MAJALAH SEDANE

Memuat halaman...

Sedane

Majalah Perburuhan

Tips Bisnis Sukses: Menjinakan dan Membayar Murah Buruh PT Suja

Dengan modal sekecil-kecilnya untung sebesar-besarnya, pelajaran ilmu ekonomi di sekolah menyampaikan begitu. Dari jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Tidak mengherankan di industri apapun akan ada upah yang dicuri sebagai praktik ilmu ekonomi. Di situlah kita mengerti bahwa sumber keuntungan perusahaan merupakan pencampuran dari kreativitas, keterampilan dan pemiskinan buruh.

Pada 2019, buruh PT Sumber Graha Sejahtera (SGS) hanya mendapatkan upah sebesar Rp1,6 juta dari UMK jombang yang mencapai Rp2,44 juta (SPN News.or.id 20/10/2019).  Hal yang sama juga dialami di perusahaan yang ada di Cianjur, 25 pabrik membayar upah tidak sesuai dengan UMK dan UMP (Cianjur Ekspres, 26/7/2019).

Sementara PT Aqua di Sumatera Utara tidak membayar upah lembur.  Sejak 2016 hingga 2022 perusahaan tak membayar upah lembur selama satu jam (Postnews.com, 13/10/2022). Di kota tangerang dua pabrik garmen  juga tak membayar upah lembur hingga dua jam, yaitu PT Pancaprima Ekabrothers dan PT Pan Brother Tbk. Buruh diancam jika tidak melakukan lembur akan menutup perusahaan. Ancaman dan tekanan tersebutlah yang membuat buruh terpaksa melakukan lembur tak berbayar (SPN News.or.id 26/11/2019).

Demikian beberapa kasus yang terpublikasi di media massa daring. Masih banyak kasus pabrik yang melakukan pelanggaran hak buruh. Pihak berwenang tentu saja mengetahui hal tersebut karena kejadian itu tidak terjadi di alam gaib. Jika dilaporkan mereka akan beralasan tidak memiliki dana dan personel yang cukup untuk melakukan pengawasan.

Saya akan mencontohkan salah satu kasus di Kabupaten Tangerang. Terletak 40 kilometer dari Jakarta, Kabupaten Tangerang merupakan salah satu wilayah penopang industri padat karya. Di wilayah ini pabrik garmen, alas kaki dan tekstil ratusan pabrik subkontrak yang melayani pabrik besar di sekitarnya. Dari pabrik besar itu barang diekspor ke Amerika Serikat dan Eropa.

 Salah satu pabrik subkontrak adalah PT Sinar Utama Jaya Abadi. PT Sinar Utama Jaya Abadi (Suja) Kabupaten Tangerang adalah salah satu pelaku yang mengeruk keuntungan dari buruh. Perusahaan ini menerapkan mekanisme pendisiplinan kerja sehingga total upah buruh di bawah upah minimum, bahkan lembur tidak dibayar.

***

PT Sinar Utama Jaya Abadi

PT Sinar Utama Jaya Abadi  (Suja) adalah salah satu produsen upper atau bagian atas sepatu casual, boots dan sneaker. Awalnya pabrik ini satu lokasi dengan PT Panarub Industry. Pada 2015 pabrik ini pindah ke kawasan pabrik Pasar Kemis Kabupaten Tangerang.

Saat ini pabrik sudah berkembang dan memiliki empat pabrik. Informasi yang beredar di kalangan buruh, pemilik PT Suja memiliki ikatan persaudaraan dengan pemilik PT Panarub Industry. Itulah yang menjelaskan awal mula pengoperasian PT Suja berada di lingkungan PT Panarub Industry.

PT Suja mengerjakan pesanan dari pabrik-pabrik produsen sepatu, seperti PT Panarub Industry, PT Bintang Indokarya Gemilang, PT Parkland World Indonesia, PT Pou Chen Indonesia, PT Pou Yen Indonesia, PT Dean Shoes dan PT Horn Ming Indonesia. Pabrik-pabrik tersebut merupakan pemasok utama merek dagang ternama, seperti Adidas, New Balance, Under Armour, Puma dan Mizuno.

