MAJALAH SEDANE

Memuat halaman...

Sedane

Majalah Perburuhan

Berbagi Panggung, Melawan dengan Gembira

ratusan pemuda, mahasiswa bersama buruh memperingati Hari Perempuan Internasional di depan Gedung Sate Jawa Barat | Dokumentasi LIPS

Sejumlah pemuda, mahasiswa bersama buruh memperingati Hari Perempuan Internasional di depan Gedung Sate Jawa Barat | Dokumentasi LIPS

“Siapapun Boleh Gabung!” Begitu tulisan sebuah poster yang minggu kemarin diedarkan oleh sebuah Komite Aksi Hari Perempuan Internasional Bandung Raya. Komite gotong-royong itu berisi tak kurang dari 15 organisasi mahasiswa berbagai universitas. Poster memuat informasi lengkap mengenai pelaksanaan peringatan Hari Perempuan Internasional, dari narahubung sampai tempat dan waktu aksi (depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Bandung, pukul 08 pagi – selesai).

Kamis pagi, 8 Maret 2018. Cuaca cerah dan bersahabat. Pada waktu yang dijanjikan, tak satu pun rombongan aksi terlihat. Satu-satunya yang datang tepat waktu hanyalah regu petugas pengamanan. Mereka berjaga di depan gerbang Gedung Sate.

Menjelang siang, mobil komando bertuliskan KASBI datang dari arah Barat dengan pengeras suara yang memutar lagu-lagu aksi. Rombongan menuruni jalan-layang Pasupati, memutar di depan Gedung Pengadilan Negeri, lalu tak terlihat lagi. Mereka memilih tak terburu-buru memasuki panggung utama aksi, melainkan berpawai terlebih dahulu di sekitar kawasan Dipati Ukur – Dago.

Satu jam kemudian, rombongan mahasiswa terlihat memasuki mulut Jalan Diponegoro, lalu menuju pelataran di depan Gedung Sate. Aksi telah mulai. Pemimpin aksi menyalami massa, meneriakan beberapa yel. Para oratornya, hampir seluruhnya perempuan, bergantian naik panggung menyemangati massa, dan menggarisbawahi berbagai persoalan penting yang masih mendera perempuan dan buruh perempuan.

Jika pembuka pertunjukan adalah sekitar 100 orang peserta aksi dari kelompok pemuda-mahasiswa, penggelora semangat adalah rombongan KASBI, salah satu serikat buruh yang hari itu turun berdemonstrasi. “Mengharukan…, gua mau nangis, liatnya”, kata Dewi Amelia, dari organisasi perempuan Seruni, saat melihat rombongan KASBI memasuki arena. Jumlah mereka sekitar 300-400 orang. Mereka datang dari kantong-kantong industri sekitar Bandung Raya (Cimahi, Rancaekek Sumedang).

Azan lohor berkumandang. Aksi jeda sejenak. Sesudahnya, panggung aksi kembali menyala.

Sungguh membesarkan hati melihat para orator dari KASBI dan Komite Aksi berbagi panggung dengan damai. Secara bergantian, mereka mencela kebijakan (ekonomi, pendidikan, kesehatan) yang merugikan rakyat banyak, terutama perempuan. Berbagai soal diangkat: biaya pendidikan yang melangit, upah padat karya, hubungan kerja kontrak berkepanjangan, serta cuti haid dan cuti hamil.

Utusan KASBI menggunakan kesempatan hari itu untuk bertemu pihak Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Barat untuk membicarakan beberapa urusan. Seperti ruang laktasi di pabrik, pelanggaran-pelanggaran pada sistem kerja kontrak, dan penjaminan hak buruh untuk mengambil cuti haid dan cuti hamil tanpa administrasi serta pemeriksaan yang merepotkan dan merendahkan martabat buruh.

Di pelataran Gedung Sate, dua pemain gitar dan satu pemain perkusi dengan sabar memainkan musik yang pelan. Seorang narator memberi pengantar singkat. Witri, buruh perempuan di PT Kahatex dan kawan-kawannya, memasuki panggung. Mereka membawakan sandiwara kehidupan di pabrik; tentang manajer pabrik yang berencana memecat seorang buruh hamil. Partisipan aksi khidmat menyaksikan sandiwara. Adegan demi adegan dimulai.

Witri, buruh perempuan hamil, diminta mengundurkan diri oleh manajer pabrik. Si manajer pabrik menganggap perempuan hamil tidak lagi produktif dan membebani keuangan perusahaan. Dengan bercucuran air mata, Witri membawa masalahnya ke serikat buruh. Serikat buruh merespons cepat persoalan; menginformasikan masalah ke seluruh anggota dan mendatangi pabrik beramai-ramai, menyingkirkan semua halangan, termasuk menimpuki preman sewaan dan manajer pabrik yang kejam demi membela Witri. Buruh perempuan hamil batal dipecat.

Sandiwara berakhir diiringi sorak-sorai dan suara ketawa dari penonton dan para penampil. Bukan pertunjukkan yang sempurna, tapi luar biasa. Tajam dan terus terang. Mereka hanya punya waktu satu hari untuk menyusun cerita dan berlatih, di sela-sela jam kerja pabrik. Peringatan HPI 2018 berakhir pukul 3 sore.

Laporan selanjutnya:
Para Pengingat Hak-hak Perempuan oleh Sugeng Riyadi
Dari ‘Celana Cingkrang’ hingga RKUHP oleh Dina Septi
Protes dan Perayaan: Hari Perempuan 2018 di Berbagai Negara
Wajah Muda di Putaran Aksi oleh April Perlindungan
Merawat Solidaritas oleh Syarif Arifin
Wajah Maskulin Aparat Keamanan oleh Wiranta Yudha

Penulis

Bambang Dahana