MAJALAH SEDANE

Memuat halaman...

Sedane

Majalah Perburuhan

Setelah 1 Mei diliburkan

1 Mei 2023, Hari Buruh Internasional, jatuh pada hari Senin. Lima hari setelah libur bersama Idulfitri. Tapi, dua dari lima pabrik yang saya telusuri meliburkan buruhnya hingga 1 Mei. Bagaimana May Day akan diperingati, jika buruh masih di kampung halaman?[1]

Serikat-serikat buruh tingkat nasional tengah bersiap menyambut hari bersejarah tersebut dengan aksi massa di pusat-pusat pemerintahan.

Tahun ini serikat buruh akan mengisi hari buruh internasional dengan memprotes Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Cipta Kerja merupakan undang-undang yang menjamin investor mendapatkan tanah, jaminan kredit dan upah murah melalui land administration project, sovereign wealth fund/lembaga pengelola investasi dan pasar kerja fleksibel. Cipta Kerja menguntungkan pebisnis merugikan rakyat miskin.

Selain itu, gerakan buruh pun akan mempersoalkan pembungkaman ruang demokrasi oleh aparat negara. Sejak 2015, aktivis gerakan sosial semakin mudah dikriminalkan. Kasus terbaru adalah penangkapan enam belas aktivis buruh di Morowali Sulawesi Tengah yang dituduh menghasut massa setelah melaksanakan pemogokan; dan penangkapan dua aktivis hak asasi manusia di Jakarta dengan tuduhan mencemarkan nama baik pejabat negara.

Gerakan buruh Indonesia sudah mengenal peringatan May Day sebagai bagian dari gerakan antikolonial. Sejak itu, Hari Buruh Sedunia selalu diperingati dengan semangat dan meriah; sebagai momentum konsolidasi anggota, persatuan gerakan sosial, menggugat pemilik modal, memprots kebijakan negara, terutama mengampanyekan hak-hak perburuhan. Dalam catatan LIPS, aksi-aksi massa 1 Mei dari 2000 hingga 2012 selalu melibatkan jumlah massa ribuan dengan sebaran dari Aceh hingga Papua. Jumlah intensitas, partisipasi dan sebaran aksi massa 1 Mei mengalahkan peringatan Hari Tani Nasional ataupun Hari Hak Asasi Manusia.

Sejak 1 Mei dijadikan hari libur, pada 2013, jumlah partisipasi dalam peringatan Hari Buruh Internasional menurun. Para buruh menggunakan 1 Mei untuk berlibur ketimbang berdemonstrasi. Sementara sebagian pemimpin serikat buruh menilai percuma berdemonstrasi di hari libur.

Sebaliknya, sejak 1 Mei menjadi hari libur nasional lembaga-lembaga negara menjadikan hari buruh ruang penaklukan buruh dan serikat buruh dengan mengadakan kegiatan karitatif sambil memberikan keistimewaan kepada pebisnis. Kegiatan tersebut, bahkan, diadakan dua bulan sebelum 1 Mei. Bulan ini Pemerintah Daerah Kota Tangerang merayakan hari buruh dengan mengadakan lomba azan, ceramah dan baca al-Quran antarserikat buruh (Antaranews.com, 14/4/2023). Kota Tangerang adalah satu kota industri, di mana upah murah, kekerasan dan pelecehan berbasis gender dan pemberangusan serikat buruh merupakan peristiwa sehari-hari yang dialami buruh.

Penetapan 1 Mei sebagai hari buruh dan hari libur nasional, pada 2013, merupakan pengakuan kedua kalinya oleh negara. Pada 1948-1965, 1 Mei ditetapkan sebagai hari buruh dan hari libur. Namun, pada 1966, rezim jagal Soeharto menghapus dan mengganti 1 Mei dengan 20 Februari sebagai hari pekerja nasional dan bukan hari libur.

Tanggal 20 Februari merujuk pada deklarasi pendirian FBSI (Federasi Buruh Seluruh Indonesia), serikat buruh yang disponsori negara, lembaga keuangan internasional dan serikat buruh kuning internasional. FBSI kemudian menjadi SPSI (serikat pekerja seluruh Indonesia) pada 1985, merupakan serikat buruh yang didirikan untuk mengendalikan gerakan buruh agar menyetujui kebijakan-kebijakan negara yang mengutamakan investasi. Di zaman Soeharto metode-metode protes buruh dicap sebagai gerakan komunis yang sah dibubarkan dan ditangkap. Dengan politik massa mengambang, struktur serikat buruh direkayasa sedemikian rupa agar menjauhkan buruh dari serikat buruh. Beberapa praktik dan narasi yang dibangun di antaranya sistem keanggotaan otomatis, pendidikan yang terpusat di kalangan pengurus, serikat buruh hanya menangani persoalan normatif dan ‘biar pengurus yang menangani kasihan anggota sudah terlalu cape bekerja’.

Tiga tahun lalu, peringatan May Day dilaksanakan dengan berbagai keterbatasan. Karena bertepatan dengan libur massal, Covid-19 dan represi negara. Sejak 2018, demonstrasi massal memeringati hari buruh internasional maupun aksi-aksi massa lainnya dapat dengan mudah dibubarkan dengan alasan ditunggangi kaum anarkis.

Duapuluh lima tahun setelah kebebasan berserikat jumlah federasi serikat buruh tingkat nasional bertambah namun jumlah buruh yang berserikat tidak lebih dari tiga juta orang dari 55 juta buruh formal. Serikat buruh kehilangan ribuan anggota karena negara memberikan kelonggaran kepada perusahaan untuk memecat buruh dan melenturkan hubungan kerja.            

Di berbagai sektor industri muncul beragam jenis-jenis hubungan kerja yang tidak diakui dan tidak mendapat perlindungan negara. Manusia-manusia yang bekerja di industri media, logistik, transportasi hingga pabrik sepatu. Namanya macam-macam; stringer, freelancer, buruh on call, buruh magang, buruh kontrak, outsourcing, kurir, hingga mitra. Sementara pendidikan dan pengorganisasian serikat buruh belum dapat menjangkau jenis-jenis buruh yang paling rentan tersebut.[]


[1] Sebagian dari tulisan ini ditayangkan Asia Labour Review, Asia’s May Day: Tradition and Renewal. 30 April 2023. Tersedia: https://labourreview.org/may-day/, diakses pada 30 April 2023.

Penulis

Syarif Arifin
Lembaga Informasi Perburuhan Sedane