Proses produksi di PT Suja terdiri dari cutting, sewing, sablon, printing dan penunjang lainnya dalam pembuatan sepatu. Di pabrik ini terdapat 950 buruh dengan 80 persen hubungan kerjanya kontrak sementara. Mayoritas buruh adalah perempuan dengan rata-rata umur 45 tahun. Di pabrik ini terdapat dua shift: shift pagi dari pukul 07.00 hingga pukul 3.oo sore dan shift malam pukul 19.00 hingga pukul 3.00 dini hari. Sebagaimana akan dilihat di bawah, mengotak-atik jam kerja merupakan teknik untuk mengeruk keuntungan.

***

Perbanyak Berkelit Agar Lebih Untung    

Pada 2020, media lokal memberitakan. PT Suja digugat karena melakukan PHK kepada 14 Buruh yang telah bekerja selama empat tahun. Buruh dipecat dengan alasan perusahaan terdampak Covid-19 (Satelit News, 9/9/2020). Informasi tersebut hanya salah satu gambaran mengenai kondisi yang ada di pabrik. Satu cerita kerentanan buruh yang terpublikasi di media massa daring.

Per 2 Oktober 2022, pukul 11.00 siang di sekitar kawasan Pasar Kemis, Cilongok Kabupaten Tangerang. Saya berjumpa dengan lima belasan buruh dengan mata memerah dan wajah lesu. Mereka menahan kantuk. Mereka berkumpul dipetakan kontrakan ukuran 3 x 4 meter. Mereka sedang mengadakan pertemuan.

Karena ruangan terlalu kecil, beberapa dari mereka duduk di atas motor dan di teras kontrakan. Buruh yang duduk di atas motor dengan menyilakan tangan di atas stang sepeda motor, meletakan kepala ke atas tangannya, lalu matanya terpejam. Ada pula yang menyandar badan ke tembok sambil memejamkan mata dan beberapa kali membuka mata terperanjat ketika mendengar gelak tawa dari dalam ruangan.

Wajah dan mata menyampaikan pesan bahwa kondisi kerja sangat melelahkan. Mereka baru saja kerja shift malam dari pukul 7 malam hingga 8 pagi. Gila! Mereka bekerja 13 jam.

Satu di antara buruh itu, Rohayati (bukan nama sebenarnya) mengatakan, bekerja lebih dari 8 jam merupakan hal lumrah di PT Suja. Setidaknya sejak 2020. Ketika itu, terjadi pergantian manajemen. Manajemen baru mengubah peraturan jam kerja.

Sebelum 2020, buruh yang bekerja bagian malam mestinya bekerja dari pukul 7 malam hingga pukul 3 dini hari. Dengan alasan untuk menyelesaikan target dan menjaga keamanan buruh pulang dini hari, manajemen memaksa buruh bekerja hingga pukul 6 pagi.

Praktik jam kerja melar diberlakukan pula untuk buruh shift pagi. Buruh bekerja dari pukul 07.00 hingga pukul 7.00 malam. Lagi-lagi, alasannya untuk menyelesaikan target. Kelebihan jam kerja tidak diperhitungkan sebagai lembur. Dengan manajemen baru dan menerapkan jam kerja lebih parah. Buruh bagian malam bekerja hingga pukul 8.00 pagi.

“Kini istirahat hanya sejam dari pukul 12 malam hingga pukul 1 dini hari. Lalu bekerja lagi hingga pukul 6 pagi,” tambahnya sembari menjelaskan bahwa waktu kerja itu tidak benar-benar ditepati. “Kalau lagi banyak kerjaan bisa sampai pukul 8 pagi.”

Bagi saya, waktu kerja sebelum dan sesudah 2020 sama-sama tidak manusiawi. Alasan ‘melindungi buruh dari begal’ memperlihatkan ketidakmampuan perusahaan menyediakan fasilitas antar jemput bagi para buruh. Tapi lebih penting dari itu adalah lamanya waktu kerja berarti perampasan waktu bersama keluarga. Semakin melelahkan.

Mamah sudah tidak usah kerja lagi. Tidak pernah ada waktu untuk anak,” kata Rohayati menirukan ucapan anaknya.

Kehidupan seakan hanya ada di pabrik. Mereka menghabiskan sebagian besar waktunya di pabrik. Mereka berada di rumah sekadar untuk memulihkan tenaga. Waktu bercengkrama bersama keluarga lenyap untuk memenuhi disiplin kerja.

