MAJALAH SEDANE

Memuat halaman...

Sedane

Majalah Perburuhan

20 Februari: Cukup Dikenang, Tidak untuk Diulang

harto
Ilustrasi. Soeharto menghabisi nyawa manusia dengan mudah dan murah. (Sumber: http://www.kumpulangambar.com/gambar-lucu-enak-jamanku-toh.php)


Dua tahun lalu, di sebuah diskusi serikat buruh di Bekasi Jawa Barat. Seorang pengurus serikat buruh mengeluhkan pertumbuhan cepat jumlah serikat buruh dan keadaan perburuhan semakin tidak menentu. Ia menandaskan bahwa pada zaman dulu, serikat buruh bersatu dipayungi FBSI (Federasi Buruh Seluruh Indonesia). Baru-baru ini pun tersiar kabar. Ada keinginan dari beberapa federasi serikat buruh di Jakarta ‘menyederhanakan’ kembali serikat buruh. Katanya, pendirian serikat buruh yang terlalu mudah membuat serikat buruh ‘terpecah’.
Keadaan yang menguntungkan buruh dan persatuan buruh merupakan dua variabel yang berbeda. Relasi keduanya tidak linier. Tulisan ini tidak membahas tentang relasi tersebut. Namun, melihat kembali periode ‘persatuan’ di kurun 1970 hingga 1990. Beberapa kepustakaan penting telah menuliskan dengan sangat baik pembentukan serikat buruh di periode tersebut. Singkat kata, periode yang disebut dengan ‘penataan serikat buruh’ itu tidak lain merupakan deideologisasi dan depolitisasi alias penghancuran fondasi gerakan buruh.
Hari Buruh Internasional Bukan Hari Pekerja Nasional
21 Februari 1991, duapuluh empat tahun setelah 1 Mei dilarang diperingati dan dirayakan,[1] Soeharto menandatangani surat Keputusan Presiden Nomor 9. Isinya menyebutkan, tanggal 20 Februari sebagai Hari Pekerja Nasional dan bukan hari libur.
Keppres ditandatangani sehari setelah Soeharto menyambut hari ulang tahun ke-18 serikat pekerja seluruh Indonesia (SPSI) di Jakarta. Sekilas penetapan hari pekerja tampak berjiwa patriotik. Seolah sedang menunjukkan jati diri bangsa. Namun, jauh sebelum Indonesia, langkah yang mirip dilakukan pula oleh Amerika Serikat. Meski sebagian besar tonggak awal perlawanan 1 Mei bermula dari negara tersebut, rakyat Amerika Serikat diberikan hari pekerja tiap Senin pertama bulan September.
Alasan penetapan 20 Februari sebagai hari pekerja dapat dilihat di petikan pidato Soeharto.[2]
“Hal ini akan dapat lebih mudah terwujud, jika kita memandang hubungan pekerja dan pengusaha sebagai mitra kerja dan bukan sebagai buruh dengan majikan. Suasana kerja semacam inilah yang ingin kita wujudkan melalui Hubungan Industrial Pancasila, yang telah kita kembangkan sejak 16 tahun terakhir. …
Hari kelahiran SPSI tanggal 20 Februari 1973, merupakan salah satu tonggak sejarah perjuangan gerakan pekerja di Indonesia. Pada hari itu kaum pekerja Indonesia yang terpecah-pecah, melalui deklarasi pekerja Indonesia menyatakan dirinya untuk bersatu padu dalam satu organisasi.
Karena itu saya tetapkan tanggal 20 Februari sebagai Hari Pekerja Nasional…”
Soeharto yakin SPSI lahir pada 20 Februari. Menurut Soeharto, di hari itu buruh bersatu. Tujuh tahun setelah ‘persatuan’ itu, diterapkanlah konsep hubungan industrial Pancasila. Hubungan damai antara buruh dan pengusaha. Masalahnya, bagaimana buruh bisa berdamai dan memaklumi, jika di saat yang sama keuntungan perusahaan berlipat dengan menambah jam kerja, menambah jumlah barang yang mesti diproduksi, dan pengetatan disiplin kerja.  
20 Februari 1973 sebenarnya hari deklarasikannya Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI).  Nama FBSI diubah jadi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) pada Kongres II, November 1985. Tidak tersedia informasi yang memadai tentang kongres pertama FBSI dan pemilihan November sebagai bulan kongres SPSI.
Dari FBSI ke SPSI, terdapat tiga hal yang berubah, yaitu bentuk organisasi ‘federasi’ jadi ‘unitaris’ dan kata ‘buruh’ menjadi ‘pekerja’. Perubahan bentuk organisasi memunculkan konflik internal. Pergantian kepemimpinan dari Agus Sudono ke Imam Soedarwo menimbulkan sejumlah pertanyaan. Katanya, Imam Soedarwo bukan deklarator FBSI, tercatat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Fraksi Karya Pembangunan, duduk sebagai Dewan Pimpinan Pusat Golongan Karya, dan sebagai Dewan Pimpinan Pusat Koperasi Serba Usaha Gotong Royong (Kosgoro).
