MAJALAH SEDANE

Memuat halaman...

Sedane

Majalah Perburuhan

Mokom, Poster dan Orasi dalam Aksi Massa May Day 2024

“Yang duduk di bawah pohon antek Apindo!” Suara orator dari pengeras suara di atas Mokom (Mobil Komando) mengagetkan saya yang sedang menghindari terik matahari. Orator berkali-kali memanggil massa aksi. Saya melihat orang-orang berseragam serikat buruh tercerai-berai. Ada yang berkerumun di bawah pohon sambil ngobrol dan merokok. Ada yang mengerubungi para penjual makanan. Hanya beberapa gelintir orang yang berdiri kaku berada di dekat Mokom. Di atas Mokom itu orator tidak berhenti memanggil peserta aksi massa. Itu semua kejadian lima tahun lalu di Jakarta. 

Tulisan ini akan merefleksikan bagaimana aksi massa May Day 2024 di Jakarta. Tulisan ini berangkat dari anggapan dasar bahwa aksi massa merupakan salah satu media pendidikan untuk membangkitkan dan merawat kesadaran buruh maupun masyarakat umum; memperlihatkan siapa kawan dan lawan. Karena itu, aksi massa kerap disertai dengan lagu-lagu perjuangan, selebaran, dilengkapi dengan yel-yel, poster, baligo, spanduk dan orasi. Selain itu, aksi massa pun merupakan salah satu media perlawanan untuk memenangkan tuntutan. Dengan begitu, aksi massa akan tetap dilakukan dan memiliki manfaat meskipun kantor-kantor pemerintah berlibur. 

Aksi massa di atas berbeda dengan aksi massa yang dimaknai sebagai unjuk rasa sebagai alat perundingan, seperti diimani intelektual perburuhan zaman Soeharto. Unjuk rasa memang mengerahkan massa tapi sebagai ekspresi ketidakpuasaan. Massa dikerahkan untuk tujuan para pemimpin. Karena tujuan utama unjuk rasa adalah berunding maka dapat dianggap tidak perlu ketika pihak yang diajak berunding tidak berada di tempat. Unjuk rasa pun dapat dibatalkan sepihak ketika pihak yang dituju bersedia berunding. 

Hari Buruh Internasional 2024 di Jakarta dilaksanakan dengan meriah, meskipun jumlah massanya tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya. Beberapa minggu sebelumnya, para pengurus serikat buruh telah bersiap memperingati hari bersejarah tersebut. Mereka membuat diskusi terbuka, membuat konferensi pers, menggalang aliansi, aksi massa pra-May Day dan menyebarkan poster melalui media sosial. Tahun ini pun peringatan Hari Solidaritas Internaional beriringan dengan Hari Berkabung Buruh Internasional dan Hari Pendidikan Nasional. 

Selain jatuh di hari kerja, meskipun 1 Mei libur, Hari Solidaritas Internasional diperingati oleh berbagai jenis buruh dan kelompok masyarakat. Selain buruh manufaktur, tampak buruh dosen, buruh Ojol, buruh migran, kaum perempuan dan kaum tani terlibat dalam aksi massa. Permasalahan yang disampaikan dalam orasi, ditulis dalam poster, baligo, dan spanduk pun merentang dari problem perburuhan, perampasan ruang hidup, kekerasan terhadap perempuan, penyempitan ruang demokrasi hingga kecaman terhadap Israel dan Amerika Serikat yang menjajah Palestina.

Serikat-serikat buruh yang pernah menuding hari buruh internasional sebagai hari komunis dan tidak sudi menuntut hari buruh sebagai libur nasional pun turut memeriahkan May Day 2024 dengan memobilisasi anggota untuk berdemonstrasi. 

Bagi pemerintah daerah, melalui lembaga tripartit daerah, May Day merupakan ajang untuk melaksanakan kegiatan jalan sehat, dangdutan, pembagian hadiah, dan menasihati buruh agar terampil dan rajin bekerja. Nasihat yang tidak diperlukan karena para buruh selalu patuh dalam bekerja. Justru yang sulit patuh pada peraturan perundangan adalah para pengusaha. Mereka dapat berdalih krisis ekonomi, krisis global, keuntungan menurun dan alasan yang dibuat-buat untuk menyiasati peraturan perundangan.  

Bagi aparat keamanan, May Day bukan peringatan mengenai pemburukan kondisi kerja dan perampasan upah. Tapi potensi gangguan keamanan, ketertiban dan kemacetan lalu lintas. Jauh-jauh hari para intel bergentayangan menghubungi pemimpin serikat buruh atau memantau media sosial. Mereka mencari informasi mengenai aktor yang terlibat dalam Hari Buruh Internasional. Tak jarang mereka mengarahkan para pemimpin serikat buruh untuk tidak melakukan aksi massa atau mengarahkan rute aksi massa, bahkan mengusulkan mengurangi jumlah massa yang akan terlibat dalam demonstrasi. 

