MAJALAH SEDANE

Memuat halaman...

Sedane

Majalah Perburuhan

Aksi Peringatan May Day 2024: Wujudkan Kesejahteraan dan Kedaulatan Rakyat (3)

Artikel ini merupakan booklet tentang peringatan May Day 2024 yang diterbitkan oleh Aliansi Barisan Rakyat Anti Penindasan (BARA API), Surabaya, Jawa Timur. Untuk kepentingan pendidikan dan kampanye Majalah Sedane menerbitkan ulang dalam Serial May Day 2024.

Bagian 2: Krisis Sosial Ekologis Mengancam Pekerja

Hubungan yang Tidak Dapat Dihindari: Dampak Perubahan Iklim Berdampak Terhadap Buruh

Di tengah rumitnya tantangan yang ditimbulkan oleh perubahan iklim, ada satu hal yang sering diabaikan adalah dampaknya yang besar terhadap rakyat. Dampak perubahan iklim berdampak pada setiap sektor pekerjaan, mengubah mata pencaharian dan mendefinisikan kembali sifat pekerjaan itu sendiri. Ketika komunitas global bergulat dengan meningkatnya krisis iklim, penting untuk menyadari adanya hubungan rumit antara degradasi lingkungan dan kehidupan rakyat.

Bagi mereka yang melakukan pekerjaan yang menuntut fisik, perubahan iklim menimbulkan ancaman langsung dan nyata terhadap kesehatan dan keselamatan. Buruh di luar ruangan, seperti buruh konstruksi, buruh pertanian, dan kru pemeliharaan utilitas, menghadapi peningkatan risiko penyakit akibat lonjakan suhu panas. Selain itu, kejadian cuaca ekstrem, yang diperburuk oleh perubahan iklim, menempatkan para buruh dalam bahaya. Rakyat rentan terhadap bahaya banjir dan badai hingga kebakaran hutan dan tanah longsor.

Perubahan iklim tidak hanya mengganggu lingkungan fisik tetapi juga tatanan sosio-ekonomi yang menjadi sandaran penghidupan. Di wilayah yang bergantung pada industri yang rentan terhadap fluktuasi lingkungan—seperti pertanian, perikanan, dan pariwisata—buruh menanggung beban terbesar dari perubahan pola cuaca, berkurangnya sumber daya, dan terganggunya rantai pasokan. Petani skala kecil, misalnya, menghadapi curah hujan yang tidak dapat diprediksi, kegagalan panen, dan hama yang menyerang, sehingga membahayakan stabilitas ekonomi dan ketahanan pangan mereka.

Yang paling berbahaya adalah perubahan iklim memperburuk kesenjangan yang ada dalam buruh. Kelompok masyarakat yang rentan, termasuk masyarakat berpenghasilan rendah, kelompok marjinal, dan masyarakat adat, menanggung beban degradasi lingkungan secara tidak proporsional. Komunitas-komunitas ini seringkali kekurangan akses terhadap sumber daya dan infrastruktur yang diperlukan untuk beradaptasi terhadap perubahan kondisi, sehingga membuat mereka dihadapkan pada risiko yang lebih tinggi dan peluang pemulihan yang terbatas.

Saat kita menghadapi tantangan besar yang ditimbulkan oleh perubahan iklim, kita harus menyadari adanya hubungan intrinsik antara kelestarian lingkungan dan keadilan sosial. Penderitaan para buruh menjadi pengingat yang menyedihkan bahwa konsekuensi dari tidak adanya tindakan tidak hanya mencakup mencairnya lapisan es dan naiknya permukaan air laut—hal ini juga berdampak pada komunitas, perekonomian, dan kehidupan individu di seluruh dunia. Dengan mengakui dampak besar perubahan iklim terhadap angkatan kerja dan menerapkan visi kesejahteraan bersama, kita dapat memetakan jalan menuju masa depan yang lebih berketahanan, adil, dan berkelanjutan bagi semua orang.

Masa Depan Nutrisi Buruh: Realitas Krisis Air dan Pangan

Dalam tantangan global yang rumit, jalinan kelangkaan air dan kerawanan pangan menjalin narasi kompleks yang sangat berdampak pada kehidupan dan penghidupan para buruh di seluruh dunia. Dari buruh di perdesaan hingga perkotaan. Dampak dari krisis ini menjangkau seluruh lapisan masyarakat, mengubah dinamika kerja dan memberikan tantangan besar terhadap kesejahteraan manusia. Saat kita menghadapi realitas krisis air dan pangan yang semakin menyatu, menjadi semakin jelas bahwa mengatasi tantangan-tantangan yang saling berhubungan ini sangat penting untuk memastikan kesehatan, produktivitas, dan martabat buruh di mana pun.

Kelangkaan air, yang didorong oleh berbagai faktor termasuk perubahan iklim, pertumbuhan populasi, dan pengelolaan sumber daya yang tidak berkelanjutan, merupakan ancaman langsung bagi buruh di berbagai sektor. Di daerah-daerah yang bergulat dengan berkurangnya pasokan air, para buruh menghadapi tantangan mulai dari akses yang tidak memadai terhadap air minum bersih dan fasilitas sanitasi hingga gangguan pada proses industri dan produksi pertanian. Selain itu, beban kelangkaan air secara tidak proporsional ditanggung oleh komunitas marginal dan kelompok rentan, sehingga memperburuk kesenjangan dan menghambat pembangunan ekonomi.

Pada saat yang sama, momok kerawanan pangan semakin besar dan membayangi kehidupan para buruh dan keluarganya. Ketika sistem pangan global bergulat dengan dampak perubahan iklim, degradasi lingkungan, dan ketegangan geopolitik, para buruh menghadapi kenyataan pahit berupa kenaikan harga pangan, panen yang tidak menentu, dan kekurangan nutrisi. Di masyarakat yang mengalami kerawanan pangan, para buruh seringkali menghadapi pilihan sulit antara memenuhi kebutuhan dasar nutrisi dan memenuhi tanggung jawab pekerjaan mereka –sebuah dilema yang melemahkan produktivitas, melanggengkan pemiskinan dan siklus kerentanan.

Hubungan antara kelangkaan air dan kerawanan pangan bukanlah fenomena yang berdiri sendiri, melainkan sebuah jaringan kompleks yang saling memberikan dampak dan umpan balik. Misalnya, kelangkaan air dapat menurunkan produktivitas pertanian, sehingga menyebabkan berkurangnya ketersediaan pangan dan kenaikan harga. Pada gilirannya, kerawanan pangan dapat mendorong pola migrasi ketika para pekerja mencari peluang kerja di wilayah yang memiliki akses lebih baik terhadap pangan dan air. Tekanan migrasi ini, pada gilirannya, membebani infrastruktur, memperburuk persaingan sumber daya, dan berkontribusi terhadap ketegangan sosial—yang semuanya berdampak pada angkatan kerja dan masyarakat luas.

Saat kita menghadapi tantangan-tantangan yang saling terkait antara kelangkaan air dan kerawanan pangan, kita perlu menyadari dampak mendalam dari krisis-krisis ini terhadap angkatan kerja dan masyarakat secara keseluruhan. Dengan mengakui realitas krisis air dan pangan yang saling berhubungan dan menerapkan komitmen kolektif terhadap pembangunan berkelanjutan, kita dapat membuka jalan menuju tempat kerja yang berketahanan, inklusif, dan berkembang di mana setiap buruh memiliki akses terhadap sumber daya penting yang mereka perlukan untuk berkembang.

Lanjutkan membaca

Kembali

(Ilustrasi: Senja Melawan)