Fungsi serikat buruh pengganti FBSI pun dinilai telah membabat kebebasan berserikat. Tadinya, FBSI berfungsi sebagai vaksentral yang tersusun sampai tingkat kota atau kabupaten untuk mengoordinasikan serikat buruh sektoral. Karena bentuk organisasinya berubah, sektor-sektor yang tersusun secara vertikal itu dihapus. Jumlah 21 sektor Serikat Buruh Lapangan Pekerjaan (SBLP) diciutkan menjadi sembilan departemen. Model pengambilan keputusan menjadi terpusat.
Pimpinan FBSI lama protes dengan mengorganisaikan duabelas SBLP dalam Sekretariat Bersama (Sekber) SBLP. Tidak hanya itu. Kritik pun disuarakan melalui serikat buruh internasional. Konfederasi Serikat Buruh Independen Internasional (International Confederation Free Trade Union/ICFTU) dan Konfederasi Buruh Dunia (World Confederation Labour/WCL) menilai bahwa SPSI telah memberangus serikat buruh. Bahkan, serikat buruh Amerika Serikat mendorong pemerintahnya agar mencabut kuota ekspor dalam sistem General System Preferences (GSP) dari Indonesia.
Kritik yang bertubi-tubi membuat rezim Soeharto bersiasat. Pada Musyawarah Nasional III, November 1990, nama ‘departemen’ SPSI diubah jadi ‘sektor’. Pihak yang tergabung dalam Sekber SBLP pun akhirnya rujuk. Kiranya itulah yang menjelaskan penetapan hari pekerja nasional dilaksanakan pada 1991. Politik akomodasi itu pula yang menguatkan slogan, SPSI sebagai kelanjutan dari FBSI. Baru pada Munas IV 1994, ‘cita-cita’ SPSI sebagai organisasi lanjutan dari FSBI terwujud. Nama SPSI pun dibubuhi kata ‘Federasi’ di depannya, FSPSI. Sementara tigabelas sektor berganti nama menjadi Serikat Pekerja Lapangan Pekerjaan (SPLP). Pada 1995, istilah SPLP diubah lagi menjadi Serikat Pekerja Anggota (SPA).
Dengan berbagai perkembangan baru dan konflik-konflik internal yang hanya dipahami kalangan tertentu, nama SPA dipergunakan sampai tulisan ini dibuat. Sampai sekarang, nama Konfederasi SPSI tercatat dengan jumlah anggota terbanyak. Di luar itu, sejauh mana serikat buruh tingkat nasional mesti memilih sebagai unitaris atau federatif, barangkali sangat bergantung pada situasi-situasi yang dihadapi teristimewa pada diskusi-diskusi terbuka dengan anggota.
Persatuan atau persatean?
Muasal FBSI dapat ditelusuri ke akhir 1950. Saat itu, buruh menguasai perusahaan-perusahaan milik asing. Soekarno mengumumkan penataan kepemilikan lahan luas melalui perjanjian bagi hasil dan pembaruan agraria.
Tentara segera merespons langkah-langkah progresif Soekarno dengan membentuk badan-badan kerjasama (BKS) antara militer dengan organisasi massa. Dari badan-badan kerjasama itu dibentuk kesatuan-kesatuan aksi. Inilah salah satu penjelas elit-elit organisasi lama yang bertahan di periode sekarang sekarang memiliki kedekatan dengan tentara.
Kesatuan-kesatuan aksi tersebut dimobilisasi dalam wadah Front Pancasila untuk ‘mengganyang PKI dan antek-anteknya hingga ke akarnya’, pada 1965-1966. Jumlah korban yang ditumpas tanpa proses pengadilan itu sekitar 500 ribu hingga 3 juta orang.[3] Pada 1967, Federasi Serikat Buruh Dunia (WFTU) melaporkan kepada Organisasi Perburuhan Internasional (ILO). Jumlah anggota serikat buruh yang ditangkap sebanyak 55 ribu orang dan dua orang dihukum mati. Di atas puing jutaan manusia tidak berdosa itulah serikat buruh dibangun dan ditata.
Badan kerjasama dengan buruh disebut dengan BKS Bumil (Buruh Militer). Kesatuannya dinamai, Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI). Setelah ‘sukses’ menyingkirkan SOBSI, KABI bertransformasi menjadi Majelis Permusyawaratan Buruh Indonesia (MPBI). MPBI diresmikan Soeharto pada 1 November 1969 di Istana Negara Jakarta.[4] Berikut petikan pidato Soeharto saat meresmikan MPBI:
 “[A]gar Madjelis ini tidak mengurus soal-soal jang pemetjahannja telah disediakan tata-tjara dan saluran jang telah ditetapkan.