Di Jakarta, aksi massa May Day dimulai sekitar pukul 8 pagi dan berakhir pukul 6 sore. Dengan menggunakan nama serikat atau aliansi serikat buruh, mereka berangkat dari titik kumpul yang berbeda dan mengakhiri aksi massanya di Patung Arjuna Wijaya, yang disebut dengan Patung Kuda di Gambir Jakarta Pusat, secara bergiliran. 

Di Patung Kuda para jurnalis hilir-mudik mengambil gambar, mencari narasumber dan mencari spot untuk menyiarkan berita. Tak kalah dengan para jurnalis yang sibuk, para penjual makanan dan minuman menjajakan dagangan ke para peserta aksi massa. Beberapa peserta aksi massa tak berhenti saling memotret bersama temannya di lokasi-lokasi yang menurut mereka bagus.

Jarak Patung Kuda ke gedung Istana Negara sekitar 2 kilometer. Dari Patung Kuda tidak dapat ditembus massa aksi ke Istana Negara karena diblokir dengan kawat berduri dan pasukan keamanan. 

Berikut adalah kelompok massa yang datang secara berurut di Patung Kuda: API (Aliansi Perempuan Indonesia), Aspek (Asosiasi Serikat Pekerja) Indonesia, SPEED (Serikat Pengemudi Daring), JSO (Jaringan Serikat Ojol), Federasi SEBUMI (Serikat Buruh Militan), Partai Buruh dan underbouw-nya, KSPSI AGN (Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Andi Gani Nuwaea), KSBSI (Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia), Gebrak (Gerakan Bersama Rakyat) dan AASB (Aliansi Aksi Sejuta Buruh Indonesia). 

Apa yang khas dalam May Day 2024, sekaligus keumuman dalam aksi massa  di Jakarta? Poster, baligo, dan spanduk yang dicetak, mobil komando, alunan lagu dari mobil komando dan orasi para pemimpin organisasi, massa berbaris yang kebanyakan perempuan.

1. Poster cetak atau menulis bersama?

Saya melihat spanduk, poster dan baligo kebanyakan dicetak. Beberapa ditulis tangan dengan gaya menulis dan warna yang tidak terlalu bagus. 

Mencetak poster, baligo, dan spanduk dengan mesin otomatis memang lebih cepat dan lebih rapih ketimbang ditulis tangan. Namun, poster, baligo, dan spanduk yang dirancang dengan apik dan menarik, mengandaikan kemampuan tertentu dan perangkat khusus, yang tidak semua orang mampu melakukannya. Dalam konteks tersebut layak untuk mempertanyakan sebuah cerita aneh. Seorang desainer yang tergabung dalam aliansi meminta bayaran untuk karya desainnya ketika diminta menyumbang poster. Cerita tersebut barangkali tidak akan muncul jika poster, baligo dan spanduk dibuat bersama, di mana semua urun kemampuan. 

Memang diskusi yang lebih penting bukan hanya tentang apakah spanduk, poster dan baligo ditulis tangan atau dicetak. Tapi sejauhmana tuntutan dan kalimat tersebut menjadi bahan diskusi, diputuskan bersama dan dikerjakan bersama.

Hari itu pun saya tidak melihat adanya selebaran yang dibagikan untuk dibaca. Mungkin penting untuk melihat pengalaman salah satu anggota serikat buruh di Cikarang Jawa Barat sepuluh tahun lalu. Setiap aksi massa, ia selalu menyimpan selebaran yang didapatnya ketika mengikuti aksi massa. Jika waktu senggang, ia membaca selebaran tersebut. Ia pun menyimpan teks lagu yang dibagikan kepada peserta aksi massa. Kala itu, ia berusaha menghapal lagu-lagu tersebut. 

Saat ini, beberapa hal kecil tersebut mungkin dianggap tidak relevan karena sudah tersedia internet. Tapi, mencari informasi yang diinginkan di tengah tumpukan sampah informasi bukan pekerjaan mudah.

Gambar: Poster tulisan tangan ‘Buruh Harus Menang’ yang dibuat oleh buruh kebun di Kalimantan Barat, 1 Mei 2024. (Dokumentasi LIPS 2024)

Gambar: Poster tulisan tangan menolak jadi mitra oleh buruh Lala Move di barisan aksi massa Gebrak, 1 Mei 2024 di Jakarta. (Dokumentasi LIPS 2024)

2. Orasi pimpinan atau anggota biasa?

Sebelum pelaksanaan aksi massa akan dilaksanakan rapat aksi. Rapat aksi massa akan mendiskusikan mengenai masalah yang akan diangkat, rute, sasaran aksi, dan pembagian kerja untuk memilih koordinator lapangan, juru bicara, pembuat poster dan lainnya. Semua diputuskan bersama. Bukan melalui surat instruksi.

Memang tidak semua serikat buruh memiliki silabus rapat aksi massa, sehingga struktur aksi massa merupakan struktur organisasi. Untuk itu, serikat buruh yang tidak memiliki materi manajemen aksi massa boleh belajar kepada serikat buruh yang lebih dulu memiliki materi tersebut. Dengan cara demikian, semua orang berkesempatan untuk belajar menjadi koordinator lapangan atau menjadi orator.