“Kadang kami tetap bekerja di tanggal merah,” tambah Rohayati yang pernah bekerja penuh selama sebulan. Para buruh tidak dapat menolak kebijakan tersebut. “Manajemen itu bilang, ‘sudah dikasih kerja jam siang masih ajagak terima kasih. Kalau kalian tidak masuk siapa memang yang membayar kalian. Jika kalian tidak mau bekerja di sini masih banyak yang mau kerja.’”  

Jika pulang pagi, sebelum pulang mereka akan sarapan di depan pabrik. Satu buruh perempuan menyampaikan, buruh yang berkeluarga akan membeli sarapan untuk dibawa ke rumah. Jika di rumah ada empat kepala berarti mereka akan membeli empat bungkus nasi. Jika satu bungkus nasi Rp10.000 berarti mereka harus merogoh kocek sebesar Rp40.000 per hari setiap pagi. Tentu saja pabrik tidak menanggung jumlah pengeluaran uang tersebut.

Saya memperkirakan bahwa dalam sebulan uang untuk sarapan saja sekitar Rp1,2 juta. Angka tersebut tidak terhitung jumlah pengeluaran lain, seperti air minum. Di pabrik hanya ada satu galon air minum beserta isi ulangnya. Tapi, air minum tersebut tidak dapat diakses. Pada akhirnya mereka membeli air minum untuk dibawa ke dalam pabrik. Rata-rata buruh menghabiskan tiga liter air minum setiap hari kerja. Harga air mineral per litar Rp7000. Total pengeluaran untuk membeli air minum Rp630 ribu per bulan.

Buruh pernah bekerja terus-menerus kerja penuh dalam sebulan tanpa hari libur. Artinya, ada produk yang dikerjakan. Tak mungkin mereka hanya rebahan dan bermain medsos di pabrik. Padahal, dapat saja perusahaan mengatur waktu kerja menjadi tiga shift. Tapi tidak melakukannya. Karena kehendak perusahaan memang demikian.

Perusahaan tidak mungkin memikirkan, apalagi mengerti tersiksanya batin keluarga buruh: anak tidak bertemu orangtuanya, orangtua tidak dapat melaksanakan kewajiban memenuhi hak anak. Lalu atas dasar apa para buruh selalu dituntut harus mengerti keadaan perusahaan? Lagi pula buruh bukan pemegang saham dan manajemen perusahaan, bukan tugas buruh memikirkan kemajuan perusahaan.

Lalu muncul semacam pengurus serikat buruh yang menjadi humas perusahaan. Mereka menganalogikan pabrik dengan sawah dan ladang. Padahal jelas-jelas perusahaan bukan sawah, apalagi ladang yang dicangkul dan dibajak, tapi pabrik dengan ikatan hubungan kerja.

***

Mencari-cari alasan

Selain jam kerja molor, upah pun dicuri. Jumlah upah yang diterima buruh di bawah upah minimum dengan nilai yang tidak sama di setiap bagian. Kisaran upah antara Rp2,9 juta hingga Rp3,4 juta. Padahal upah minimum Kabupaten Tangerang Rp4,2 juta.

Saya bertanya mengapa upahnya lebih kecil dari upah minimum. Jawabanya membuat nyesek. “Manajemen bilang, kalau yang kerja bagian cutting, sablon, dan sewing tidak butuh skill, tidak menghasilkan uang,” tiru Rohayati menjelaskan alasan manajemen.  

Dalam kesempatan lain, seperti ditulis dalam kronologi yang dibuat oleh serikat buruh, alasan perusahaan membayar upah di bawah upah minimum karena perusahaan hanya menerima pesanan dari perusahaan lain.

Menurut saya, sewing, cutting, sablon dan printing merupakan kesatuan dari proses produksi. Tanpa bagian-bagian tersebut tidak akan menghasilkan barang. Jika tidak produksi tidak menghasilkan keuntungan. Semua bagian itu merupakan syarat yang tidak bisa dipisahkan. Saya menduga pembedaan upah dan perendahan terhadap nilai kerja dengan sadar dibuat untuk: melemahkan mental buruh dan memecah persatuan buruh.

Keadaan pengupahan di atas sudah berlangsung lama. Anehnya, ketika Covid-19 melanda, pada 2021, PT Suja mengajukan pemotongan upah kepada Disnaker setempat.