Pola berfikir lama, dimana kaum buruh menganggap pengusaha sebagai “musuhnja’ harus dibuang djauh-djauh…”
Setelah itu dimulailah serangkaian pertemuan dalam bentuk seminar maupun rapat dilaksanakan. Pertemuan-pertemuan dalam kerangka menjauhkan serikat buruh dari aktivitas politik dan sekadar mengurus ketenagakerjaan. Pada 26 Mei 1969 dibuatlah Ikrar Bersama untuk menyederhanakan 21 serikat buruh. Berikut serikat-serikat buruh di masa itu.

  1. GASBIINDO (Gabungan Serikat Buruh Islam Indonesia).[5]
  2. KUBU (Kesatuan Buruh) Pancasila dibentuk oleh Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), pada 1961.
  3. KONGKARBU ( Konsentrasi Nasional Gerakan Karya Buruh), didirikan oleh Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI), pada 1962.
  4. GOBSI IND ( Gabungan organisasi Buruh Serikat Islam Indonesia). Didirikan oleh Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), pada 1954.
  5. KBM (Kesatuan Buruh Marhaenis). Didirikan oleh PNI Osa Oesep, pada 1963.
  6. KBIM (Kongres Buruh Islam Merdeka). Didirikan pada 1956 sebagai pecahan dari SBII.
  7. SOBRI ( Sentral Organisasi Buruh Republik Indonesia). Didirikan pada 1951. Memiliki kedekatan program dengan Partai Murba
  8. GERBUMI (Gerakan Buruh Muslim Indonesia). Didirikan pada 1962 oleh Partai Persatuan Tarbiyah Islamiyah.
  9. GSBI (Gabungan Serikat Buruh Indonesia) berdiri pada 1950.
  10. SARBUMUSI  (Serikat Buruh Muslim Indonesia). Didirikan oleh Partai NU pada 1955.
  11. PERKABI (Persatuan Karyawan Buruh Indonesia) dibentuk oleh Sekber Golkar pada 1965
  12. KESPEKRI (Kesatuan Pekerja Kristen Indonesia). Didirikan Partai Kristen Indonesia pada 1963
  13. FBI (Federasi Buruh Islam) Indonesia[6]
  14. PORBISI (Persatuan Organisasi Buruh Islam Indonesia). Memiliki kedekatan program dengan Partai Muslimin Indonesia (Parmusi)
  15. KBKI (Kesatuan Buruh Kerakyatan Indonesia). Didirikan oleh Partai Nasional Indonesia, pada 1952
  16. SOB Pancasila (Sentral Organisaso Buruh Pancasila). Didirikan oleh Partai Katolik pada 1954
  17. IKM (Ikatan karyawan Muhammadiyah). Didirikan oleh Sekber Golkar, pada 1965.
  18. KBSI (Kongres Buruh Seluruh Indonesia). Didirikan oleh Partai Sosialis Indoensia (PSI), pada 1953
  19. KEKARBU (Kesatuan Karyawan Buruh)
  20. PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia). Berdiri pada 1945.
  21. SSPPT (Serikat Pekerja Pegawai Pos, Telepon dan Telegrap).
Kronologi FBSI

