MAJALAH SEDANE

Memuat halaman...

Sedane

Majalah Perburuhan

Puisi-puisi Nonon Cemplon

Anaku Kau Pejuang Demokrasi*

Anak sayang, ibu merindukanmu
Ibu rindu senyumu
Ibu rindu memelukmu
Ibu rindu kenakalanmu

Anakku sayang,
Ibu tau di dunia ini tak ada yg abadi
Semua yg hidup pasti mati
Tapi kepergianmu meninggalkan luka di hati

Sepatu itu menginjak-injak kepalamu
Pentungan itu memukul badanmu
Peluru itu menembus kepalamu
Tangan-tangan aparat itu menyiksamu
Di baju mereka ada tetesan darahmu

Anakku sayang, sakitmu adalah sakit ibu
Lukamu adalah luka ibu
Sakit dan lukamu adalah duka bangsamu

Anakku sayang, mereka menahanmu
Mereka menyiksamu, mereka membunuhmu
Karena mereka ingin membungkam suara rakyat
Membungkam suara kebenaran
Membungkam demokrasi

Anakku sayang,
kepergianmu meninggalkan luka
Meninggalkan marah
Tapi kepergianmu juga membangkitkan semangat.

Semangat untuk berjuang,
Semangat untuk memerdekakan Indonesia dari tangan-tangan sekarah.

Selamat jalan anakkku
Kau pejuang demokrasi
Damailah disurga-Nya
Do’a ibu selalu menyertaimu.

Tangerang, 12 Oktober 2019
*Puisi ini saya persembahkan untuk semua pejuang demokrasi.

***

Semangatmu Napas Kami**

Kawan….
Apa yang kita rasakan tidak pernah orang lain rasakan
Apa yang kita alami tidak orang alami
Tenaga kita diperas, kita dibodohi

Dan kita bangkit melawan
Tapi apa yang kita dapat,
Kita ditembaki gas air mata, kita dipukul
Apakah kita menyerah? Tidak!!!

Kamu, aku dan kita semua tetap bertahan dan berjuang

Tapi Tuhan berkehendak lain,
Ragamu tak mampu bertahan dalam sakitmu
Kau pergi dengan semangat juangmu
Selamat jalan kawan, pergilah dengan damai
Ragamu hilang tapi semangatmu tetap berkobar.

Hidup buruh!!!

Tangerang, 26 Desember 2013

***

** Puisi ini dipersembahkan untuk kawan kami Almarhumah Maesaroh yang merupakan salah satu dari 1300 buruh PT. Panarub Dwikarya (PDK) yang masih berjuang. Karena ketidakmampuan berobat, Maesaroh meninggal setelah sakit selama 4 bulan dan meninggalkan seorang putri yang baru berusia 2 bulan. Yang mengharukan di detik-detik terakhir hidupnya, Maesaroh tetap berpesan kepada keluarganya untuk tidak mengambil kompensasi yang ditawarkan manajemen PDK. Walaupun sangat membutuhkan biaya untuk berobat.