. Beragam upah minimum tersebut memperlihatkan bahwa kebijakan publik tidak murni rasional; terdapat kekuatan struktural modal untuk memengaruhi dan mengubah kebijakan publik.iiBagaimana para pemilik modal menyiasati upah minimum agar sesuai dengan kepentingan dasar akumulasi modal tanpa melanggar hukum?
Dinamika Kebijakan Upah Minimum Pasca-Soeharto
Upah minimum merupakan satu dari kebijakan pengupahan. Kebijakan pengupahan meliputi seluruh jenis-jenis upah, seperti upah lembur, pajak pengupahan dan lain-lain. Upah minimum hanyalah batas bawah untuk membayar upah buruh, tapi uniknya, ia dijadikan dasar perhitungan bagi jenis pengupahan lainnya, seperti upah lembur dan perhitungan kompensasi pengakhiran hubungan kerja.
Konsep dasar upah minimum diperkenalkan pada 1956.iiiKebijakan pengupahan dikeluarkan pada 1980, sementara peraturan teknisnya dikeluarkan pada 1989. Hal yang melatari dikeluarkannya peraturan pengupahan adalah pasar Indonesia menjadi bagian dari pemasok pasar globaldengan membuka kawasan berikat dan kawasan industri.
Proses penetapan upah minimum menyangkut lima hal, yaitu: institusi perumus dan perekomendasi, lembaga yang berwenang menetapkan upah minimum, dasar perhitungan upah minimum, dan jangka waktu kenaikan.
Dua tahun setelah Soeharto runtuh, terdapat beberapa hal yang berubah dalam kebijakan upah minimum. Di antaranya, perubahan Upah Minimum Regional (UMR), UMR Tingkat I dan UMR Tingkat II, menjadi Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Kota (UMK) dan Upah Minimum Kabupaten (UMK).
Perubahan lainnya adalah masa peninjauan upah minimum. Sejak 2000, kenaikan upah minimum ditetapkan setahun sekali oleh pemerintah daerah. Sebelumnya, kenaikan upah minimum ditetapkan dua tahun sekali oleh pemerintah pusat.
Di masa Soeharto, perwakilan pemerintah mendominasi dewan pengupahan,sementara serikat buruh hanya diwakili SPSI dan pengusaha diwakili Apindo. Setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, institusi perumus upah minimum berganti; dari Dewan Penelitian Pengupahan Nasional/Daerah (DPPN/DPPD) menjadi Dewan Pengupahan Nasional (Depenas), Dewan Pengupahan Kota (Depeko) dan Dewan Pengupahan Kabupaten (Depekab). Komposisi keterwakilan pemerintah, serikat buruh dan pengusaha menjadi berimbang. Begitu pula fungsi survei harga melibatkan semua unsur di dewan pengupahan, yang tadinya hanya dilakukan oleh pemerintah.
Perubahan terjadi pula pada jumlah dan nama komponen dari 43 kebutuhan hidup minimum (KHM) menjadi 46 komponen kebutuhan hidup layak (KHL), kemudian menjadi 60 komponen pada 2013. Namun, jumlah kalori yang menjadi acuan kebutuhan buruh tidak berubah, yaitu 3000 kalori. Jumlah kalori tersebut dirumuskan berdasarkan kebutuhan buruh lajang pada 1995. Artinya, penambahan komponen kebutuhan hanya terjadi pada aspek fisik yang tidak berkaitan dengan asupan gizi buruh atau pun jumlah keluarga tanggungan buruh. Dapat pula diartikan bahwa sejumlah komponen dan jenis item yang tersedia mengondisikan buruh agar tetap membeli barang-barang yang diproduksi oleh pasar.
Hal lain yang tidak berubah sejak 1980 adalah prinsip dasar pengupahan; no work no pay, pelanggaran upah minimum sebagai tindak pidana kejahatan, dan kesempatan kepada pengusaha menangguhkan upah minimum.