Dengan merujuk pertemuan MPBI di Istana Negara dan Ikrar Bersama, 20 Februari 1973 FBSI dideklarasikan.Enam poin Deklarasi itu ditandatangani oleh Sukijat, Oetojo Oesman, dan Soekarno dari Sekber Golkar, Sutanto Martoprasono dan Thaheransyah Karim dari Sarbumusi, Agus Sudono dari Gasbiindo, Sofyan Hamdani, Rasjid St. Radjamas dan Radjuddin Jusuf dari KBM.
Enam orang dari pendatangan Deklarasi ditugaskan menyusun DPP Pleno, DPP Harian dan Dewan Penasehat. Pada Maret 1973 kepengurusan yang dimaksud terbentuk. Agus Sudono didaulat sebagai Ketua Umum dan Sekjennya Soekarno.
Terdapat poin penting lain yang tercantum dalam Deklarasi FBSI. Poin ini secara tegas membedakan serikat buruh pendukung Soeharto dengan serikat buruh sebelumnya. Berikut salah satu poin tersebut:[7]
“Bahwa gabungan organisasi buruh seluruh Indonesia dalam bentuknya yang baru akan merupakan wadah untuk menghimpun kaum buruh Indonesia bukan pegawai negeri dan merupakan wadah untuk mewakili kaum buruh Indonesia baik nasional maupun internasionl.”
Kutipan penebalan dari saya, mengindikasikan bahwa FBSI hanya mengorganisasikan buruh-buruh Industri swasta. Kelak langkah pemisahan buruh swasta dan negara itu menjadi persoalan yang merepotkan para pemimpina SPSI di dunia internasional.
Sebelumnya, per 29 November 1971, para pekerja negara telah diorganisasikan dalam Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri). Sebulan dari FBSI, organisasi untuk kaum tani telah disiapkan dalam wadah Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI). Lalu, dibentuk pula organisasi untuk nelayan dalam wadah Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), pada Mei 1973.[8]
Dua tahun setelah Deklarasi, keluarlah peraturan tentang pendaftaran serikat buruh, Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 1975. Serikat buruh yang dapat didaftarkan hanya organisasi yang berbentuk gabungan. Peraturan tersebut secara tepat melikuidasi kemungkinan serikat buruh di luar FBSI bahkan menyulitkan pembentukan organisasi yang baru.  
Bangunan organisasi pasca-1965 secara tidak langsung mengisolasi serikat buruh untuk menjangkau jenis-jenis buruh lain, semisal buruh borongan dan buruh harian. Dua jenis buruh ini telah dipraktikkan sejak Hindia Belanda, berupaya dikurangi di periode 1950-an dan kembali dihidupkan di era Soeharto.

