Di bawah langit yang meratap, darah buruh PT Freeport Indonesia mengalir, menodai tanah air yang dulu dijanjikan sebagai tanah keadilan. Sejak 2017, ribuan jiwa terluka, harapan mereka dihancurkan oleh PHK sepihak yang tak berperikemanusiaan, meninggalkan luka yang tak pernah sembuh: anakanak kelaparan, keluarga tercerai-berai, bahkan nyawa-nyawa tak berdosa melayang karena beban hidup yang tak tertanggungkan.
Kini, skandal dugaan korupsi dan gratifikasi di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) meledak bagai petir di tengah badai, mengungkap kebenaran yang mengerikan: pemerintah telah menjual nurani bangsa demi gemerlap koin korporasi. Ini bukan sekadar pengkhianatan ini adalah pembantaian kemanusiaan di altar keserakahan!
Bayangkan penderitaan yang menghantam jiwa: buruh Freeport, tulang punggung keluarga, dilempar ke jurang keputusasaan tanpa ampun. Anak-anak mereka menangis meminta sepiring nasi, istri dan suami mereka menjerit dalam sunyi, sementara sebagian merelakan nyawa karena tak kuat menahan derita penyakit akibat kerja.
Namun, apa yang dilakukan pemerintah? Bersama PT Freeport, mereka menari di atas penderitaan ini, dengan keji menuding buruh sebagai penutup botol dengan cap “mangkir” atau “indisipliner” atas mogok kerja sah pada 2017. Sungguh sebuah drama kejam yang ditulis dengan tinta kepalsuan!
Pengadilan telah berbicara: mogok itu hak suci, dijamin hukum. Tapi pemerintah dan korporasi, dengan congkak dan tak tahu malu, memelintir kebenaran untuk menghancurkan buruh, melindungi kepentingan asing, dan menutupi pelanggaran HAM yang mengguncang nurani. Pemerintah bukan lagi pelindung rakyat ia telah menjadi algojo yang memenggal mimpi dengan pedang ketidakadilan!
Yang lebih mengoyak jiwa adalah laporan dugaan gratifikasi oknum Kemnaker, yang dibiarkan membusuk dalam laci birokrasi bagai mayat tak terkubur. Oknum pejabat, yang seharusnya menjadi benteng keadilan, diduga menari di atas tumpukan fulus kotor, menjual nyawa buruh demi kepuasan sesaat. Pernyataan pemerintah bahwa kasus ini “telah selesai” adalah pisau yang menusuk jantung rakyat, penghinaan yang merobek-robek harkat kemanusiaan!
Apakah nyawa buruh begitu murah? Apakah air mata anak-anak mereka tak cukup untuk membangunkan pemerintah dari mimpi buruk investasi asing? Ini bukan lagi soal korupsi—ini soal darah, air mata, dan jeritan yang mengguncang langit, menuntut keadilan yang telah lama dirampas!
Pemerintah saat ini berdiri di tepi jurang sejarah, dengan darah buruh menetes di tangan mereka. Janji megah tentang Indonesia Emas 2045 hanyalah topeng usang yang menyembunyikan wajah buruk pengkhianatan.
Untuk apa istana megah dan jalan tol berkilau jika dibangun di atas kuburan harapan rakyat? Untuk apa investasi miliaran dolar jika harga yang dibayar adalah nyawa buruh dan tangis anak-anak mereka?
Pemerintah telah memilih: mereka lebih mencintai gemerlap korporasi ketimbang nyala api keadilan di dada rakyat. Ini adalah dosa yang tak akan terhapus oleh waktu, sebuah noda kelam yang akan diingat oleh generasi mendatang.
Kami menuntut dengan darah mendidih, hati yang remuk, dan jiwa yang menjerit: KPK dan Kejaksaan Agung, bangkitlah dari kematian nurani kalian! Bongkar skandal gratifikasi PT Freeport hingga ke akar-akarnya, seret para pengkhianat rakyat ke pengadilan, dan kembalikan keadilan yang telah dicuri dari buruh!
Kementerian Ketenagakerjaan, berlututlah di hadapan rakyat! Akui dosa kalian, buka kembali kasus PHK Freeport 2017, pulihkan hak buruh yang telah dihancurkan, dan hukum pelaku pelanggaran dengan seberat-beratnya! Komnas HAM dan DPR RI, khususnya Komisi IX dan Komisi XIII, turunlah ke medan perjuangan! Selidiki segera pengabaian laporan sejak 2017, dengar jeritan buruh, dan pastikan tragedi ini tak lagi menjadi luka abadi bangsa!
Keadilan bukanlah ilusi yang bisa ditunda dengan kata-kata manis. Ini adalah darah yang mengalir di tubuh buruh, air mata yang membasahi pipi anak-anak mereka, dan jeritan yang mengguncang alam semesta. Buruh Freeport bukan sekadar angka mereka adalah ayah, ibu, anak, yang jiwanya telah dipreteli oleh keserakahan.
Pemerintah, dengarlah jeritan ini, atau bersiaplah menghadapi badai kemarahan rakyat yang telah lelah dikhianati! Jika suara buruh terus dipadamkan, maka rakyat akan menulis sejarah dengan tangan mereka sendiri—dan pemerintah akan terkubur dalam catatan kelam sebagai pengkhianat kemanusiaan. Langit telah mendengar jeritan buruh Freeport; kapan pemerintah akan mendengar?
Jika Anda menikmati membaca cerita ini, maka kami akan senang jika Anda membagikannya!