Tabel I
Istilah dan Lembaga Penetap Upah Minimum Selama dan Pasca-Soeharto
Proses
Masa Soeharto
Pasca-Soeharto
Penetapan upah minimum
Dua tahun sekali
Setahun sekali
Istilah
UMR, UMR Tingkat I dan Tingkat II, Dewan Penelitian Pengupahan Nasional/Daerah (DPPN/D)
UMP dan UMK (Kota dan Kabupaten), Dewan Pengupahan Nasional/Provinsi/Kota/Kabupaten (Depenas/Depeprov/Depeko/Depekab)
Aktor di dewan pengupahan
Jumlah terbanyak dari perwakilan pemerintah dari berbagai departemen, perwakilan buruh hanya SPSI dan perwakilan pengusaha hanya Apindo
Perwakilan berimbang 2:1:1 ditambah pakar dari perguruan tinggi.
Jumlah kebutuhan
Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) dengan 48 Komponen dan jenis kebutuhan dengan 2500 kalori. Berlaku dari 1989-1995
Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Jumlah 43 komponen dan jenis kebutuhan dengan 3000 kalori. Berlaku dari 1996-2005
Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) 43 komponen dan jenis kebutuhan dengan 3000 kalori. Berlaku dari 1996-2005
Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan 46 komponen dan jenis kebutuhan dengan 3000 kalori. Berlaku dari 2006-2013.
Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan 60 komponen dan jenis kebutuhan dengan 3000 kalori. 2013-sekarang.
Proses perumusan upah minimum
Tidak transparan
Dapat diketahui oleh pengurus dan anggota serikat buruh
Diolah dari berbagai sumber.
Pada 2013 dan 2015 terjadi lagi perubahan drastis dalam kebijakan upah minimum, yaitu dihilangkannya besaran kenaikan upah sektoral, keharusan negosiasi sektoral untuk merumuskan upah sektoral, dan kenaikan upah minimum berdasarkan formula yang disediakan oleh pemerintah pusat. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan sistem pengupahan di Indonesia dibuat makin fleksibel. Sayangnya, argumen utama serikat-serikat buruh menolak PP 78 hanya menggugat kesempatan bernegosiasi di dewan pengupahan, jumlah komponen yang menjadi dasar perhitungan dan perbedaan upah di berbagai daerah. Serikat buruh hanya mempersoalkan sistem upah minimum, bukan kebijakan pengupahan. Bahkan, ada serikat buruh yang hanya khawatir tidak ada upah sektoral dalam PP 78.
Upah minimum berlaku bagi buruh dengan masa kerja di bawah satu tahun. Bagi buruh dengan masa kerja di atas satu tahun, peraturan perundangan memberikan indikasi kemungkinan kenaikan upah di atas upah minimum. Namun hal itu sepenuhnya bergantung pada kemampuan berunding antara buruh atau perwakilan buruh dengan pengusaha. Terkadang bergantung pula pada karakter khusus pengelola perusahaan. Karena dua kemungkinan tersebut sangat kecil, apalagi dengan semakin lazimnya hubungan kerja kontrak, kebanyakan buruh bergantung pada kenaikan besaran upah minimum.
Dalam konteks tersebutlah setiap menjelang kenaikan upah minimum akan selalu menjadi tema diskusi bahkan demonstrasi serikat buruh. Demonstrasi menjadi satu-satunya pilihan ketika usulan serikat buruh tidak diakomodasi di dewan pengupahan dan negosiasi di tingkat pabrik tidak mudah. Hal ini berbeda dengan peluang yang diberikan kepada pemilik modal. Setelah upah ditetapkan, pemilik modal masih diberikan kesempatan untuk menangguhkan ketetapan upah minimum. Bahkan, peraturan pelaksana penangguhan upah dikeluarkan lebih awal ketimbang perubahan komponen dasar perhitungan upah.
Berikut ini akan diperlihatkan beberapa upaya pemilik modal menyiasati upah minimum.