Kronologi FBSI sampai muncul serikat buruh independen

Menyempurnakan represi
Berbagai kepustakaan perburuhan menyebutkan, perubahan bentuk FBSI ke SPSI merupakan pengerasan pengendalian negara terhadap serikat buruh bahkan terhadap seluruh organisasi sosial. Inilah puncak pengendalian gerakan rakyat di bawah konsep politik massa mengambang.  Pada awal 1983, Menteri Tenaga Kerja dan mantan Panglima Kopkamtib, Sudomo mengeluarkan keputusan untuk mengatasi gejolak ketenagakerjaan dalam Pusat Pengelolaan Krisis Masalah KetenagaKerjaan. Pusat Krisis bertujuan menekan konflik industrial. Pusat krisis tidak mempan. Akhirnya, dikeluarkanlah kebijakan yang membolehkan sanksi berupa tidak dibayar upah kepada buruh yang mogok. Bahkan, tentara diizinkan meredam pemogokan. Semua itu, dilegitimasi dengan Keputusan Menteri Nomor 342 Tahun 1986. Dengan demikian, buruh dan pengusaha diharmoniskan dengan cara menekan keluh kesah buruh melalui kekuatan ekstra, yakni melibatkan tentara dalam urusan perburuhan.
Di periode ini pula setiap organisasi mesti memiliki asas yang sama, yaitu Pancasila. Keharusan tersebut dikukuhkan dengan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakat Nomor 5 Tahun 1985. Kita dapat membandingkan periode ini dengan periode 1950-an. Di masa itu, tiap organisasi bebas memilih dan menetapkan asasnya. Sampai di sini dapat dikatakan bahwa kewajiban asas Pancasila adalah sesuatu yang muncul lebih baru ketimbang kebebasan berkeyakinan lainnya.
Kerangka asas tunggal dan politik massa mengambang memiliki tujuan-tujuan lain. Di masa ini, dunia sedang di bawah Perang Dingin. Meski sering didaku Indonesia menganut politik bebas aktif dan menjunjung budaya ketimuran, nyatanya Soeharto telah mengintegrasikan pasar Indonesia sebagai bagian utuh dari Blok Barat. Sebagai bagian dari mengeliminasi kekuatan antikapitalis di Asia Tenggara, Indonesia bersama Thailand, Malaysia, Filipina, dan Singapura membentuk ASEAN. Di bidang perburuhan pun dibentuk Asean Trade Union Council (ASETUC), pada 1984.
Meski dibungkam sekuat-kuatnya, perlawanan buruh maupun gerakan rakyat bermunculan. Di awal 1990-an serikat-serikat buruh independen dan kelompok-kelompok buruh bermunculan. Beberapa contoh popular adalah kemunculan Serikat Buruh Merdeka Setia Kawan (SBMSK) di Solo, di susul Serikat Buruh Sejahtera Indonesi (SBSI) di Medan, Pusat Perjuangan Buruh Indonesia (PPBI) di Jakarta dan Semarang, Paguyuban Karya Utama (PKU) di Tangerang, Kelompok Buruh Bandung (KBB) di Bandung Raya, dan lain-lain.
Saat ini pembentukan serikat buruh tidak terlalu sulit. Tak jarang manajemen perusahaan pun membentuk serikat buruh untuk menandingi keberadaan serikat buruh yang dianggap terlalu ‘rewel’. Di luar itu, ada beberapa hal yang masih melekat dalam tradisi keserikatburuhan yang diwariskan dari periode Soeharto, yaitu sistem iuran berdasarkan Check of System (CoS), keanggotaan otomatis, ruang lingkup keanggotaan yang terbatas di buruh industri swasta bahkan hanya buruh tetap serta harmonisme hubungan buruh dan penguasa modal.