May Day 2024 di Jakarta, saya melihat pimpinan organisasi massa berpidato penuh semangat. Pilihan kalimatnya lugas dan berani. Kejadian tersebut mengingatkan saya pada aksi massa 23 tahun yang lalu. Orang yang sama dengan gaya berorasi yang sama. Suaranya tidak segelegar zaman dulu.

Dalam pelaksanaan aksi massa, umum terjadi bahwa yang berorasi adalah para pimpinan organisasi. Jarang, bahkan tidak pernah, pimpinan tingkat pabrik atau anggota biasa berorasi. Seperti dikisahkan Nonon Cemplon (Majalahsedane.org, 9 Maret 2024), “Anggota saya kalau terlibat aksi massa, siap-siap membuat semacam kocokan arisan; buat menebak siapa yang orasi, ‘setelah ini siapa lagi yang akan orasi?’” Mendengarkan orator handal yang membius massa memang menarik, tapi akan lebih ciamik jika anggota biasa menumpahkan kekesalannya di atas mobil komando.

3. Mobil Komando

Gambar: Empat Mokom berjejer di depan ratusan massa aksi di Patung Kuda, 1 Mei 2024.

Sepengetahuan saya, hanya di Indonesia dan mungkin hanya di Jakarta, aksi massa selalu menyertakan mobil komando, bahkan dianggap sebagai salah satu perangkat aksi massa. Kita tidak akan menemukan aksi massa yang dilengkapi dengan mobil komando di negara lain.

Mokom merupakan mobil pikap atau losbak yang dilengkapi dengan genset, panggung kecil, dan pengeras suara. Selain untuk menyimpan minuman dan makanan, fungsi utama Mokom adalah tempat berorasi dan berada di depan barisan massa.

Di Patung Arjuna Wijaya saya menyaksikan Mokom dari kelompok massa yang berbeda datang silih berganti. Tak kurang dari lima belas Mokom. Suaranya memekakan telinga.

Siang itu, kebetulan saya mendengarkan dua Mokom adu kencang suara orasi dan lagu. Entah apa maksudnya karena dua-duanya tidak menarik untuk saya dengarkan. Tapi hal tersebut umum terjadi; ketika dua kelompok massa dari aliansi berbeda dan berpapasan di lapangan akan adu suara Mokom. Kemudian salah satu Mokom akan meneriakan, “Hati-hati, hati-hati, hati-hati provokasi!”

Saya tidak tahu persis sejak kapan penggunaan Mokom sebagai bagian dari perangkat aksi massa menjadi lumrah. Saat ini, hampir seluruh serikat buruh memiliki Mokom. Uniknya, setiap Mokom diberi nama masing-masing. Misalnya, Gerpolek milik FPBI, Barisan Merah milik KASBI, Komando milik FBTPI, dan nama-nama lain.

Keputusan serikat-serikat buruh di Jabodetabek memiliki Mokom mungkin karena harga sewanya terus naik dan makin sering melakukan aksi massa. Saat ini harga sewa Mokom di kisaran Rp2 juta hingga Rp2,5 juta per hari di luar harga sopir dan bahan bakar minyak.

Meskipun tidak terlalu tepat, kita dapat mengatakan tradisi menggunakan Mokom mulai diperkenalkan oleh buruh PT DI (Dirgantara Indonesia), pada 2003 di Bandung Jawa Barat. Kala itu, sekitar 9.600 buruh PT DI dipecat dengan alasan rasionalisasi. Para buruh yang tergabung dalam SPFKK (Serikat Pekerja Forum Komunikasi Karyawan) PT DI melancarkan aksi massa menuntut pesangon dan menuntut pemenjaraan Direktur Utama PT DI, Edwin Sudarmo. Mereka melakukan pawai dengan menggunakan Mokom dan menggunakan mengendarai sepeda motor.

Dengan para orator yang nyaris tidak berubah, saya masih tidak habis pikir mengapa dibutuhkan Mokom. Sore itu, saya bertanya kepada salah satu kawan mengenai Mokom. Dia menjawab dengan ragu, “Mungkin itu ibarat raja duduk di tahta diiringi bala tentara. Kemudian memberikan petuah-petuah kepada para hambanya.”

Sore itu, saya membaca tiga kabar di WhatsApp: salah satu serikat buruh berdemonstrasi di Mabes Polri untuk mendesak pembentukan desk pidana ketenagakerjaan di kepolisian. Setelah itu, massa bergabung dengan massa Partai Buruh di GBK (Gelora Bung Karno); Presiden KSPSI (Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) ditunjuk sebagai penasihat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan; dan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah meluncurkan Pedoman Pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila, kerangka hubungan kerja yang menganggap buruh dan majikan sebagai mitra dengan semangat kekeluargaan. Saya mematikan handphone dan memesan soto dengan rasa pedas.

Penulis

Syarif Arifin
Lembaga Informasi Perburuhan Sedane