1. Tanpa perjanjian kerja, yang penting bekerja. Hubungan kerja tanpa status yang jelasmerupakanmetode yang lumrah ditempuh untuk membayar murah buruh. Hubungan kerja yang tidak jelas membuat pengelola perusahaan memiliki kekuasaan penuh dalam mengontrol buruh. Frase ‘Asal masih bekerja dan di luar banyak yang menganggur’ merupakan selubung eksploitasi yang cukup ampuh menekan buruh. Ketakutan buruh yang dirasakan bertahun-tahun, kemudian menjadi siklus kehidupan harian. Akhirnya, hampir seluruh bahasa, istilah, bahkan cara berpikir pun persis seperti pengusaha.
2. Membayar upah di bawah upah minimum. Cara ini tampaknya terlalu berisiko, karena melanggar kebijakan upah minimum memiliki konsekuensi hukum. Namun mengingat ketaktersediaan pengadilan pidana perburuhan, sekaligus pengawas ketenagakerjaan yang lemah, metode mengindari pembayaran upah minimum masih sering dilakukan.
Survei Gajimu.com kepada 947 responden di tujuh provinsi menemukan bahwa sebanyak 20 persen para buruh di berbagai sektor menerima upah di bawah upah minimum. Data Kemnaker menyebutkan,pada 2012 pelanggaranupah minimum mencapai 1636 kasus. Pelanggaran terbanyak terjadi di Jawa Barat sebanyak 377 perusahaan, Jawa Timur sebanyak 253 perusahaan dan Jawa Tengah 148 perusahaan. Angka pelanggaran upah minimum melonjak menjadi 3.501 perusahaan pada 2017. Dengan pelanggar terbanyak ada di Jakarta (388 perusahaan), Jawa Tengah (379 perusahaan), Maluku (348 perusahaan), Sulawesi Tengah (223 perusahaan) dan Jawa Barat (202 perusahaan).
Meski kasus pelanggaran upah minimum tidak sedikit, hanya beberapa kasus saja yang diproses di pengadilan. Di antaranya adalah kasus pemenjaraan pengusaha asal Surabaya Jawa Timur, yang dijatuhi hukuman penjara setahun dan denda Rp 100 juta.
3. Upah minimum sebagai upah maksimum. Metode ini dilakukan dengan cara mengaburkan istilah hubungan kerja dengan cara pembayaran dan perhitungan upah. Misalnya, hubungan kerja tetap dengan cara perhitungan upah borongan atau harian. Model pembayaran upah ini biasanya digabungkan pula dengan metode pemborongan pekerjaan ke pihak ketiga. Misalnya, model pembayaran upah buruh rumahan. Pemilik modal mengatur agar cara pembayaran upah didasarkan pada perhitungan harian atau borongan.
4. Mempertahankan masa kerja buruh terus menerus setahun. Jika poin 3 mengotak-atik cara pembayaran upah, di bagian ini adalah mengotak-atik masa kerja agar tetap di bawah setahun. Model hubungan kerja untuk waktu tertentu alias buruh kontrak yang terus menerus adalah contoh populer bahwa masa kerja buruh kurang dari setahun. Dalam hal ini hubungan kerja yang fleksibel memberikan manfaat besar bagi pemilik modal untuk mengatur pembayaran sekadar upah minimum.
Hubungan kerja fleksibel seperti kerja kontrak dan outsourcing tidak hanya bermakna hilangnya kepastian kerja dan ketersediaan cadangan buruh di penyedia jasa tenaga kerja, juga menjadi jaminan bahwa masa kerja buruh dapat diatur sesuka pemilik modal.
Sejak dilegitimasi pada kurun 1980-an, upah buruh fleksibel (kontrak dan outsourcing) selalu lebih rendah dari buruh tetap.ivPada 2006, jumlah buruh kontrak dan outsourcing semakin menyebar di berbagai sektor industri. Sebuah penelitian menemukan bahwa upah pokok buruh kontrak dan outsourcing jauh lebih rendah dari buruh tetap. Masing-masing sebesar 14 persen dan 17,45 persen.v
Dengan tujuan mempertahankan masa kerja di bawah setahun, pertanyaan ‘apakah buruh dipekerjakan dalam inti atau penunjang produksi’ atau ‘apakah jenis pekerjaannya bersifat terus menerus atau sementara’, merupakan diskusi yang tidak terlalu bermanfaat. Karena tujuan utama lahirnya kebijakan pasar kerja fleksibel adalah menyediakan legimitasi bagi terlaksananya kerangka kebijakan yang sesuai dengan watak dasar pemodal, yaitu akumulasi keuntungan.