Tidak dimungkiri hampir semua serikat buruh di belahan dunia menghadapi persoalan serupa, hubungan kerja yang kian fleksibel. Beberapa analis perburuhan mengusulkan agar bentuk organisasi buruh dapat merespons perkembangan baru hubungan kerja. Di luar itu, terdapat persoalan yang cukup klasik, yang melanda hampir seluruh serikat buruh, yaitu kesenjangan pengalaman dan pengetahun antara pimpinan dengan anggota. Hal itu pula yang menyumbang sulitnya regenerasi kepemimpinan hampir di seluruh serikat buruh.   
Rujukan 
Sandra. 1961. Menjingkapkan Dunia Modern: Sedjarah Pergerakan Buruh Indonesia. Pustaka Rakjat. Jakarta.
Sejarah Singkat Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesa Sejak 1973 hingga 2012. http://kspsi.com/tentang-kspsi-3/
Sambutan Tertulis Presiden Soeharto Pada Hari Ulang Tahun Ke- 18 SPSI. http://soeharto.co/1991-01-19-sambutan-tertulis-presiden-soeharto-pada-hari-ulang-tahun-ke-18-spsi
Richard Tanter. Tentang Kopkamtib. http://www.oocities.org/edicahy/sej-ind/kopkamtib.html
Wahyu. Gerakan Serikat Pekerja: Sejarah, Harapan, dan Tantangan di Indonesia. Serikat Pekerja PT Bayer Indonesia, Forum Komunikasi Pekerja Farmasi, Yustek. 1995.
Soegiri DS dan Edi Cahyono. Gerakan Serikat Buruh: dari Zaman Kolonial Hindia Belanda hingga Orde Baru. Jakarta. Hasta Mitra. 2003.
Tedjasukmana. Iskandar. Watak Politik Gerakan Serikat Buruh Indonesia. Jakarta. TURC. 2008
Cribb, Robert dan Kahin, Audrey. Historical Dictionary of Indonesia. Scarecrow Press Inc. 2004
Catatan
[1] Di masa Kemerdekaan 1 Mei diakui sebagai Hari Buruh Internasional dan merupakan hari libur nasional. Sejak 1967 Pemerintah melarang memperingati hari tersebut. Lihat tulisan saya tentang sejarah 1 Mei di Indonesia, May Day, Hari Libur, dan Jam Kerja: Peringatan dan Perayaan 1 Mei di Indonesia dari 1918 hingga 2015. Di sini: https://majalahsedane.org/may-day-hari-libur-dan-jam-kerja-peringatan-dan-perayaan-1-mei-di-indonesia-dari-1918-hingga-20151/
[2] Sambutan Tertulis Presiden Soeharto Pada Hari Ulang Tahun Ke- 18 SPSI. Tersedia di: http://soeharto.co/1991-01-19-sambutan-tertulis-presiden-soeharto-pada-hari-ulang-tahun-ke-18-spsi
[3] Berapa Sebenarnya Korban Pembantaian Pasca-G30S 1965?. Diunduh di sini: https://m.tempo.co/read/news/2016/04/18/078763665/berapa-sebenarnya-korban-pembantaian-pasca-g30s-1965
[4] Sambutan Pada Pembukaan Sidang Pertama Madjelis Permusyawaratan Buruh Indonesia Pada Tanggal 1 Nopember 1969, di Istana Negara. Tersedia di: https://www.scribd.com/fullscreen/169582301?access_key=key-2i68n1j8va5ffo3dmgm4&allow_share=true&escape=false&view_mode=scroll
[5] Sebelumnya bernama Serikat Buruh Islam Indonesia (SBII) yang dibentuk oleh Partai Masyumi.
[6] Pecahan dari SBII.
[7] Deklarasi Persatuan Buruh Seluruh Indonesia, Jakarta 20 Pebruari 1973.
[8] Tentang kerjasama tentara dengan organisasi sipil, pembentukan kesatuan-kesatuan aksi serta pemunculan HKTI dapat dilihat di sini. Ibrahim, Hari Tani dan HKTI. Tersedia: http://indoprogress.com/2016/09/ibrahim-hari-tani-dan-hkti/

Penulis

Syarif Arifin
Lembaga Informasi Perburuhan Sedane