Bagaimana persetujuan pemotongan upah 2021? Kala itu, beredar kertas kosong di tempat kerja yang harus dibubuhi tanda tangan. Diisukan bahwa perusahaan butuh tanda tangan buruh untuk kenaikan upah. Tentu saja para buruh merasa senang. Tanpa berpikir panjang para buruh pun menandatangani kertas kosong tersebut. Ternyata, tanda tangan kertas kosong tersebut diajukan sebagai bukti persetujuan buruh untuk dipotong upah.

Selain upah yang tidak sesuai aturan, kelebihan jam kerja puntak dibayar. Misalnya, buruh yang kerja pagi dari pukul 7 hingga pukul 4 sore. Praktiknya, mereka akan bekerja hingga pukul 5 sore. Nah, kelebihan jam kerja tersebut tidak diperhitungkan sebagai jam lembur. Waktu kerja akan diperhitungkan lembur jika kelebihan jam kerja mencapai empat hingga lima jam. Itu pun yang dihitung hanya dua jam. Kelebihan jam kerja disebut dengan jam loyalitas.

Jika bekerja di hari Sabtu dan Minggu upah buruh hanya dihitung sebesar Rp15 ribu per jam flat. Jika bekerja di hari libur nasional upah yang diterima Rp25 ribu per jam flat. Menurut peraturan perundangan, waktu lembur di hari libur pada jam kedua mestinya dikalikan dua kali dari jam pertama. Rupanya aturan tersebut diabaikan oleh manajemen. Lebih-lebih waktu kerja lembur yang tercatat dalam Surat Perintah Lembur (SPL) tidak sesuai jam lembur yang dilakukan. Entah bagaimana manajemen perusahaan dapat berkesimpulan rugi karena resesi global, sementara jam kerja normal, waktu lembur tidak dibayar, bekerja 30 hari dalam sebulan, dan upah yang diterima masih di bawah upah minimum.

***

Skandal percaloan lowongan kerja

Buruh mencari kerja untuk mendapatkan upah. Agar memiliki penghasilan. Dengan begitu dapat melangsungkan kehidupan. Anehnya, untuk bekerja di PT Suja para buruh harus membayar.

Saya mendapat informasi bahwa untuk bekerja di PT Suja harus membayar di kisaran Rp1,8 juta hingga Rp2,5 juta. Pembaca boleh menyebutnya sebagai ‘perbuatan oknum karena bukan kebijakan perusahaan’. Tapi, oknum-oknum itu jika dikumpulkan akan membentuk struktur perusahaan. Banyak pihak yang terlibat dalam praktik percaloan tenaga kerja dari tokoh masyarakat, satuan pengamanan hingga pemegang jabatan sumber daya manusia.

Buruh yang sudah terlanjur membayar dan masih berusia muda banyak di antaranya yang memilih resign kerja. Mereka kapok dengan sistem kerja yang buruk. Anak-anak muda memang banyak pilihan, apalagi tidak memiliki tanggungan dan tentu saja karena masih bisa mengandalkan hidup dari orangtuanya. Pilihan mencari pekerjaan baru itu terbatas, bahkan tidak dimiliki oleh buruh dengan usia di atas 30 tahun.

Sumber dari percaloan tenaga kerja adalah lowongan kerja. Jika lowongan kerja adalah peluang meraup untung, berarti pemutusan hubungan kerja adalah sisi lain dari bisnis lowongan kerja. Karena jika tidak ada pemutusan hubungan kerja maka tidak ada lowongan. Jika tidak ada lowongan kerja berarti bisnis memperjualbelikan lowongan kerja lenyap.

Setelah membayar, buruh akan menandatangani kontrak selama sebulan dan tiga bulan, salinan kontrak dan tidak dicatatkan ke Disnaker. Setelah kontrak pertama selesai, bulan berikutnya mereka akan menandatangi kontrak untuk tiga bulan. Untuk menandatangani kontrak kedua buruh akan diliburkan sehari. Setelah itu akan menandatangani kontrak baru untuk jangka waktu tertentu. Ketika kontrak ketiga selesai buruh akan diliburkan lagi untuk menandatangani kontrak selanjutnya. Begitu seterusnya.

Tapi ada pula buruh yang tidak menandatangani kontrak lagi. Bukan berarti mereka telah menjadi buruh tetap tapi sengaja dibuat tidak memiliki kontrak.