5. Menangguhkan upah minimum. Cara yang relatif lunak adalah mengajukan penangguhan upah minimum. Dikatakan lunak karena cara ini mendapatkan legitimasi peraturan perundangan.
Contoh populer penangguhan upah terjadi pada 2013, ketika kenaikan upah minimum mencapai 40 persen di sekitar Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi. Para pengusaha mengajukan penangguhan upah minimum secara kolektif. Dari periode ini, ada peran kelompok pengusaha garmen Korea yang tergabung dalam KOGA (Korean Garment Manufacturer) untuk menekan kenaikan upah minimum. Di periode ini, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengeluarkan Surat Edaran Nomor 248 kepada 33 Gubernur di seluruh Indonesia agar mempermudah prosespengajuan penangguhan upahminimum. Dalam kasus penangguhan tersebut, sejumlah syarat pengajuan penangguhan upah dilanggar.
Di DKI Jakarta dan Jawa Barat persetujuan penangguhan oleh Gubernur mendapat protes dari serikat buruh. Serikat-serikat buruh melakukan serangkaian demontrasi dan menggugat penangguhan upah minimum ke pengadilan. Hasilnya, kebijakan penangguhan upah batal demi hukum, karena cacat prosedur.
Penangguhan upah merupakan keistimewaan bagi pemilik modal karena dalam proses penetapan upah minimum, aspek ketidakmampuan perusahaan merupakan salah satu faktor pertimbangan untuk merumuskan rekomendasi angka upah minimum.
Tabel III
Jumlah Penangguhan Upah di Jawa Barat dari 2000-2017
Tahun
Jumlah Penangguhan
Jenis Usaha
Kota/Kabupaten Terbanyak
2017
43 Perusahaan
Tekstil dan produk tekstil
51 Kabupaten Bogor, 13 Kabupaten Purwakarta
2016
101 Perusahaan
–
Karawang, Kota Bekasi, Kabupaten Bogor
2015
174 Perusahaan
–
–
2014
166 Perusahaan
Tekstil dan produk tekstil
72 Perusahaan di Kabupaten Bogor, 33 perusahaan di Karawang, 26 di Kabupaten Kabupaten, 20 perusahaan di Kota Bekasi
2013
257 Perusahaan
2012
29 Perusahaan
Tekstil dan produk tekstil
2011
60 Perusahaan
2010
50 Perusahaan
20 Kabupaten Sukabumi
Peraturan penangguhan upah memberikan keleluasan penuh bagi pemilik modal untuk menangguhkan upah tak terbatas. Perusahaan dapat menangguhkan upah berkali-kali jangka waktu bertahun-tahun. Di Tangerang Banten misalnya, terdapat perusahaan yang mengajukan penangguhan upah dari 2007 hingga 2015.viSementara di Bogor Jawa Barat terdapat perusahaan yang mengajukan penangguhan selama tiga tahun berturut-turut sembari membuka pabrik-pabrik baru di tempat yang upahnya lebih rendah. Sebelum keluar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 72 Tahun 2015 mengenai upah tertangguh alias kewajiban membayar upah setelah masa penangguhan berakhir, pasal penangguhan upah menjadi alat legitimasi untuk membayar upah di bawah upah minimum pada tahun berjalan.
6. Menggugat penetapan upah minimum ke pengadilan. Setidaknya terdapat empat kasus yang menonjol terkait gugatan ketetapan upah minimum. Pertama, terjadi pada 2001 di DKI Jakarta. Apindo menggugat ketetapan upah minimum 2002 ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. PTUN memenangkan gugatan Apindo. Para buruh di DKI Jakarta merespons gugatan Apindo dan putusan PTUN dengan berdemonstrasi. Hasilnya, putusan PTUN dicabut dan upah yang berlaku sesuai dengan hasil rekomendasi Komisi Pengupahan Dewan Pengupahan Daerah.
Kedua, pada Maret 2006 Apindo Jawa Timur menolak dan menggugat revisi Upah Minimum Kabupaten/Kota Jatim ke PTUN. Namun, majelis hakim menolak gugatan tersebut.
Ketiga, gugatan upah minimum terjadi di Kabupaten Bekasi. Apindo menggugat Surat Keputusan upah minimum Kabupaten Bekasi tahun 2012 ke PTUN. PTUN memenangkan gugatan Apindo. Para buruh berdemonstrasi dan memblokade jalan tol Jakarta Cikampek hingga tiga kali. Hasilnya, putusan PTUN dicabut dan upah yang berlaku sesuai dengan SK Gubernur.
Keempat, kasus gugatan Apindo Sumatera Utara atas Surat Ketetapan UMK Deli Serdang dan Medan pada Januari 2017. Apindo menilai besaran kenaikan upah minimum di dua kota tersebut menyalahi PP 78. Selama persidangan berlangsung, serikat buruh melakukan demonstrasi di pengadilan.Pengadilan menolak gugatan Apindo, pada 2017.
7. Mendorong diterbitkannya jenis upah lain dengan nilai lebih rendah dari upah minimum. Upah padat karya di Kabupaten Purwakarta, Kota Bekasi, Kota Depok dan Kabupaten Bogor di Jawa Barat, Upah Wilayah di Sumedang Jawa Barat, Upah Rumah Sakit di Kabupaten Bekasi, dan Upah Umum Perdesaan di Bojonegoro Jawa Timur, merupakan jenis-jenis upah dengan nilai lebih rendah dari upah minimum yang mendapatkan legitimasi dari pemerintah daerah.
Tabel IV
Upah Minimum dan Jenis Upah di Bawah UMK di Jawa Barat 2016 – 2017
Kota/Kabupaten
Sektor
2016
2017
Upah padat karya
Upah minimum
Upah padat karya
Upah minimum
Sumedang
Bagi perusahaan yang berlokasi di Kabupaten Sumedang Wilayah Timur di luar Kecamatan Jatinangor, Kecamatan Cimanggung Kecamatan Pamulihan, dan Kecamatan Tanjung Sari
Rp 1.443.925
Rp 2.275.715
Kabupaten Bogor
Garmen, Tekstil, dan Pengolahan Kulit
Rp 2.590.000
Rp 2.960.325
Rp 2.810.150
Rp 3.204.551,81
Kota Depok
Garmen, Usaha Kecil, dan Koperasi
Rp 2.700.000
Rp 3.046.180
Rp 2.930.000.
Rp 3.297.489,00
Purwakarta
Garmen, Boneka, Topi, Kulit dan Alas Kaki
Rp 2.352.650
Rp 2.927.990
Rp 2.546.744
Rp 3.169.549
Kabupaten Bekasi
Sektor I (Rumah Sakit/Klinik)
Rp2.754.050 000
Rp 3.261.375
Kota Bekasi
Pakaian Jadi/Garmen
–
–
Rp 3.100.000
Rp 3.601.650
Sumber: Syarif Arifin, Upah Padat Karya: Pemasok Menang, Buyer Senang. Tersedia: https://majalahsedane.org/upah-padat-karya-pemasok-menang-buyer-senang/, diakses pada 23 Januari 2018
Per 2015, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro mengeluarkanPeraturan Gubernur tentang Upah Umum Pedesaan (UUP)dengan nilai Rp 1.005.000 per bulan. Nilai upah tersebut berlaku selama lima tahun mulai 2015. Upah tersebut berlaku di tujuh belas kecamatan. Dengan demikian di Bojonegoro terdapat dua upah minimum yaitu Upah Minimum Kabupaten dan Upah Umum Perdesaan.