Kenapa diliburkan sehari atau dua hari? Karena peraturan perundangan menyebut jika pekerjaan bersifat ‘terus menerus’ yang ditandai dengan kontrak kerja maka otomatis buruh tetap. Nah, kalau diliburkan sehari berarti ‘tidak terus menerus’. Jadi, tidak masalah jika buruh dikontrak berulang-ulang. Pinter ‘kan?! Karena itu, tak heran jika ada buruh PT Suja terdapat ratusan buruh yang bekerja lebih dari lima tahun tahun dengan hubungan kerja waktu tertentu.

Lalu kenapa tidak memiliki kontrak? Berarti buruh tersebut tidak dapat dibuktikan ikatan kerjanya. Buruh sengaja dibuat bingung. Seandainya mereka mempertanyakan kontrak kerja pasti akan dijawab, ‘kerja aja yang bener. Yang penting masih digaji.”

***

Perusahaan bisanya menuntut, tidak melaksanakan kewajiban

Tak hanya itu, beberapa buruh juga harus membantu ke pabrik lain. Bukan dari pabrik grup Suja melainkan ke pemberi order. Para buruh mengungkapkan kepada saya bahwa mereka diminta untuk membantu proses produksi di PT Bintang Indokarya Gemilang di Brebes Jawa Tengah, salah satu anak usaha PT Panarub Industry. Saat buruh membantu perusahaan PT Bintang Indokarya buruh dilepas begitu saja. Berangkat dengan uang sendiri, lebih tepatnya diterlantarkan.

Buruh yang menolak diperbantukan akan dihukum berupa pemecatan. Rohim (bukan nama sebenarnya) adalah satu buruh yang dipecat setelah menolak diperbantukan ke perusahaan lain.

Per Oktober 2020, para buruh berserikat. Serikat mereka didaftarkan ke Disnaker. Serikat buruh pun menuntut agar perusahaan menunaikan kewajibannya, jangan hanya bisa menuntut buruh bekerja. Dalam kesempatan mediasi dengan pejabat berwenang, perwakilan manajemen berkelit tidak mampu. Pejabat berwenang pun tidak berbuat apapun.

Buruh meminta agar perusahaan mendaftarkan para buruh ke BPJS Jamsostek dan Ketenagakerjaan, meskipun secara bertahap. Setelah itu, beberapa buruh memiliki kartu peserta BPJS Kesehatan. Upahnya pun dipotong untuk membayar iuran. Anehnya,

seorang buruh yang sakit akan mengklaim BPJS namun ditolak pihak rumah sakit. Kata pihak rumah sakit, BPJS tidak terdaftar. Buruh yang ditolak kemudian mendatangi kantor BPJS. Pihak BPJS Kesehatan ditinggal begitu saja dan tidak menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

Maret 2022, anggota serikat buruh dipecat dengan alasan terjadi penurunan produksi. Tapi di tempat kerja lembur sedang meningkat dan melakukan perekrutan. Total yang telah diputus kontrak sebanyak 105 orang termasuk di dalamnya adalah anggota serikat buruh sebanyak 31 orang. Tak hanya itu, pada Maret 2022 pun, pimpinan produksi menyebarkan formulir surat pengunduran diri kepada buruh yang menjadi anggota serikat buruh. Karena tindakan tersebut, beberapa anggota mengundurkan diri dari serikat buruh. Serikat buruh seakan tidak dihendaki oleh perusahaan.

Mungkin begitulah sekira ada serikat buruh. Manajemen menilai serikat buruh sebagai ancaman ketenangan bisnis.

“Kata mereka, ‘Jangan kamu ikut serikat, berserikat itu tidak benar,’” kata Rohidin (bukan nama sebenarnya) menirukan manajemen di tempat kerjanya.

Setelah bertahun-tahun merampas hak buruh, bulan ini para pengusaha padat karya mengeluh terdampak resesi global. Mereka meminta bantuan pemerintah agar diberikan legitimasi dengan dibuat peraturan menteri untuk memotong upah atau cuti tahunan dengan skema no work no pay.             Per Juli 2022 persoalan yang diderita buruh PT Suja mencapai puncaknya. Para buruh protes. Sebagai perusahaan subkontrak, nama PT Suja tidak ditemukan dalam daftar pemasok pemilik merek tersebut.    Saya tidak terlalu yakin, jika lembaga-lembaga kampanye internasional akan memberikan perhatian terhadap persoalan buruh PT Suja.