Tabel V
Upah Minimum Kabupaten Bojonegoro dan Upah Umum Perdesaan
Tahun
UMK
UUP
2016
Rp 1.462.000
Rp 1.005.000
2017
Rp 1.580.000
Rp 1.005.000
2018
Rp 1.720.000
Rp 1.005.000
Keterangan:
UUP berlaku di Kecamatan Kepohbaru, Kecamatan Kedungadem, Kecamatan Trucuk, Kecamatan Dander, Kecamatan Sugihwaras, Kecamatan Temayang, Kecamatan Bubulan, Kecamatan Malo, Kecamatan Ngraho, Kecamatan Tambakrejo, Kecamatan Ngambon, Kecamatan Sekar, Kecamatan Kasiman, Kecamatan Kedewan, Kecamatan Kanor, Kecamatan Gondang, Kecamatan Sukosewu.
Sumber:
1. Angka UMK dan UUP diolah dari berbagai sumber
2. Keterangan wilayah terdapat dalam Peraturan Bupati Bojonegoro
Nomor 14 Tahun 2015 tentang Besaran dan Wilayah Pemberlakuan Upah
Umum Perdesaan Industri Padat Karya Tertentu di Kabupaten
Bojonegoro Tahun 2015
8. Memburu upah minimum yang lebih rendah di wilayah lain.Relokasi maupun pembukaan pabrik baru di wilayah-wilayah yang memiliki upah minimum lebih rendah difasilitasi oleh negara. Negara menyediakan infrastruktur dan mempermudah perizinan. Tiap kepala daerah berlomba mengundang investor dengan menyediakan peraturan hukum yang menyediakan upah murah.
Di KBN Cakung, selama tiga tahun terakhir jumlah pabrik berkurang drastis dari 200 perusahaan menjadi 30 perusahaan. Beberapa perusahaan pindah ke Kabupaten Sukabumi, Cianjur dan ke Jawa Tengah. Sementara itu perusahaan-perusahaan dari kawasan industri lama di Kabupaten Bogor Jawa Barat, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang, membuka produksi baru di Jawa Tengah serta di Majalengka, Subang, Sukabumi, Cianjur Jawa Barat.
9. Menghindari upah minimum sektoral. Pada Desember 2017,Apindo mengeluarkan surat edaran (SE) yang ditujukan kepada seluruh pengurusnya yang duduk di dewan pengupahan. Dengan berubah menjadi sosok yang taat hukum, SE tersebut menyebutkan bahwa upah minimum sektoral yang disebutkan dalam peraturan perundangan tidak bersifat wajib dan hanya bisa dinegosiasikan antara asosiasi pengusaha sektoral dan serikat buruh yang bersifat sektoral, serta perlu adanya kajian mengenai sektor unggulan.vii Munculnya SE tersebut praktis membuat para pengurus serikat buruh yang selalu menikmati upah minimum sektoral, kesulitan berunding.
Sebenarnya, siasat menghindari upah sektoral sudah terjadi sejak 2015 dengan variasi yang berbeda. Di DKI Jakarta upah minimum sektoral untuk beberapa jenis usaha dihilangkan, sementara upah minimum sektor alas kaki di Kota dan Kabupaten Tangerang nilainya turun.viii Di Kota dan Kabupaten Bekasi perubahan upah minimum sektoral kembali ke upah minimum terjadi sejak 2013, dengan cara mengubah surat izin usaha perdagangan dan tanda daftar perusahaan (SIUP TDP).
1o. Pengetatan disiplin kerja. Secara sederhana, metode disiplin kerja merupakan bekerja dengan efektif dan efisien. Dengan waktu yang pendek, buruh dipaksa menghasilkan barang dan jasa berkualitas sebanyak-banyaknya. Bahasa yang sering dipergunakan pemilik modal maupun pejabat negara di media massa adalah, jika upah minimum naik, produktivitas buruh mesti naik.
Pengetatan disiplin kerja seringkali disertai dengan peningkatan mekanisme hukuman dan pengawasan yang ketat. Misalnya, jika buruh telat masuk ruang kerja beberapa menit akan dikenai sanksi surat peringatan atau pemotongan upah. Dalam beberapa kasus, mekanisme hukuman seringkali tertulis menjadi peraturan perusahaan atau dicantumkan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Namun jika buruh mencapai hasil sesuai target buruh belum tentu mereka mendapatkan penghargaan.Dengan meningkatkan disiplin kerja, sebenarnya pemilik modal tidak kehilangan apapun dari kenaikan upah minimum.
Diskusi Lanjutan tentang Upah Minimum
Klaim beberapa studi bahwa kenaikan upah minimum memperlebar kesenjangan pendapatan buruh formal dan informal atau buruh kerah putih dan kerah biru, barangkali memperlihatkan keadaan sebenarnya. Namun menyimpulkan bahwa kebijakan upah minimum dan kenaikannya menjadikan pasar kaku dan mempersempit kesempatan kerja memerlukan penyelidikan lebih jauh.
Tinjauan praktik tentang kebijakan upah minimum memperlihatkan bahwa para investor tidak berbaik hati menciptakan lapangan pekerjaan, apalagi berbagai keuntungan. Sejak 1967, kebijakan kemudahan investasi telah dikeluarkan. Hasilnya, sumber-sumber mata pencaharian penduduk terus berkurang, kesempatan kerja terbatas, pemecatan telah menjadi informasi harian, dan modal semakin tidak terkendali.
Tulisan ini tidak memperlihatkan perbandingan upah nominal dan upah riil pasca-Soeharto. Riset-riset mengenai perbandingan upah dengan kemampuan daya beli buruh sudah berlangsung sejak 1991 (Thamrin, 1994; Pola Konsumsi Buruh, 1996; ; ACILS dan FSPSI Reformasi, 2000; Tjandraningsih dan Herawati, 2009). Hasilnya tidak jauh berbeda: upah minimum hanya mampu menopang 62,4 persen pengeluaran riil buruh atau sekadar cukup menutupi kebutuhan layak selama dua minggu.
Namun spekulasi dapat diajukan. Dengan mempertimbangkan model perumusan upah minimum dan tingkat komodifikasi barang dan jasa, memperlihatkan semakin memburuknya daya beli buruh. Contoh harian dari kondisi yang menekan daya beli buruh dan keluarganya adalah kenaikan tetap harga barang dan jasa disertai dengan pertambahan jumlah barang dan jasa yang harus dipertukarkan dengan uang. Survei Badan Pusat Statistik (2015) di 38 kota dan kabupaten Indonesia menyebutkan bahwa rata-rata biaya hidup sebesar Rp 5.580.037 per bulan. Biaya tertinggi ada di Jakarta Rp 7.500.726 per bulan dan terendah di Banyuwangi Rp 3.079.786.
Di kalangan serikat buruh terdapat diskusi mengenai ‘batasan upah secara nasional’ untuk mencegah relokasi, pentingnya dasar pengupahan yang mempertimbangkan kebutuhan dasar buruh, dan jumlah jam kerja yang sama untuk memproduksi barang dan jasa. Di antara problem yang perlu didiskusikan bersama adalah; bagaimana mengonversi sejumlah kebutuhan yang tidak dapat diuangkan dan bagaimana hal yang sama dapat diutarakan oleh negara Asia lainnya.
Dari beberapa strategi pemodal di atas, terdapat gambaran umum mengenai beragam upaya di berbagai level untuk merampas kembali uang yang telah dikeluarkan kepada buruh. Para pemodal dapat keluar dari norma yang telah ditetapkan dengan menggunakan berbagai celah yang tersedia: klausul hukum yang multitafsir maupun lemahnya penegakan hukum. Pertarungan keras dari upaya-upaya tersebut terjadi di tingkat yang paling rendah, yaitu pabrik atau perkantoran. Dalam konteks tersebutlah penguatan dan pemerataan kapasitas anggota serikat buruh perlu terus menerus dilakukan.
Editor: Alfian Al-Ayyubi Pelu _________________
Catatan Kaki
i Pada 1 Februari 2018 Federasi Serikat Buruh Garmen dan Tekstil memenangkan gugatan upah padat karya di Kabupaten Bogor. Per 6 Februari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memenangkan gugatan upah padat karya di Kabupaten Bogor, Kabupaten Purwakarta dan Kota Bekasi dengan keputusan yang sama. Upah padat karya di Kota Depok tidak digugat dan masih berlaku.
iiMenurut Direktur Pengupahan Kemnaker, Adriani, munculnya UPK karena desakan dari para pengusaha Korea Selatan. Para pengusaha Korea datang berkali-kali ke Kemnaker meminta upah khusus padat karya. (Informasi disampaikan dalam Workshop Upah Padat Karya dan Respons Serikat Buruh, dilaksanakan oleh Asia Floor Wage Alliance (AFWA) Indonesia, 23 Januari 2018 di Jakarta).
iii Konsep KFM dirumuskan pada era 1956 dengan melibatkan ahli gizi. Konsep tersebut memperkenalkan perhitungan upah minimum yang dikaitkan dengan kebutuhan dasar buruh dan jumlah kalori untuk buruh lajang dan berkeluarga. Untuk buruh lajang sebanyak 2600 kalori, untuk buruh dengan istri (K-0) 4.800 kalori/hari, untuk buruh dengan istri dan satu anak (K-1) 6700 kalori/hari, untuk buruh dengan istri dan dua anak (K-2) sebanyak 8.100 kalori/hari, untuk buruh dengan istri dan anak tiga (K-3) dengan 10.000 kalori/hari (Juni Thamrin. Kebijakan Pengupahan Buruh Pada Masa Orde Baru, dalam Tinjauan Kebijakan Upah Pengupahan Buruh di Indonesia. Seri Working Paper. Bandung. Akatiga. 1994. Hal. 41).
ivKeterangan lebih rinci mengenai upah buruh borongan, harian lepas dan kontrak yang diupah di bawah ketentuan upah minimum dapat dilihat dalam, Mengapa Upah Buruh Rendah? . Jakarta. Komisi Upah. 1996
v Indrasari Tjandraningsih, Rina Herawati dan Suhadmadi. Praktek Kerja Kontrak dan Outsourcing Buruh di Sektor Industri Metal di Indonesia. FES-FSPMI-Akatiga (2010: 43)
vi Pelikson Silitonga, et.al. Pengusaha Wajib Membayar Upah Tertangguh: Putusan Mahkamah Konstitusi No. 72/PUU-XIII/2015. Jakarta. Yayasan Forum Adil Sejahtera 90. 2016. Hal. iii
viiSurat Edaran Pedoman bagi Tim Apindo yang duduk di Dewan Pengupahan. Kepungurusan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia Nomor 541/DPN/1.3/2C/XII/17. Jakarta. 21 Desember 2017.
viii Catatan Diskusi, Workshop Upah Padat Karya dan Respons Serikat Buruh. AFWA Indonesia, 27 Desember 2017.
Di Kota Semarang, terdapat beberapa perusahaan yang memproduksi berbagai furnitur berbahan dasar olahan kayu. Hasil produksinya dipasarkan ke berbagai kota di Indonesia, bahkan untuk ekspor ke luar negeri. Produk yang dihasilkan berupa meja, kursi, lemari dengan desain yang tampak mewah, baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun perkantoran. Namun, dibalik kemegahan produk furnitur yang memanjakan mata […]
Begitu banyak petani yang datang dari daerah, mengorbankan biaya dan tenaga sekeluarga demi perjuangan di ibukota. Entah kenapa harus di ibukota. Begitu sedikit dari mereka berorasi dari atas mobil komando, tahta bergerak para raja dan brahmana khas gerakan Nusantara. Dihantam hujan deras dan terik cahaya, datang dari ribuan kilometer jauhnya, hanya untuk berbaris dan duduk […]
Proses penangkapan ikan di Kepulauan Aru dilakukan oleh nelayan tradisional, nelayan lokal, dan kapal-kapal penangkap ikan industrial. Hulu dari proses produksi perikanan di Kepulauan Aru adalah kapal-kapal nelayan tradisional dengan mesin speed yang memiliki kemampuan berlayar lebih dari 12 mil, bahkan hingga mencapai batas negara Indonesia–Australia. Nelayan-nelayan ini beroperasi selama satu hari dan hasil tangkapan […]